Floresa.co – Lima bulan sudah berlalu. Namun, keluarga masih belum yakin, kematian Bayu Aji, pemuda di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat itu, terjadi karena kecelakaan lalu lintas.
Pada 5 Agustus 2024, keluarga memperoleh kabar bahwa Bayu, pemuda 26 tahun, mengalami kecelakaan tunggal di Jalan Pantai Pede, Desa Gorontalo.
Kabar yang disampaikan R, teman Bayu, pada dini hari sekitar pukul 04.08 Wita itu mengejutkan keluarga.
“Waktu itu saya langsung bangun. Ada kegelisahan karena tidak biasanya dia ugal-ugalan membawa motor, tiba-tiba diberitakan begitu. Saya panik,” kata Adenala Utluh M Noor, kakak ipar Bayu.
Berbicara dengan Floresa pada 7 Januari 2025, Adenala berkata, setelah mendengar kabar itu, ia bersama ibunya, Saida Dawo dan saudarinya, Dewi Aryati bergegas menuju Rumah Sakit Siloam, tempat Bayu dirawat.
Di sana, Adenala menanyakan kepada R kronologi kejadian kecelakaan itu.
R, kata dia, mengaku saat kejadian tak bersama Bayu.
“R mengaku mendapatkan kabar dari temannya berinisial I bahwa Bayu mengalami kecelakaan,” ungkap Adenala.
Selama perawatan, dokter yang menangani Bayu lebih banyak berkomunikasi dengan Dewi Aryati, yang juga berprofesi sebagai tenaga medis.
Saat itu, dokter antara lain menyampaikan kepada Dewi agar luka di bagian pelipis dan dahi Bayu dijahit.
Kedua luka tersebut akhirnya dijahit saat berada di ruangan Unit Gawat Darurat [UGD].
Menurut Saida Dawo dan Dewi Aryati, sekitar pukul 05.00 pagi, dua orang yang mengaku teman Bayu datang ke rumah sakit. Mereka tak mengenal keduanya.
Pada pagi itu, untuk keperluan klaim asuransi kecelakaan Jasa Raharja, keluarga juga menghubungi HT, polisi yang masih memiliki hubungan keluarga dengan Bayu untuk melaporkan kejadian ini ke Polres Manggarai Barat.
Pada saat yang sama, barang bukti kendaraan yang dipakai Bayu diambil R dan Rafli, sepupu Bayu, untuk dipindahkan dan disimpan I di tempat ia bekerja di daerah Gorontalo.
Naas, setelah perawatan di UGD dan kemudian Unit Perawatan Intensif atau ICU, nyawa Bayu tak tertolong.
Sekitar pukul 14.10 Wita hari itu, pria yang berprofesi sebagai staf di kantor agen kapal itu meninggal.
Menemukan Kejanggalan
Selanjutnya, jenazah Bayu dibawa ke rumah duka di Sernaru, Kelurahan Wae Kelambu.
Keluarga mulai curiga ketika memandikan almarhum.
Adenala berkata, hanya ada beberapa luka di wajah Bayu, sementara di lengan kirinya ada lebam.
“Tidak ada luka lain, apalagi luka goresan aspal. Hanya luka di bagian dahi, di matanya lebam, di bagian perut dan lengan kiri juga ada lebam,” kata Adenala.
“Saya diskusi dengan om Rama, yang merupakan saudara kandung ibu almarhum Bayu, kayak tidak yakin ini meninggal karena kecelakaan, ditambah pakaian yang dipakai almarhum tidak ada bekas goresan aspal,” tambahnya.
Kecurigaan menguat setelah melihat kondisi kendaraan yang tidak tampak seperti mengalami kecelakaan hebat.
Beberapa hari setelah kematian Bayu, petunjuk-petunjuk seperti riwayat telepon, pesan di ponsel, dan bukti CCTV atau kamera pengawas yang diperoleh keluarga seperti menegasikan keterangan R di rumah sakit.
“Dalam pesan yang kita cek di ponsel Bayu, ia sempat menghubungi R, namun di ponsel R, komunikasi terakhir mereka terjadi pada Mei,” katanya.
Ia pun menduga ada penarikan pesan di aplikasi WhatsApp milik R.
“Menjadi tanda tanya, kenapa ia menarik pesan,” ujarnya.
Selain itu, menurut Adenala, berdasarkan rekaman CCTV, pada hari kejadian pukul 02.38, R dan beberapa rekan masih ada bersama Bayu di sekitar lokasi kejadian.
