Floresa.co – Jelang akhir tahun ini, di tengah erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki yang terus berlanjut dan memaksa ribuan warga bertahan di pengungsian, lima pejabat di Kabupaten Flores Timur mendapat mobil baru senilai Rp3,12 miliar.
Bupati, wakil bupati, ketua DPRD dan dua wakilnya masing-masing mendapatkan satu unit kendaraan merek Toyota Fortuner.
Pada saat yang sama, penyintas erupsi ini yang kini mengungsi mandiri dan tinggal di tenda pengungsian, mengeluhkan minimnya pelayanan dari pemerintah daerah.
Sosiolog dari Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif Ledalero Pastor Charles Beraf, SVD berkata, “pengadaan mobil itu amat disayangkan” karena terjadi saat warga sedang melewati masa-masa sulit akibat erupsi.
Menurut imam Katolik yang juga Pastor Paroki Roh Kudus Detukeli, Keuskupan Agung Ende ini pengadaan mobil penting sebagai kebutuhan untuk pelayanan publik.
Namun, hal itu “tidak relevan dan urgen di tengah situasi erupsi.”
“Dari mana-mana simpati dan empati datang untuk para penyintas, tetapi Pemda Flotim tidak cukup peka,” kata Pastor Charles, yang beberapa waktu lalu ikut menggerakan umat parokinya membawa bantuan untuk pengungsi.
Menurutnya, beberapa masalah terkait erupsi, seperti sistem peringatan dini atau early warning system, relokasi, distribusi donasi untuk para pengungsi masih butuh perhatian ekstra, termasuk dalam hubungan alokasi anggaran.
Dalam situasi ini, penting bagi Pemda Flotim untuk memiliki “cita rasa sosial, melihat urgensi penanganan bencana yang ada di depan mata.”
Apa Kata Penyintas?
Damianus Nusa Blolon, salah satu penyintas dari Desa Nurabelen, Kecamatan Ilebura, menyebut keputusan Pemda Flotim itu tidak mempertimbangkan kebutuhan prioritas mereka. Ia menjelaskan, warga di tenda-tenda pengungsian sedang membutuhkan kepedulian dan pelayanan yang maksimal dari Pemda Flotim.
“Kami sedang mengalami kesedihan,” kata Dami, sapaannya.
Ia menjelaskan, warga yang perlu mendapat pelayanan ekstra adalah mereka yang terdampak parah seperti di Desa Klatanlo, Nawokoten, Hokeng Jaya, dan Boru.
“Saudara-saudara di desa terdampak parah itu sebetulnya membutuhkan tempat hunian yang layak karena rumah mereka rusak dan kampung mereka tidak layak dihuni lagi,” katanya kepada Floresa.
Anggaran pengadaan mobil itu semestinya dimanfaatkan untuk menyiapkan perumahan, makanan, serta kebutuhan anak sekolah, yang “justru bermanfaat jangka panjang.”
“Kalau perilaku pejabat begitu, dari mana kami mendapatkan uang buat menyekolahkan anak-anak kami dan besok lusa kami makan apa,” kata Dami.
Remigius Yos K. Soge, pengungsi lainnya kecewa dengan respons lamban Pemda Flotim.
Dengan pembelian mobil baru ini, kata dia, menjadi bukti bahwa pemerintah lebih mementingkan “urus kebutuhan pejabat ketimbang warga penyintas.”
Erson, warga Dusun Podor, Desa Boru, Kecamatan Wulanggitang merupakan pengungsi mandiri.
Bersama keluarga ia mengungsi ke Desa Bogantar, Kabupaten Sikka, yang berjarak 7,9 kilometer dari desanya.
Karena alasan tidak mendapat bantuan dari Pemda Flotim, ia kini memilih kembali menjaga Dusun Podor.
Selama tinggal di rumahnya, alih-alih mendapat bantuan Pemda Flotim, ia bersama warga lain bisa bertahan dari bantuan pihak ketiga.
“Kami minta bantuan ke Pemda Flotim lewat mana dan minta lewat siapa? Pernahkah mereka cari kami yang mengungsi mandiri?,” katanya.
Menurut Erson, ada yang lebih penting dari sekadar membeli kendaraan baru, yaitu para penyintas di Desa Boru, Hokeng, Nawokote, dan Dulipali.
