Terminal Nggorang di Manggarai Barat; Dibangun dengan Dana Rp9 Miliar, Mubazir Sewindu Sejak Dikelola Pemprov NTT

Pemerintah menuding pemicunya karena tidak ada mobil travel yang singgah di terminal

Floresa.co – Sewindu semenjak dikelola Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur [Pemprov NTT], sebuah terminal di Kabupaten Manggarai Barat terbengkalai, bangunannya pun kini mubazir.

Terminal Nggorang di Kecamatan Komodo tersebut dibangun Pemerintah Kabupaten [Pemkab] Manggarai Barat pada 2006. 

Menghabiskan anggaran Rp9 miliar, terminal itu berdiri di atas lahan sat hektare lebih, berjarak sekitar 15 kilometer ke arah timur dari Labuan Bajo.

Terminal itu sempat dikelola Pemkab selama satu dekade. 

Pada 2016, pengelolaan dialihkan ke Pemprov, dua tahun pasca terbitnya Undang-Undang [UU] Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

UU tersebut antara lain mengatur pembagian kewenangan antara Pemkab dan Pemprov, termasuk soal terminal.

Adrianus Gunawan, Kepala Dinas Perhubungan Manggarai Barat berkata, terminal itu bertipe B, yang melayani angkutan antarkota dalam provinsi, termasuk angkutan dalam kabupaten.

Mengacu pada UU tersebut, pengelolaan terminal tipe B menjadi kewenangan Pemprov.

Unit Pelaksana Teknis Daerah [UPTD] Pengelola Prasarana Teknis Perhubungan Wilayah IV berbasis Ruteng merupakan lembaga Pemprov yang mengelola terminal itu, selain dua terminal lain di Manggarai dan Ngada.

Kristianus Soni Teme, Pelaksana Tugas Kepala UPTD itu mengaku setiap hari menempatkan tiga petugas di Terminal Nggorang. 

Setiap angkutan umum yang singgah di terminal wajib membayar retribusi Rp3.500 yang disiapkan petugas, katanya.

“Terminalnya beroperasi,” katanya, “tetapi tidak ada kendaraan yang masuk untuk menurunkan dan menaikkan penumpang di sana.”

Dengan anggaran Rp9 miliar, terminal yang berdiri di atas lahan seluas lebih dari satu hektare dibangun Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat pada 2006. (Dokumentasi Floresa)

Bagaimana Kondisinya?

Pernyataan Kristianus soal terminal yang serupa dengan pantauan Floresa saat meninjuanya pada 30 Agustus.

Tak ada satu pun angkutan umum yang keluar masuk terminal.

Namun, yang berkebalikan dengan pernyataan Kristianus adalah petugas yang berjaga di sana. Tak seorang pun petugas yang terlihat.

Ia kemudian mengklaim para petugas sementara dialihkan untuk mengawasi dua unit kapal milik Pemprov di Pelabuhan Waterfront Marina, Labuan Bajo.

Pengalihan tugas itu terjadi “karena petugas pengawas kapal sedang cuti,” katanya.

Daerah sekitar terminal itu kini ditumbuhi semak setinggi kira-kira satu meter.

Pada sudut yang lain tampak aneka umbi-umbian, termasuk singkong dan ubi jalar, tumbuh berdekatan dengan pisang, alpukat, pepaya, kelapa dan pohon berkayu.

Sementara tembok di dua sisinya sudah roboh dan berlubang di sana-sini, dengan dinding bangunan yang banyak coretan.

Kristianus mengaku “terminal ini memang tidak terawat karena tidak ada anggaran pemeliharaan dari Pemprov.”

Ia mengklaim telah mengusulkan anggaran pemeliharaan karena  “membutuhkan perhatian khusus dari pemerintah.”

Perawatan Terminal Nggorang “akan mendukung Labuan Bajo sebagai destinasi super premium,” katanya.

Kristianus berkata, Terminal Nggorang juga tidak disinggahi angkutan umum lantaran tak ditopang terminal tipe C atau terminal kota di Labuan Bajo dan sekitarnya.

Terminal tipe C merupakan titik bagi angkutan kota untuk menjemput dan mengantar penumpang dari dan ke Terminal Nggorang sebagai “terminal luar kota.”

“Semestinya penumpang yang mau berangkat menunggu angkutan di terminal kota. Mereka diantar oleh angkutan kota ke terminal luar kota,” katanya.

Dengan begitu, “angkutan kota punya pendapatan dan penumpangnya terlayani.”

Plafon di Terminal Nggorang yang sudah rusak. (Dokumentasi Floresa)

Salahkan Mobil Travel Liar

Adrianus Gunawan menyatakan semula alasan pembangunan Terminal Nggorang lantaran banyak kendaraan umum dari Bajawa, Kabupaten Ngada dan Ruteng, Kabupaten Manggarai mengangkut penumpang dari dan ke Labuan Bajo.

Selama dikelola pemerintah kabupaten, “setiap tahun ada pendapatan asli daerah dari terminal itu.”

Kristianus melempar kesalahan terhadap mobil pribadi yang kini dijadikan angkutan travel dan berseliweran.

Ia menyebut mobil travel itu “liar” karena tak jelas izin trayeknya. Mereka biasanya langsung mengantar penumpang ke Labuan Bajo.

Di sisi lain, beberapa usaha mobil travel berizin “sudah tak lagi beroperasi.” 

Sebagian pagar tembok yang mengelilingi Terminal Nggorang sudah rubuh. (Dokumentasi Floresa)

Menurut Adrianus, hanya mobil travel yang bernaung di bawah PT Gunung Mas yang kini mengantongi izin usaha angkutan umum dari dan ke Labuan Bajo. Armada itu juga memiliki “jadwal yang teratur dan bertiket.”

Gunung Mas membayar retribusi, katanya, namun memilih mengantar langsung penumpang ke Labuan Bajo karena Terminal Nggorang sepi.

Kristianus mengaku “telah berupaya memberikan sosialisasi dan edukasi” bagi para sopir travel agar segera mengurus izin usaha angkutan. 

Izin, katanya, “sangat penting karena terkait jaminan keselamatan penumpang,” termasuk skema ganti rugi bila mengalami kecelakaan.

Namun, “hingga kini belum ada sopir yang mengurus izin usaha angkutan.”

“Kami tak bisa paksa, hanya bisa menunggu mereka datang dan akan kami layani,” katanya.

Penertiban mobil travel, katanya, “dapat membantu mengurai kesemrawutan di Manggarai Barat.”

Editor: Anastasia Ika

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

TERKINI

BANYAK DIBACA

BACA JUGA