Warga Lembata Unjuk Rasa, Desak Pembatalan Rencana Beli Mobil untuk Pimpinan DPRD Periode 2024-2029

Mereka juga menentang pemutihan mobil jenis Pajero dari pimpinan DPRD periode sebelumnya

Floresa.co – Warga di Kabupaten Lembata menggelar unjuk rasa menentang rencana pembelian mobil baru untuk pimpinan DPRD periode 2024-2029, sekaligus pemutihan kendaraan pimpinan dewan sebelumnya yang dicap sebagai praktik “pembegalan uang rakyat.”

Dalam aksi pada 27 September itu, Aliansi Gerakan Begal Mobil Rakyat Lembata [Gatalka] berorasi di pelataran kantor DPRD, setelah sebelumnya di Taman Swaolsa Titen Lewoleba.

Tolak!!! Jual Mobil Layak, Datangkan Mobil Baru untuk Pimpinan DPRD Lembata adalah Pembegalan Uang Rakyat,” demikian isi baliho yang mereka bentangkan.

Aksi dikawal aparat keamanan dari Polres Lembata dan Satuan Polisi Pamong Praja.

Usai berorasi di depan kantor DPRD, massa yang dipimpin Koordinator Gatalka, Yohanes Berchmans Broin Tolok beraudiensi dengan pimpinan sementara DPRD, Hasbullah Lapar Making dan delapan anggota lainnya. 

Broin berkata di hadapan mereka bahwa aksi tersebut “untuk menolak segala rencana pemerintah daerah Lembata melalui sekretaris dewan mengadakan mobil baru untuk tiga pimpinan DPRD terpilih” sekaligus pemutihan mobil lama.

Ia beralasan, “mobil pimpinan DPRD periode sebelumnya masih sangat layak digunakan.”

Pemutihan mobil lama dan pengadaan mobil baru, katanya, memboroskan anggaran sekitar tiga miliar rupiah.

Padahal, uang itu bisa dimanfaatkan untuk mengurai persoalan-persoalan krusial yang tengah kini dihadapi warga Lembata.

Ia antara lain menyebut masalah krisis tenaga kesehatan, seperti dua bulan belakangan ketiadaan dokter spesialis ahli kandungan.

“Coba pimpinan dan anggota DPRD pikirkan baik-baik persoalan ini,” katanya.

Selain itu, ia menyebut masalah rendahnya pertumbuhan ekonomi, yang membuat tingginya angka kemiskinan.

Merujuk pada data Badan Pusat Statistik, pada 2023, jumlah penduduk miskin di Lembata 24,78 persen dari total populasi 141.391, jauh di atas rata-rata tingkat kemiskinan di NTT 19,96 persen.  Persentase ini juga 2,6 kali lipat dari angka kemiskinan tingkat nasional, 9,36 persen.

Ironisnya, kata dia, di tengah kondisi ini “pemborosan kini sedang dipertontonkan lembaga wakil rakyat.”

“Kami minta seluruh anggota dewan yang hadir menyatakan sikap menolak rencana pemutihan dan pembelian mobil baru,” kata Broin.

Merespons desakan itu, sembilan dari 25 anggota DPRD yang hadir, termasuk pimpinan sementara, menyatakan ikut menolak rencana pemutihan dan pembelian mobil baru itu.

Mereka berasal dari Partai Nasdem, PAN, Golkar, Perindo, Demokrat dan PKB. Sementara anggota dewan dari PKS, PKN, PDI Perjuangan dan Gelora tidak hadir.

Hasbullah berkata, polemik ini akan dibahas dalam rapat khusus bersama pimpinan DPRD, Penjabat Bupati Paskalis Ola Tapobali dan seluruh anggota DPRD.

Sementara Gabriel Raring, warga Lewoleba, mendesak Nasrun Nebo, Sekretaris Dewan Lembata untuk “tidak pasang badan” bagi ketiga pimpinan DPRD periode sebelumnya yang mengajukan permohonan pemutihan mobil.

Ketiga pimpinan tersebut adalah Petrus Gero dari Fraksi Golkar, Fransiskus Gewura dari Fraksi PDI Perjuangan dan Ibrahim Begu dari Fraksi PKB.

Gabi berkata, rencana pemutihan itu hanya akan “mendatangkan persoalan baru.”

Sementara itu, Nasrun mengklaim hanya menjalankan tanggung jawab dengan “mendisposisi barang yang diajukan untuk dikirim ke penguasa barang, yakni Penjabat Bupati Lembata.”

Urusan selanjutnya, kata dia, “tergantung kajian yang dibuat pihak Badan Keuangan dan Aset Daerah.”

Gabi menyatakan tidak setuju alasan pemutihan tiga mobil itu karena  pimpinan DPRD periode sebelumnya tidak mendapat tunjangan kendaraan.

Menurutnya, mobil yang mereka gunakan selama lima tahun difasilitasi penuh oleh uang rakyat.

Karena itu, “tunjangan transportasi tidak wajib dikembalikan dalam bentuk kendaraan.”

Gabi pun mendesak anggota DPRD menyurati penjabat bupati selaku pihak yang dapat melakukan pelelangan dan pemutihan.

Jika pembatalan pemutihan dan penolakan pembelian ketiga mobil tersebut tidak segera dilakukan, menurut Gabi, anggota dewan “adalah mafia yang mengkhianati suara rakyat.” 

Usai audiensi, massa membubarkan diri dengan tertib di bawah arahan Pedro Lerek yang menjadi koordinator aksi.

Pedro menyatakan, Gatalka akan terus memantau perkembangan masalah ini, termasuk rencana pertemuan antara pimpinan dan anggota DPRD serta dengan penjabat bupati.

Editor: Ryan Dagur

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

TERKINI

BANYAK DIBACA

BACA JUGA