Kritisi Wacana Pungut Iuran Pariwisata dari Tiket Pesawat, Pelaku Usaha Sebut Kontradiktif dengan Upaya Tingkatkan Kunjungan Wisatawan

Bila diterapkan, kata mereka, kebijakan ini akan mengerek harga tiket pesawat sehingga berpotensi mengurangi minat wisatawan melancong di berbagai destinasi wisata

Floresa.co – Rencana pemerintah meluncurkan dana pariwisata berkelanjutan [Indonesia Tourism Fund] dengan memungut iuran dari setiap tiket pesawat yang dibeli masyarakat menuai penolakan.

Wacana kebijakan ini terungkap dari surat undangan rapat dengan kop Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi [Kemenko Marves] tertanggal 20 April. 

Dalam surat yang ditujukan ke sejumlah Kementerian dan Lembaga itu, rapat berlangsung di Kantor Kemenko Marves pada 24 April, dengan agenda “pengenaan iuran pariwisata melalui tiket penerbangan.”

Surat itu kemudian tersebar luas di media sosial.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahudin Uno mengkonfirmasi kebenaran surat tersebut.

“Memang ada rapat koordinasi pembahasan untuk rencana dana pariwisata berkelanjutan,” ujar Sandiga dalam acara The Weekly Brief with Sandi Uno pada 22 April.

Kontradiktif 

Ketua Association of the Indonesian Tours & Travel Agencies [ASITA] NTT, Abeda Frans berkata kepada Floresa pada 25 April, kalau benar kebijakan itu diterapkan “sangat disesalkan.”

Kebijakan ini, menurutnya, tidak sejalan dengan upaya berbagai pihak, baik pemerintah sendiri maupun pelaku industri pariwisata untuk meningkatkan kunjungan wisatawan, baik domestik maupun mancanegara ke semua destinasi wisata, termasuk di NTT.

“Kalau komponen iuran pariwisata ditambah ke tiket, apakah itu bukan hal yang kontradiktif?” ujar Frans.

Harga tiket pesawat, kata dia, otomatis naik bila iuran pariwisata ini masuk dalam komponen tiket. 

“Kalau seandainya pungutan itu mungkin dari sumber lain, dari pajak misalnya, mungkin okelah. Tetapi kalau dari salah satu variabel yang memiliki korelasi erat dengan destinasi, wisatawan pasti akan berpikir-pikir [untuk melancong], karena antara penerbangan dengan wisatawan sangat erat kaitanya,” ujar Frans.

Asita, kata dia, belum pernah diajak pemerintah untuk membahas rencana kebijakan ini. 

“Ujug-ujug kita dapat ini [rencana kebijakan],” ujarnya.

Kunjungan wisatawan terutama wisatawan mancanegara ke Indonesia masih lebih rendah dari pra pandemi Covid-19. 

Mengutip data Badan Pusat Statistik, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara pada 2023 baru mencapai 11,6 juta kunjungan.

Padahal, pada 2019 – sebelum pandemi – jumlah kunjungan mencapai 16,1 juta kunjungan. 

Tahun ini, katanya, pemerintah mengharapkan jumlah kunjungan wisman kembali ke level pra pandemi itu.

Kinan Akua, seorang pemandu wisata di Labuan Bajo mengatakan “tamu yang datang ke Labuan Bajo selalu mengeluh harga tiket pesawat mahal.”

Bila kebijakan iuran pariwisata dari tiket pesawat diterapkan, katanya, harga tiket tentu bertambah mahal.

“Jangan membebani tamu untuk biaya tambahan harga tiket pesawat ini,” ujarnya.

Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra mengatakan, bila kebijakan pungutan iuran pariwisata melalui tiket pesawat ini benar diter apkan, harga tiket pesawat akan naik.

“Ya, pastinya harga tiket jadi naik dan yang terkena dampak penumpang, sementara maskapai hanya jadi alat lewatnya dana itu,” ujar Irfan.

Irfan berkata, Garuda Indonesia belum pernah diajak pemerintah membahas rencana kebijakan ini.

Meski demikian, ia dengan tegas menolak kebijakan ini. 

“Saya sih sangat tidak setuju bila ini dijalankan. Sebaiknya pengumpulan dana itu menggunakan mekanisme terbuka dan langsung,” ujarnya.

Masih Dikaji

Menjawab pertanyaan wartawan dalam acara The Weekly Brief with Sandi Uno pada 22 April, Menteri Sandiga Uno berkata, rencana kebijakan ini masih dikaji pemerintah.

Ia mengakui saat ini masyarakat masih mengeluhkan mahalnya harga tiket pesawat. 

“Oleh karena itu, kita tidak akan menambah beban, tetapi kita lagi mengkaji beberapa opsi untuk pengumpulan dana kepariwisataan dan belum ada keputusan,” ujarnya.

Dana pariwisata berkelanjutan, kata Sandiaga, antara lain digunakan untuk mendukung promosi pariwisata Indonesia.

Dana awalnya, kata dia, akan menjadi dana abadi yang sumber awalnya dari anggaran negara.

Petrus Dabu, Anjany Podangsa dan Mikael Jonaldi  berkontribusi untuk laporan ini

Editor: Ryan Dagur

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

BACA JUGA

BANYAK DIBACA