Hal ini berbeda dengan keterangan R kepadanya di Rumah Sakit Siloam bahwa ia tak bersama Bayu di lokasi kejadian.
Petunjuk-petunjuk tersebut, kata Adenala, membuat keluarga menduga, kematian Bayu bukan karena kecelakaan.
Ketidakmunculan teman-teman almarhum di rumah duka pada hari kedua hingga ketujuh pasca kematian Bayu, kata dia, juga menjadi tanda tanya bagi keluarga.
Proses yang Lamban di Polres
Adenala berkata, laporan awal ke Polres Manggarai Barat dan dibantu polisi HT yang masih berkerabat dengan Bayu adalah untuk keperluan klaim asuransi kecelakaan dari Jasa Raharja.
Namun, katanya, karena memakan waktu yang lama, keluarga memutuskan tidak menggunakan asuransi Jasa Raharja untuk biaya di rumah sakit.
Satu minggu setelah kematian Bayu, keluarga mendatangi Kantor Unit Laka Lantas di Polres Manggarai Barat untuk mengetahui perkembangan laporan mereka.
Ternyata, kata dia, laporan itu belum ditindaklanjuti.
“Kami sekeluarga sangat menyesal bahwa prosesnya itu sangat lambat,” ujarnya.
Ia berkata, saat itu TKP belum diperiksa dan rekan Bayu belum dipanggil, hal yang memicu kemarahan keluarga.
“Pak, mungkin Bapak berpikir ini masalah sepele, tetapi ini masalah penting terkait nyawa manusia,” kata Adenala menirukan ucapannya kepada polisi.
Setelah itu, kata dia, petugas kemudian bergegas memeriksa TKP, namun keluarga khawatir TKP telah dirusak sehingga berdampak pada proses penyelidikan.
Keluarga korban sempat bertemu dengan Kepala Unit Laka Lantas, Arifin, untuk mencabut laporan karena mencurigai bahwa ini bukan kecelakaan tunggal, melainkan tindak pidana penganiayaan.
Namun, permintaan pencabutan laporan tersebut ditolak dengan alasan proses sedang berjalan.
Keluarga kemudian mendesak agar kasus diselesaikan dalam satu minggu.
Hasil penyelidikan dari Unit Laka Lantas kemudian menyimpulkan bahwa Bayu mengalami kecelakaan tunggal dan proses pengusutan dihentikan.
Ajukan Laporan Pidana Penganiayaan
Keluarga kemudian fokus pada dugaan tindak pidana penganiayaan dengan membuat laporan pada 7 September 2024.
Empat bulan kemudian, kata Adenala, belum ada perkembangan berarti mengungkap pemicu kematian Bayu.
Keluarga baru menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan/Penyidikan atau SP2HP pada 18 Desember.
Dalam SP2HP itu, yang salinan diperoleh Floresa, Polres Manggarai Barat menyampaikan bahwa laporan polisi tertanggal 7 September 2024 itu “sedang dalam penyelidikan.”
SP2HP tersebut juga menginformasikan polisi telah memeriksa delapan saksi dan akan melakukan pemanggilan dan pemeriksaan saksi lain, termasuk dokter yang melakukan perawatan selama di Rumah Sakit Siloam Labuan Bajo.
Keluarga, kata Adenala, menyesalkan belum dilakukannya pemeriksaan terhadap dokter serta lambannya pemeriksaan saksi.
Dua minggu sebelum Natal, keluarga mendatangi Unit Reskrim Polres Manggarai Barat untuk mengetahui perkembangan kasus dan menanyakan pemeriksaan CCTV, sampel darah di helm dan motor Bayu.
Jawaban yang diterima, kata dia, selalu sama, bahwa kendala utama adalah pemeriksaan dokter.
“Jawaban ini selalu berulang. Mereka sampaikan bahwa kami terkendala di dokter. Info soal dokter tersebut saya sudah terima sejak September,” ujarnya.
Keluarga, kata Adenala, berkomitmen untuk terus mencari kebenaran di balik peristiwa kematian Bayu.
“Sekarang kita sedang berkomunikasi dengan beberapa pendamping hukum, untuk bisa mendampingi proses kami. Semoga bisa terungkap,” katanya.
Dihubungi Floresa, Kasat Reskrim Polres Manggarai Barat, AKP Lufthi Darmawan tidak merespons pertanyaan soal perkembangan pengusutan kasus ini.
Ia hanya membaca pesan yang dikirimkan via WhatsApp-nya pada 7 Januari.
Editor: Petrus Dabu