Floresa.co – Sikap Polres Sikka-Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang mengulur-ulur waktu dalam menangani perkara tindak pidana perdagangan orang dan kekerasan seksual yang dialami oleh 10 orang anak asal Timor dengan pelaku pemilik Toko Roti Kaigi di Maumere, diduga karena polisi menjadikan tersangka sebagai “mesin ATM”.
Hal ini diungkapkan oleh Pastor Otto Gusti Madung SVD, Dosen Sekolah Tinggi Filsafat Katolik (STFK) Ledalero yang turut serta dalam aksi protes Tim Relawan Kemanusiaan Untuk Floresa (Truk-F) dan sejumlah organisasi lain di Polres Sikka, Senin (2/2/2015).
Menurutnya, suami istri pemilik toko sudah ditetapkan sebagai tersangka, tapi sampai sekarang belum ditangkap.
“Ada dugaan polisi jadikan tersangka sebagai mesin ATM,” kata Pastor Otto kepada Floresa.co.
Istilah menjadikan tersangka sebagai mesin ATM merujuk pada upaya polisi memeras para tersangka, dengan tujuan agar bisa selamat dari kasus yang menjerat mereka.
Dugaan ini, kata Pastor Otto, dipicu oleh fakta di mana tersangka bisa melarikan diri ke Timor dan menurut informasi, mereka sudah mempengaruhi orangtua anak-anak korban perbudakan dan pelecehan seksual.
“Dalam satu dua hari ini, kami akan lihat respons polisi. Kalau mereka tidak bergerak, kami akan membawa massa lebih banyak lagi,” tegas Pastor Otto. (ARS/Floresa)