Floresa.co – Kelompok Studi Tentang Desa (KESA) menggelar sosialisasi terkait Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dalam agenda tur akademik mereka ke Desa Wejang Mali, Kecamatan Poco Ranaka Timur, Kabupaten Manggarai Timur, Selasa, 11 Juli 2017.
Seluruh perangkat desa berpartisipasi dalam kegiatan ini.
Rolan Erasmus, ketua KESA dalam kata sambutan pembuka menyatakan rasa terima kasih kepada seluruh perangkat desa yang telah menerima mereka untuk berbagi pengetahuan tentang BUMDes.
“Kehadiran kami di desa ini tentu untuk berbagi pengetahuan. Kami lihat, di sepanjang jalan menuju Wejang Mali begitu banyak kopi yang tumbuh di pinggir jalan. Kopi ini tentunya peluang untuk pertumbuhan ekonomi,” katanya.
“Untuk itu, BUMDes menjadi salah satu jawaban untuk kegiatan ekonomi di tingkat desa” jelas Rolan.
Dalam sesi diskusi, materi BUMDes dibawakan oleh dua orang, yakni Evan Lahur dan Dessy Ngare.
Dalam penjelasan awal, Dessy memaparkan defenisi BUMDes secara detail. “BUMDes adalah usaha desa yang dibentuk/didirikan oleh pemerintah desa yang kepemilikan modal dan pengelolaannya dilakukan oleh pemerintah desa dan masyarakat,” katanya.
“Adapun jenis usaha desa berupa pelayanan ekonomi desa, hasil pertanian serta industri dan kerajinan rakyat,” jelas Dessy, anggota KESA yang juga mahasiswi Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta.
Sementara itu, Evan menjelaskan beberapa tipe pembentukan BUMDes, yang terdiri dari empat tipe inisiatif.
Pertama, kata dia, rekognisi, artinya pemerintah daerah mengakui entitas desa atau dalam hal ini pemerintah mengakui lembaga-lembaga ekonomi yang ada di desa, sehingga pemerintah tidak perlu membentuk lembaga baru lagi.
“Selain rekognisi ada emansipasi artinya desa secara mandiri bangkit bergerak untuk berperan menggerakan ekonomi lokal yang ada,” kata Evan.
Ia menambahkan, terdapat pula tipe ketiga, yaitu fasilitasi. “Artinya ada pihak ketiga yang memfasilitasi pembentukan lembaga ekonomi.”
Tipe keempat, menurutnya, tipe intervensi, di mana pemerintah bersama pihak ketiga melakukan kemitraan untuk membentuk BUMDes yang kemudian langsung diterapkan di desa.
“Untuk keempat tipe ini, saya akan kembalikan ke pemerintah desa Wejang Mali, apakah ingin menggunakan tipe pertama, kedua, ketiga atau keempat. Tentunya setiap tipe memiliki dampak yang berbeda-beda,” jelasnya.
“Sekarang tinggal pemerintah mau memposisikan diri pada tipe yang mana. Untuk selanjutnya, mendirikan BUMDes sesuai mekanisme pembentukan BUMDes yang tertuang dalam pasal 5 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010 Tentang BUMDes,” lanjut Evan, mahasiswa pasca sarjana Ilmu Pemerintahan Desa STPMD “APMD” Yogyakarta ini.
Kepala Desa Wejang Mali, Paulus Jemui dalam sesi diskusi menyatakan rasa syukurnya atas kehadiran KESA.
“Saya harus akui jika selama ini kami Desa Wejang Mali tertidur pulas. Kehadiran KESA membangunkan kami dari tidur pulas,” katanya.
“Kami memiliki banyak kopi namun tidak dikembangkan dengan baik. Kehadiran tengkulak begitu memberatkan kami, namun mau bagaimana lagi, sehingga saya harus katakan BUMDes harus dimasukan dalam poin RPJMDes tahun depan,” tambahnya.
Untuk itu, jelas Paulus, dirinya mengajak seluruh perangkat desa yang hadir untuk siap—siap membahas bersama BUMDes ini.
Selain membawakan materi tentang BUMDes, KESA juga berkesempatan menjelaskan materi tentang pemberdayaan masyarakat. Fandry Riandu dan Tessa Tarang menjadi pemateri untuk topik ini.
Di desa ini, sebagaimana dilakukan di Desa Compang Wesang, Kecamatan Poco Ranaka pada tur sebelumnya 6 Juli lalu, KESA juga menginisiasi pembentukan taman baca yang diperuntukan bagi murid SD, SMP dan SMA.
BACA: KESA Kembali Turun ke Sejumlah Desa di Manggarai Raya
“Seperti di Desa Compang Wesang sebelumnya, kehadiran kami juga ingin menyebarkan virus literasi kepada adik-adik di setiap desa yang kami kunjungi,” kata ketua panitia tur akademik KESA Edisi III Tahun 2017 ini.
Setelah kegiatan di desa Wejang Mali, rencanannya KESA akan melanjukan kegiatan di Desa Gulung, Kecamatan Satar Mese Utara, Kabupaten Manggarai. (ARL/Floresa)