Floresa.co – Sebanyak 16 dari 22 kabupaten/kota di Nusa Tenggara Timur (NTT) mulai dilanda kekeringan dan kemungkinan terancam rawan pangan akibat El Nino.
El Nino, seperti bisa dibaca di moklim.sains.lapan.go.id, merupakan gejala alam di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur, yakni memanasnya suhu permukaan laut di wilayah tersebut. El Nino dianggap sebagai faktor pengganggu dari sirkulasi monsun yang berlangsung di Indonesia, pengaruhnya sangat terasa, yakni timbulnya bencana kekeringan yang meluas.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah NTT Tini Thadeus ketika dihubungi di Kupang, Senin (8/9), membenarkan ke-16 kabupaten tersebut mengalami dampak kekeringan dan ancaman rawan pangan level tertinggi.
“Kekeringan dan rawan pangan pada 16 kabupaten tersebut masuk dalam kategori ancaman level tertinggi yang perlu mendapat perhatian serius untuk mengambil langkah-langkah penanggulangannya,” katanya ketika ditanya soal dampak El Nino di NTT.
Ia menguraikan kabupaten-kabupaten di NTT yang masuk dalam level tertinggi ancaman El Nino adalah Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Belu, dan Malaka di daratan Pulau Timor bagian barat, juga Kabupaten Sumba Timur, Sumba Barat, Sumba Tengah, Sumba Barat Daya di Pulau Sumba, Ende, Sikka, Flores Timur di Pulau Flores, serta Lembata, dan Kabupaten Alor.
Sejumlah daerah di NTT yang selama ini dikenal sebagai lumbung pangan seperti Ngada, Nagekeo, Manggarai Timur, Manggarai, dan Manggarai Barat di Pulau Flores, masuk dalam ancaman level ringan.
Thadeus mengatakan dampak El Nino tersebut berpeluang menciptakan bencana rawan pangan yang akan memicu kenaikan harga kebutuhan pokok masyarakat seperti beras, dan lain-lain.
Ia menambahkan dalam menghadapi ancaman El Nino ini, pemerintahan Gubernur Frans Lebu Raya telah mengambil langkah-langkah antisipatif dengan menyiapkan tangki air untuk mendistribusikan air bagi masyarakat yang berada di sentra-sentra produksi pertanian.
Selain itu, pemerintah kabupaten yang wilayahnya terkena dampak El Nino diminta untuk merancang anggaran khusus dalam APBD masing-masing agar dengan mudah melakukan intervensi dalam mengambil kebijakan unuk kepentingan masyarakat.
“Intervensi anggaran daerah harus tersedia agar mudah dimanfaatkan pemerintah dalam menghadapi ancaman El Nino,” katanya dan menambahkan pemerintah provinsi juga sudah mengajukan anggaran tambahan ke Jakarta untuk mengantisipasi bencana rawan pangan akibat El Nino.
Secara terpisah, Kabid Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan (BKP2) NTT Silvya Peku Djawang mengatakan stok pangan masyarakat saat ini masih cukup untuk empat bulan ke depan.
Stok beras saat ini mencapai 205.520 ton yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat sampai empat bulan ke depan. Kebutuhan beras sebulan hanya mencapai 46.709 ton.
Sementara untuk jagung, stok yang tersedia saat ini mencapai 104.419 ton dengan rata-rata kebutuhan 8.222 ton maka dapat mencukupi untuk 12,7 bulan ke depan.
“Untuk stok pangan yang ada masih cukup tersedia, sehingga kemungkinan adanya gangguan rawan pangan akibat El Nino, misalnya, masih bisa ditanggulangi,” kata Silvya Peku Djawang. (Antara)