ReportasePeristiwaWarga Suku Ara, Matim Menanti Penyelesaian Kasus Tanah di Lehong

Warga Suku Ara, Matim Menanti Penyelesaian Kasus Tanah di Lehong

Borong, Floresa.co – Kelompok suku Ara, salah satu suku di Desa Gurung Liwut, Kecamatan Borong, Kabupaten Manggarai Timur (Matim), Nusa Tenggara Timur (NTT) sampai saat ini masih menanti penyelesaian kasus tanah di Lehong yang sedang ditangani oleh Kepolisian Sektor (Polsek) Borong.

Tanah itu letaknya sekitar 5 kilometer di sebelah utara kota Borong. Sebagiannya telah dijadikan areal perkantoran kabupaten Matim, sedangkan yang sampai saat ini masih dalam polemik adalah bagian di luar wilayah perkantoran.

Willy Laras, perwakilan dari kelompok suku tersebut mengatakan kepada Floresa.co, Jumat, 21 April 2016, polemik itu terjadi lantaran ada perebutan antara Suku Ara dan beberapa warga Kampung Paka, salah satu kampung di Desa Gurung Liwut.

Bila ditarik dari sejarah, ungkap Willy, tanah tersebut adalah tanah ulayat kelompok Suku Ara. Maka, warga Kampung Paka tidak berhak atas tanah tersebut. Apalagi, mereka adalah pendatang.

“Lehong adalah tahan ulayat suku Ara. Dalam istilah Manggarai, itu yang dinamakan “Lingko’n peang agu gendang’n one”, jelasnya.

Maka, klaim kepemilikan oleh warga Kampung Paka atas tanah tersebut, demikian Willy, dinilai tidak logis.

Namun, tuturnya, polemik itu semakin rumit lantaran beberapa warga Paka tersebut telah memiliki sertifikat atas tanah tersebut.

“Mereka memiliki sertifikat atas tanah tersebut”, keluhnya.

Tetapi, klaim kepemilikan sertifikat tersebut, jelasnya, patut dipertanyakan, selain karena faktor sejarah juga tidak ada transaksi penjualantanah tersebut kepada warga Paka oleh Suku Ara.

“Mereka memiliki sertifikat, tapi pertanyaannya, apakah sertifikat itu sah atau tidak”, tuturnya.

Terkait dengan sertifikat, kelompok Suku Ara telah meminta jajaran Polsek Borong memanggil pemilik sertifikat tersebut. Tapi, sampai saat ini, permintaan mereka tidak juga diindahkan.

“Kami sudah meminta, tapi polisi mengatakan bahwa tidak ada dasar hukum pemilik sertifikat tersebut dipanggil,” terangnya.

Untuk mengantisipasi terjadinya persoalan yang lebih rumit, rencananya, Suku Ara akan menyurati Dinas Pertanahan Matim agar tidak lagi menerbitkan sertifikat atas tanah tersebut.

“Kami akan menyurati Dinas Pertanahan dengan tembusan Komnas HAM”, sahutnya.

Ia pun meminta supaya Pemkab Matim, khususnya aparat yang berwenang bersikap tegas atas polemik yang tengah terjadi supaya memberikan keadilan dan kepastian kepada masyarakat Suku Ara.

“Kami minta supaya suara kami didengar dan hak kami dikembalikan”, tutupnya. (Arr/ARL/Floresa).

DUKUNG KAMI

Terima kasih telah membaca artikel kami.

Floresa adalah media independen. Setiap laporan kami lahir dari kerja keras rekan-rekan reporter dan editor yang terus berupaya merawat komitmen agar jurnalisme melayani kepentingan publik.

Kami menggalang dukungan publik, bagian dari cara untuk terus bertahan dan menjaga independensi.

Cara salurkan bantuan bisa dicek pada tautan ini: https://floresa.co/dukung-kami

Terima kasih untuk kawan-kawan yang telah mendukung kami.

Gabung juga di Grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini atau di Channel WhatsApp dengan klik di sini.

BACA JUGA

spot_img

TERKINI

BANYAK DIBACA