Floresa.co – Wanita Korea yang dipaksa menjadi budak seks untuk tentara Jepang selama Perang Dunia II telah diundang untuk Misa yang akan dirayakan oleh Paus Fransiskus di Seoul pada Agustus mendatang.
Sebagaimana dilansir Ucanews.com, Selasa (1/7/2014), undangan itu muncul pada saat hubungan yang tegang di antara Jepang dan Korea Selatan atas pernyataan Tokyo baru-baru ini bahwa tidak ada bukti yang kuat tentang perempuan Korea yang dipaksa melayani seks bagi tentara Jepang.
“Kami telah mengundang para korban untuk Misa demi perdamaian dan rekonsiliasi,” ujar juru bicara panitia kunjungan paus, yang tidak ingin menyebutkan namanya.
Paus akan merayakan Misa pada 18 Agustus di Katedral Myeongdong, Seoul. Namun, jumlah wanita tersebut belum diketahui, semua telah berusia lanjut, dan mereka akan hadir, katanya.
Undangan itu dilakukan setelah kunjungan Paus ke Korea Selatan pada 14-18 Agustus diumumkan pada Maret lalu.
“Kami akan menginformasikan kepada Bapa Suci mengenai partisipasi mereka dalam Misa,” katanya.
Paus Fransiskus diharapkan dapat memberikan pesan kepada para wanita penghibur tersebut selama Misa, namun ia belum memutuskan apakah ia akan memiliki kesempatan untuk berbicara dengan mereka, tambah sumber itu.
Korea Selatan menyatakan “penyesalan mendalam” dan memanggil Duta Besar untuk Jepang pekan lalu untuk memprotes pernyataan Tokyo baru-baru ini untuk mengkaji ulang permintaan maaf kepada wanita penghibur.
Tahun 1993, Kono yang menjabat sebagai sekretaris kabinet mengeluarkan permintaan maaf Jepang terhadap Jugun Ianfu (wanita penghibur) asal Korsel. Kono saat itu mengatakan kedua negara bekerja sama menyangkut permintaan maaf kepada Jugun Ianfu.
Peninjauan ulang permintaan maaf tersebut membuat Seoul marah, namun Tokyo menegaskan tidak ada saksi yang membuktikan bahwa wanita Korea dipaksa untuk melayani sebagai budak seks.
Sekitar 200.000 perempuan, terutama dari Korea, juga Cina, Taiwan, dan Indonesia, dipaksa menjadi budak seks bagi tentara kekaisaran Jepang yang menyerbu seluruh Asia sebelum dan selama Perang Dunia II.
Seoul menuduh Jepang berupaya menghapus sejarah mengenai wanita yang dipaksa untuk menghibur prajurit Jepang.