Ruteng, Floresa.co – Aksi damai dalam rangka memperingati Hari Anti Korupsi Sedunia digelar puluhan aktivis Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Ruteng, Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT) di depan kantor Kepolisian Resort (Polres) Manggarai, Sabtu, 9 Desember 2017 siang, berakhir ricuh.
Polisi yang awalnya mengamankan jalannya aksi tiba-tiba menyerang orator di atas mobil komando dan sejumlah anggota secara membabi buta.
Saat itu, Presidium Gerakan Kemasyarakatan PMKRI, Servas Jemorang tengah berorasi di atas mobil komando. Ia mendesak Polres Manggarai untuk menyediakan kesempatan dialog antara mahasiswa dengan pimpinan lembaga tersebut terkait penanganan sejumlah kasus dugaan korupsi di Kabupaten Manggarai dan Manggarai Timur (Matim).
Sayangnya, Polres melalui Kepala Satuan Pembinaan Masyarakat, AKP Agus Janggu tak memenuhi permintaan tersebut. Ia beralasan, Kapolres Manggarai AKBP Marselis Sarimin Karong dan Wakapolres Kompol Tri Joko Biantoro tak berada di tempat.
Selain mengangkat sejumlah kasus dugaan korupsi, PMKRI juga mendesak agar lembaga itu memberikan klarifikasi atas berbagai dugaan pemerasan yang dilakukan oknum polisi lalu lintas yang disampaikan masyarakat kepada PMKRI selama ini.
“Kalau Kapolres dan Wakapolres tak ada di tempat, kami minta Kasat Lantas untuk hadir di sini. Kami harus mendapatkan klarifikasi terkait berbagai dugaan pungli berkedok tilang yang disampaikan masyarakat,” ujar Servas.
Orasi yang disampaikan berapi-api itu disambut dengan teriakan para mahasiswa.
Ia terus mendesak sambil berkata, “Kalau tidak diklarifikasi, maka jangan salahkan kami dan masyarakat jika menilai polisi melakukan pungutan liar.”
Ia terus menyampaikan orasi dengan membeberkan berbagai dugaan pungli tersebut. Modusnya, oknum polisi memberikan surat tilang yang di dalamnya dicantumkan nomor rekening yang bukan rekening resmi untuk pembayaran denda tilang.
“Ini indikasi yang mesti diklarifikasi oleh Kasat Lantas,” ujar Servas.
Beberapa anggota polisi yang tampak tersinggung mulai memprovokasi dan mengintimidasi peserta aksi.
Seorang polisi berpakaian preman tiba-tiba membentak Servas dan rekannya yang masih berorasi. Ia pun menarik kabel microfon lalu mencekik dan meninju Servas dan rekannya.
Aksi tersebut diikuti pula oleh sekitar lima orang anggota polisi termasuk dari Satuan Lalu Lintas.
Mereka menyerang dua mahasiswa di atas mobil komando. Sementara polisi lainnya mengejar dan mencekik beberapa mahasiswa yang meneriakkan yel-yel.
Salah seorang polisi menyerang sambil mengancam, “Saya kasi patah kau punya leher nanti.”
Sedangkan seorang lagi berujar, “Kamu disuruh orang tua untuk kuliah, bukan untuk demo.” “Nanti kamu akan berurusan dengan polisi lagi kalau urus SKCK (Surat Keterangan Catatan Kepolisian-red),” ujar polisi lainnya.
Saat kericuhan itu, Wakapolres Kompol Tri Joko Biantoro yang sebelumnya disebutkan sedang berada di luar daerah, tiba-tiba muncul di tengah-tengah mahasiswa.
“Kalau mau sampaikan aspirasi, ya sampaikan saja. Jangan teriak-teriak,” ujarnya seakan-akan mau melayani mahasiswa.
Seorang mahasiswa pun nyeletuk, “Ah, tadi katanya Wakapolres tak ada di kantor. Kok sekarang tiba-tiba muncul. Makanya jangan sembunyi.”
Akibat penyerangan itu, leher dan wajah Servas memerah. Beberapa rekannya pun mengalami hal serupa. Meski diladeni aksi premanisme aparat, mahasiswa tak terpancing untuk melawan.
Mereka pun melanjutkan orasi di halaman kantor Bupati Manggarai dan kantor Kejaksaan Negeri Manggarai.
EYS/ARJ/Floresa.