“Para pejabat Flotim kan masih bisa kendarai mobil dinas lama,” katanya.
Warga dari Desa Boru lain yang meminta Floresa tidak menulis namanya berkata, dana untuk pembelian mobil itu seharusnya bisa diperuntukkan untuk menyiapkan lokasi pengungsian dan hunian sejak erupsi pada awal Desember 2023, mengantisipasi letusan yang terjadi pada awal bulan lalu.
“Dengan dana Rp3,12 miliar mesti gerak cepat. Pemda membantu kami yang adalah penyintas supaya bisa langsung dievakuasi pada tempat yang sudah disiapkan”, katanya.
Tidak Direspon
Menurut Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah Flotim, Ferdinandus Frederik Ama Bolen, untuk mobil tiga pimpinan DPRD baik ketua maupun wakil ketua, harga per unitnya Rp600 juta sehingga total menjadi Rp1,8 miliar.
Sementara itu, dua lainnya seharga Rp700 juta untuk bupati dan Rp620 juta untuk wakilnya. Total keduanya Rp1,32 miliar.
Dengan demikian, katanya seperti dilansir Pos Kupang, kelima mobil baru itu menghabiskan anggaran Rp3,12 miliar.
Pemda Flotim menyebut Peraturan Pemerintah [PP] No. 20 Tahun 2022 sebagai dalil pembelian lima mobil itu.
PP itu yang merupakan perubahan dari PP Nomor 84 Tahun 2014 mengatur tentang Penjualan Barang Milik Negara/Daerah berupa kendaraan perorangan dinas.
Ferdinandus yang dihubungi Floresa pada 20 Desember menolak berkomentar soal polemik ini.
“Soal kebijakan, dengan Pak Sekretaris Daerah [Sekda],” katanya.
Sekda Flotim, Petrus Pedro Maran yang dihubungi Floresa juga tidak memberi komentar, berdalih sedang ada urusan lain.
“Masih ada agenda dengan para Organisasi Perangkat Daerah [OPD]”, ujarnya kepada Floresa pada 20 Desember, sembari mengingatkan akan menghubungi kembali.
Namun, hingga berita ini diturunkan, Petrus tak menghubungi.
Ia juga tak merespons ketika kembali dihubungi Floresa.
Sementara, anggota DPRD Flotim dari Fraksi Nasdem, Rofinus Kopong berkata kebijakan untuk pengadaan mobil itu ditetapkan dalam periode sebelumnya sebelum ia terpilih pada pemilu Februari.
“Goe [saya] sendiri tidak tahu riwayatnya karena kami sama-sama baru,” katanya.
Menurut Pastor Charles Beraf, demi alasan kemanusiaan, Pemda Flotim seharusnya bisa mengabaikan pengadaan mobil dan “fokus mengurus penyintas.
“Apakah selama ini penyelenggaraan pemerintahan terhambat karena mobil belum diadakan?” katanya.
“Jangan lukai lagi hati warga,” tambah Charles.
Erupsi Masih Berlanjut
Lewotobi Laki-Laki mengalami erupsi elusif pertama pada 3 November, yang menewaskan sembilan orang dan memaksa belasan ribu warga mengungsi.
Erupsi susulan masih terus berlanjut setelahnya, yang membuatnya masih berada pada level tertinggi, Awas.
Dalam erupsi terakhir pada 20 Desember pukul 18:58 Wita, kolom abu yang teramati setinggi sekitar 700 meter di atas puncak gunung, atau sekitar 2.284 meter di atas permukaan laut.
“Kolom abu berwarna kelabu dengan intensitas tebal yang condong ke arah utara,” ujar petugas Pos Pengamatan Gunung Api Lewotobi Laki-laki, Herman Yosef S. Mboro.
Ia pun meminta warga tidak melakukan aktivitas apapun dalam radius enam kilometer dari puncak erupsi.
Selain itu, di sektor barat daya, utara, dan timur laut, jarak yang aman adalah tujuh kilometer.
Laporan ini dikerjakan oleh Adrian Naur dan Perseverando Elkelvin Wuran
Editor: Petrus Dabu dan Ryan Dagur