Floresa.co – Usai mengunjungi Labuan Bajo, NTT belum lama ini, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif [Menparekraf] Sandiaga Salahuddin Uno membagikan beberapa video dan foto di akun media sosialnya terkait pengembangan bisnis pariwisata di Hutan Bowosie.
Salah satunya adalah sebuah video di mana dia menampilkan diri sedang berdiri di puncak Hutan Bowosie sambil menyaksikan melalui teropong pesawat yang sedang mendarat di Bandara Internasional Komodo di Labuan Bajo.
“Keren banget, guys! Sensasi tersendiri!” kata Sandi.
Di unggahan tersebut Sandi menulis tentang idenya mengembangkan “Atraksi Wisata Baru Melihat Pesawat Mendarat”.
“Inilah ide wisata unik yang saya dapatkan saat mengajak Menteri Kesehatan Singapura, Mr @Ongyekung meninjau Parapuar View Point, Labuan Bajo kemarin”, tulis Sandi.
Atraksi Wisata Baru Melihat Pesawat Mendarat 🛬
Inilah ide wisata unik yang saya dapatkan saat mengajak Menteri Kesehatan Singapura, Mr. Ong Ye Kung meninjau Parapuar View Point, Labuan Bajo sabtu lalu. pic.twitter.com/MXI7hE2wY5
— Sandiaga Salahuddin Uno (@sandiuno) October 31, 2022
Parapuar adalah nama baru yang diberikan oleh Kemenparekraf dan Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores (BPO-LBF) terhadap 400 hektar Hutan Bowosie di puncak kota Labuan Bajo yang dialihfungsi oleh Presiden Joko Widodo melalui Perpres 32/1018.
“Parapuar” diambil dari dari Bahasa Manggarai, para yang berarti pintu dan puar yang berarti hutan.
“Di spot ini kami akan membuka peluang usaha baru untuk masyarakat. Kami akan bangun berbagai usaha pariwisata & ekonomi kreatif seperti penginapan hingga rumah makan. Dipastikan lapangan kerja baru tercipta,” tulis Sandi dalam unggahan tersebut.
Video Menteri Sandiaga Uno tersebut menjadi viral setelah diunggah kembali oleh akun kolektif pegiat konservasi dan pariwisata berkelanjutan @kawanbaikkomodo.
Akun kolektif yang kerap menyampaikan protes atas buruknya tata kelola konservasi dan pariwisata di Manggarai Barat itu mempertanyakan klaim Sandi bahwa “di spot ini kami akan membuka peluang usaha baru untuk masyarakat” dan “kami akan bangun berbagai usaha pariwisata dan ekonomi kreatif.”
Selain bertanya siapakah “kami” yang diklaim Sandi, akun itu bertanya; “Mengapa para ‘kami’ harus merombak hutan di puncak kota untuk membangun bisnis mereka?”
Akun itu juga mengajak publik memperhatikan video tersebut yang menggambarkan bagaimana Hutan Bowosie dibabat.
“Pada video terlihat jelas, lokasi hutan yg dirombak untuk ‘atraksi wisata baru melihat pesawat mendarat’ ini terletak di sebelah atas pemukiman kota Labuan Bajo. Sejak dulu hutan ini adalah pelindung kota dari banjir. Dan juga sumber belasan mata air,” tulis akun itu.
View this post on Instagram
Unggahan itu memicu berbagai komentar dari pengguna Instagram.
“Hanya mau lihat pesawat mendarat harus tebang hutan berhektar-hektar,” tulis @flores_octopus dengan emoticon tertawa nyinyir.
@Ignasiusjuru menyebut apa yang dipromosikan Menteri Sandiaga adalah sesuatu yang “konyol.”
“Konyol… hutan diubah hanya untuk tontonan tidak berfaedah seperti ini. Pantes Indonesia mundur. Level menterinya melakukan hal-hal yang tidak mendasar seperti ini. Shame on you,” tulisnya.
@doni_parera menambahkan:“Daya tarik dengan hancurkan hutan? Pergi dan jangan rusak alami kami.”
“Party time…party time. Fiks! Yang dia lihat dari teropongnya adalah pesta uang projectnya berhasil. Dia nggak nengok ke belakang (hutan) dan juga bawah (pemukiman penduduk)” tulis @rianggita.
@wisudantoangga menulis,“Sesungguhnya yang dia teropong itu adalah cuan. Oligarki itu layaknya serigala berbulu domba.”
Menteri Sandiaga mengunjungi Labuan Bajo dan lokasi Parapuar pada 29 Oktober 2022.
Dalam kunjungan itu, ia didampingi Direktur BPO-LBF, Shana Fatinah dan Deputi Bidang Industri dan Investasi Kemenparekraf, Henky Hotma Parlindungan Manurung – yang kemudian meninggal dunia pada Minggu, 6 November – dan Menteri Kesehatan Singapura Ong Ye Kung.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Ong Ye Kung menyatakan Indonesia memiliki banyak kekayaan alam dan budaya yang bisa ditawarkan dan dikembangkan menjadi paket wisata yang kuat dan berkualitas, demi menarik lebih banyak wisatawan dunia.
“Saya sangat berharap Menparekraf dan tim bisa mengembangkan Labuan Bajo sebagai top class in the world. Menurut saya Labuan Bajo itu sangat unik,” ungkapnya.
Sejak diperkenalkan pada 2018, proyek pariwisata pemerintah di Hutan Bowosie telah menuai kritikan dari warga dan berbagai pegiat masyarakat sipil di Labuan Bajo.
Selain karena pemerintah melalui BPO-LBF mendapat karpet merah untuk mengusai kawasan hutan itu dengan memberikannya kepada para investor, elemen sipil juga mendesak pemerintah untuk menyelesaikan konflik agraria dengan sejumlah kelompok masyarakat yang juga ikut mengklaim sebagian dari wilayah hutan itu sebagai tanah ulayat mereka.
Bahkan, di sebagian pinggiran lahan 400 hektar yang diklaim BPO-LBF itu, masih ada warga yang mendudukinya dan bercocok tanam di sana.
Di sisi lain, kelompok pemerhati lingkungan khawatir bahwa alih fungsi kawasan hutan itu akan menjadi bom waktu bagi masalah lingkungan di Labuan Bajo dan sekitarnya.
Dalam sebuah wawancara dengan Floresa.co, Sisilia Jemana, Kepala Divisi Komunikasi Publik BPO-LBF mengatakan, pada prinsipnya pembangunan yang mereka lakukan di kawasan Bowosie mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 32 tahun 2018, yang menetapkan lahan 400 hektar itu di dalam kewenangan mereka.
“Jadi, bukan kami yang menentukan bahwa Bowosie itu kami [yang] akan bangun. Tidak! Kami sudah diamanatkan. Inti amanatnya [adalah] membangun di atas lahan itu dengan mengikuti semua prosedur yang ada,” katanya dalam wawancara pada 18 Oktober.
Sisilia tidak menjawab pertanyaan Floresa.co terkait tanggapannya atas kekhawatiran berbagai elemen tentang masalah ekologi yang akan muncul dengan alih fungsi hutan itu.
Proyek alih fungsi hutan untuk bisnis wisata di puncak kota Labuan Bajo ini berlangsung di tengah terus bertumbuhnya kota itu sebagai salah satu destinasi pariwisata andalan di Indonesia.
Kehancuran hutan dikhawatirkan menyebabkan banjir di musim hujan dan kekeringan di musim panas serta merusak citra Labuan Bajo sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan.