ReportasePeristiwaRespons Kasus Kekerasan, AJI Bentuk Forum Koordinasi Keselamatan Jurnalis di NTT

Respons Kasus Kekerasan, AJI Bentuk Forum Koordinasi Keselamatan Jurnalis di NTT

Data AJI Indonesia menunjukan tren peningkatan kekerasan terhadap jurnalis. Sejak Januari hingga November, tercatat 73 kasus kekerasan, meningkat dari 62 kasus pada tahun lalu.

Floresa.co – Aliansi Jurnalis Independen [AJI] Indonesia dalam kolaborasi dengan AJI Kota Kupang membentuk sebuah forum koordinasi untuk membantu para jurnalis di Nusa Tenggara Timur [NTT] yang menghadapi kekerasan.

Forum Koordinasi Keselamatan Jurnalis yang melibatkan sejumlah organisasi masyarakat sipil lokal dibentuk di Kupang pertengahan bulan ini, demikian menurut pernyataan pers AJI Indonesia.

Erick Tanjung, Ketua Bidang Advokasi AJI Indonesia mengatakan, terbentuknya forum ini “menjadi salah satu upaya gerak bersama meminimalisasi ancaman dan serangan kekerasan terhadap jurnalis.”

Data AJI Indonesia menunjukan tren peningkatan kekerasan terhadap jurnalis.

Sejak Januari hingga November, tercatat 73 kasus kekerasan, meningkat dari 62 kasus pada tahun lalu.

Sebagian dari kasus ini terjadi di NTT, termasuk yang menimpa jurnalis Floresa  di Labuan Bajo pada Maret 2023 usai menulis laporan berjudul “Presiden Jokowi Resmikan Jalan di Labuan Bajo yang Dibangun Tanpa Ganti Rugi untuk Warga”.

Jurnalis itu mendapat intimidasi dari anggota TNI yang memaksa untuk bertemu di rumah atau kantor redaksinya, hingga terjadi peretasan akun WhatsApp jurnalis dan situs Floresa.

Kasus lain adalah intimidasi sejumlah Jurnalis di Kabupaten Belu usai membetikan masalah judi di wilayah tersebut.

AJI juga menyebut intimidasi terhadap jurnalis Tribun Flores oleh polisi usai memberitakan kasus penghadangan mobil Kapolres Nagekeo oleh sejumlah yang dituding sedang mabuk minuman keras.

“Permasalahan jurnalis di NTT ini, merupakan bagian dari minimnya perlindungan terhadap kerja jurnalis dan peran berbagai pihak untuk dapat menyelesaikan setiap sengketa jurnalis,” kata Erick.

Ia menjelaskan jurnalis rentan menjadi target kekerasan karena peran sebagai alat kontrol sosial.

Hal ini, kata dia, menyebabkan banyak pihak berupaya membungkam aktivitas jurnalis untuk berhenti bersikap kritis.

Pembungkaman terhadap jurnalis, tambah Erick, dilakukan dengan berbagai cara, seperti  kekerasan fisik, pelarangan liputan, perusakan alat dan penghapusan data liputan, teror dan intimidasi, serangan digital, serta kekerasan berbasis gender.

Ia mengatakan, pembentukan forum keselamat jurnalis di NTT merupakan upaya “mendorong berbagai pihak dalam pemberian perlindungan dan keselamatan terhadap jurnalis saat meliput,” termasuk saat menjelang pemilu 2024.

Sementara Djemi Amnifu, Ketua AJI Kota Kupang mengatakan forum ini akan “melakukan advokasi atau dukungan bagi teman jurnalis yang mengalami kekerasan.”

DUKUNG KAMI

Terima kasih telah membaca artikel kami.

Floresa adalah media independen. Setiap laporan kami lahir dari kerja keras rekan-rekan reporter dan editor yang terus berupaya merawat komitmen agar jurnalisme melayani kepentingan publik.

Kami menggalang dukungan publik, bagian dari cara untuk terus bertahan dan menjaga independensi.

Cara salurkan bantuan bisa dicek pada tautan ini: https://floresa.co/dukung-kami

Terima kasih untuk kawan-kawan yang telah mendukung kami.

Gabung juga di Grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini atau di Channel WhatsApp dengan klik di sini.

BACA JUGA

spot_img

TERKINI

BANYAK DIBACA