Floresa.co – Upaya perusahaan daerah milik Kabupaten Manggarai menagih piutang macet senilai hampir tujuh miliar kepada lebih dari seratus debitur belum membuahkan hasil maksimal.
Sumber Floresa di internal PT Manggarai Multi Investasi [MMI] berkata, hingga pertengahan Agustus 2024, total piutang yang berhasil ditagih baru Rp50 juta.
Jumlah ini setara dengan 0,71% dari total piutang macet PT MMI senilai Rp6,97 miliar pada 107 debitur.
Sumber itu – yang berbicara kepada Floresa pada 16 Agustus dan menolak mengungkapkan namanya ke publik dengan alasan bukan direksi – berkata, jumlah piutang tertagih itu belum termasuk yang dilakukan di era almarhum Maksimus Man.
Maksimus menjabat sebagai pelaksana tugas PT MMI sejak 2021, setelah Yustinus Mahu mengundurkan diri pada 27 Juli 2021. Maksimus yang juga merangkap sebagai direktur keuangan meninggal pada April 2024.
Posisinya sebagai pelaksana tugas direktur utama kemudian diganti oleh Fansy Aldus Jahang, Sekretaris Daerah Kabupaten Manggarai yang juga merangkap sebagai Komisaris PT MMI.
Sumber itu berkata, staf PT MMI memang gencar melakukan penagihan setelah skandal perusahaan itu diselidiki Kejaksaan Negeri Manggarai.
Saban hari pada jam kerja, katanya, PT MMI menugaskan karyawan mendatangi para debitur, termasuk debitur kakap.
Dalam catatan Floresa, ada 16 debitur yang memiliki nilai kewajiban di atas Rp100 juta, bahkan dua debitur di atas Rp1 miliar.
Sumber itu berkata, para karyawan yang ditugaskan membawa serta surat penagihan dan surat pernyataan.
Sementara surat penagihan sebagai perintah tugas untuk menagih, surat pernyataan berisi komitmen kesediaan debitur melunasi utang, misalnya dalam jangka waktu enam bulan.
Surat pernyataan ini, kata sumber itu, merupakan inisiatif PT MMI yang bertujuan mempercepat pelunasan.
“Selama proses penagihan, ada sebagian debitur mencicil piutangnya, tidak langsung melunasi,” ujarnya.
Nilai nominal cicilan itu bervariasi, antara Rp1 juta hingga Rp5 juta.
Ia berkata, ada pula dari debitur yang belum membayar sama sekali, tetapi sudah membuat surat pernyataan dan berjanji segera melunasi kewajibannya.
Namun, ada juga debitur yang menyangkal memiliki kewajiban ke PT MMI, meski tak merinci nama debitur dimaksud.
Untuk debitur yang membayar, katanya, dilakukan dengan transfer melalui rekening PT MMI di Bank NTT.
Selama proses penagihan, kata sumber itu, kendala yang umumnya dialami adalah debitur tidak ada di tempat. Ada juga debitur yang sengaja menghindar dari penagihan.
Bahkan, beberapa karyawan pernah mengejar salah satu debitur sampai ke Pota di Manggarai Timur karena diduga menghindar.
Piutang ini, tambah dia, umumnya merupakan pembelian barang yang belum dibayarkan.
Sesuai anggaran dasar perusahaan, PT MMI berusaha dalam bidang perdagangan barang dan jasa, seperti perdagangan pupuk, bahan bangunan, pipa, kopi, bibit, gula, alat tulis kantor dan lainnya.
Fansy Aldus Jahang enggan menjawab Floresa ketika ditanya soal perkembangan penagihan piutang macet tersebut.
“Kalau itu sabar dulu ya, jangan dulu omong sekarang. Kita omong yang lain saja,” katanya usai upacara bendera HUT ke-79 RI di Stadion Golo Dukal pada 17 Agustus.
Sehari sebelumnya juga Floresa berusaha menemui Fansy di kantornya. Namun, melalui ajudannya, ia mengatakan belum bisa menerima tamu.
Fansy juga merupakan salah satu dari 107 debitur PT MMI. Ia diketahui memiliki kewajiban yang belum dibayar sebesar Rp222 juta per akhir 2022. Jumlah tersebut meningkat dari Rp122 juta pada akhir 2021.
Selain Fansy, beberapa pengurus baik direksi maupun komisaris PT MMI juga tercatat memiliki kewajiban.
Di jajaran komisaris, Monika Ambang tercatat memiliki utang sebesar Rp150 juta. Pada 19 April, ia menjelaskan kepada Floresa bahwa, itu bukan merupakan utang, tetapi pengembalian atas modal disetor miliknya di PT MMI.
Pengembalian modal disetor ini hanya disampaikan ke direksi, tidak dilakukan melalui Rapat Umum Pemegang Saham.
Para direksi PT MMI juga tercatat memiliki kewajiban di perusahaan itu.
Yustinus Mahu, sebagai direktur utama, tercatat memiliki utang Rp890.365.788 per akhir Desember 2022.
Demikian juga Maksimus Man dan Maksimilianus Haryatman, masing-masing memiliki utang di PT MMI Rp100.757.630 dan Rp182.231.000.
Selain pengurus PT MMI, beberapa pihak luar perusahaan juga tercatat sebagai debitur dengan jumlah yang bervariasi dari Rp700.000 hingga lebih dari Rp1 miliar.
Beberapa debitur dengan nilai kewajiban lebih dari Rp100 juta adalah Ardy Tampo Rp121.100.000; Kons Janggat Rp190.327.763; Budi Janggat Rp153.871.580; Oce Mbakun Rp123.630.188; Rudy Wiguna Rp423.636.000; CV. Karya Pratama/Ferdi Wanggung Rp129.690.354, Marten Radom Rp124.865.000, Paulus Budiman Rp175.300.000 dan Sony Darung Rp137.673.136.
Ada dua debitur dengan utang lebih dari satu miliar, yakni CV. Anak Muria Rp1.078.494.560 dan CV. Patrada Rp1.419.777.328.
Laporan kontributor Berto Davids
Editor: Petrus Dabu