Polisi di Manggarai Timur yang Aniaya Pelajar SMA karena Hamili Putrinya Dipenjara Lima Bulan

Proses hukum dalam kasus persetubuhan terhadap anak anggota polisi tersebut masih berlangsung

Floresa.co – Pengadilan Negeri Ruteng memvonis penjara seorang polisi di Manggarai Timur yang menganiaya seorang pelajar karena menghamili putrinya.

Majelis hakim menyatakan, polisi berinisial MCS tersebut “terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan sebagaimana didakwakan penuntut umum.”

Penuntut umum mendakwa MCS melanggar pasal 351 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang tindak pidana penganiayaan biasa, dengan ancaman pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.

Dalam putusannya, majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama lima bulan kepada MCS.

Hakim kemudian “memerintahkan agar terdakwa ditahan,” tulis putusan yang dikutip Floresa.

Putusan itu dibacakan pada 27 Februari, namun Floresa baru mendapat informasinya pada pekan ini.

Persidangan kasus ini berlangsung sejak 30 Januari.

Bersamaan dengan itu, Pengadilan Negeri Ruteng juga menggelar persidangan untuk kasus persetubuhan terhadap putri polisi itu, dengan terdakwa seorang pelajar sebuah SMA swasta di Borong, ibu kota Kabupaten Manggarai Timur. 

Putrinya yang juga pelajar di sekolah yang sama kini sudah melahirkan seorang anak.

Dalam persidangan, MCS mengajukan permohonan keringanan hukuman dengan alasan perlu menafkahi putrinya yang baru melahirkan beserta cucunya. 

MCS juga mengakui tindakannya menganiaya pelajar itu karena emosi setelah mengetahui anaknya hamil. 

Meskipun demikian, majelis hakim menegaskan penganiayaan itu tetap tidak dapat dibenarkan secara hukum.

Majelis hakim dalam amar putusannya mempertimbangkan faktor yang memberatkan dan meringankan MCS. 

Faktor yang memberatkan termasuk korban yang mengalami luka dan terdakwa merupakan seorang polisi. 

Sementara faktor yang meringankan antara lain terdakwa adalah tulang punggung keluarga, perlu mengasuh anaknya yang baru melahirkan tanpa seorang ayah, serta bersikap jujur dan mengakui perbuatannya.

Persidangan kasus persetubuhan kini bergulir secara tertutup karena merupakan tindak pidana oleh anak.

Tahapannya masih pada pembuktian dengan pemeriksaan saksi-saksi. 

Pada 10 Maret, terdakwa menghadirkan tiga saksi, yakni dua teman sekolah sekaligus teman kos serta satu anggota keluarganya.

Berbicara kepada Floresa pada 11 Maret, Fitalis Burhan, kuasa hukum terdakwa berkata kedua teman kliennya “menerangkan hubungan pacaran antara terdakwa dan korban yang terjadi di kos serta di sekolah.” 

Sementara saksi dari keluarga menerangkan “adanya upaya damai” dalam kasus persetubuhan ini, yang diinisiasi seseorang yang berdomisili di Wae Reca, Borong.

Fitalis berharap keterangan para saksi dapat menjadi pertimbangan majelis hakim “meringankan tanggung jawab hukum yang akan diterima oleh terdakwa.” 

Pembacaan putusan kasus ini, kata Fitalis “kemungkinan pertengahan April 2025.”

Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak, persetubuhan terhadap anak di bawah umur dikategorikan sebagai tindak pidana.

Polres Manggarai Timur menggunakan Pasal 81 ayat [1] dan 76D undang-undang tersebut untuk menjerat pelajar itu. Ancaman hukuman untuk pasal 81 ayat [1] adalah 9 tahun penjara, sementara pasal 76D antara lima hingga 15 tahun.

Pelajar itu ditangkap pada 11 September 2024 dan langsung jadi tersangka.

Proses penetapan tersangkanya sempat diprotes keluarga melalui praperadilan yang digelar pada 4-11 November 2024. Gugatan terkait beberapa kejanggalan dalam proses penangkapan dan penahanan.

“Faktanya, penyidik baru menerbitkan surat penangkapan dan penahanan pada 14 September, padahal klien saya sudah ditangkap sejak 11 September,” ujar Fitalis Burhan pada November tahun lalu.

Fitalis sempat mengklaim, selain oleh MCS, penganiayaan “berlanjut di dalam tahanan, dilakukan oleh lima polisi setelah lampu dalam ruangan dimatikan.” 

Namun, Kapolres Manggarai Timur, AKBP Suryanto membantah, menyatakan “kekerasan hanya dilakukan oleh ayah korban dalam perjalanan menuju Polres.”

“Jangankan satu, empat polisi pun kalau melakukan penganiayaan, pasti saya hukum,” katanya pada November.

MCS menjadi tersangka pada 11 Oktober 2024 dan berkas perkaranya dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Manggarai pada 30 Oktober.

Merespons vonis MCS, AKBP Suryanto berkata kepada Floresa pada 9 Maret, ia bersimpati dengan anggotanya itu.

Namun, ia  “tidak akan menoleransi pelanggaran hukum, termasuk jika dilakukan oleh anggota kepolisian.”

“Saya tegas orangnya, kalau ada yang bersalah pasti saya hukum,” katanya.  

Editor: Petrus Dabu

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik mendukung kami, Anda bisa memberi kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di Grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini atau di Channel WhatsApp dengan klik di sini.

BACA JUGA

TERKINI

BANYAK DIBACA