Cegah Pilkada Curang, Bawaslu Kabupaten Lembata Gelar Sosialisasi Pengawasan Partisipatif yang Libatkan Komunitas Difabel

Pemilih kelompok disabilitas dalam pilkada 2024 berjumlah 1.260 orang dari total daftar pemilih tetap sebanyak 105.806 warga.

Floresa.co- Pengawasan partisipatif diperlukan untuk mempersempit praktik kecurangan dalam pemilihan kepala daerah, kata pengamat. 

Meski demikian, tugas dan wewenang pengawasan partisipatif tidak bisa hanya dijalankan Badan Pengawas Pemilu [Bawaslu] Kabupaten Lembata, merujuk amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Alih-alih melibatkan Bawaslu Lembata, pengawasan partisipatif “wajib menyertakan masyarakat” mengingat “kesadaran mengoreksi dan mengkritik proses pilkada tumbuh secara organik dan kolektif dalam komunitas sosial.”

Hal ini disampaikan Direktur Nimo Tafa, Emanuel Krova, dalam kegiatan bertajuk “Sosialisasi Pengawasan Pemilihan Secara Partisipatif” di olympic ballroom kota Lewoleba, pada 20 November.

Dalam bahasa Lamaholot yang mencakup Kabupaten Flores Timur, Alor, dan Lembata, frasa nimo tafa berarti “bertumbuh sendiri.” 

Kegiatan sosialisasi itu diselenggarakan oleh Bawaslu Lembata, merujuk pada peraturan pengawas pemilihan umum Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pengawasan Partisipatif.

Dalam ayat 2 butir 2 dijelaskan pengawasan partisipatif diselenggarakan sebagai pendidikan politik, kepemiluan, dan kelembagaan pengawas Pemilu bagi masyarakat.

Hadir dalam kegiatan itu warga dari lingkungan St. Fransiskus Waikomo,  Kelurahan Lewoleba Barat; anggota Komunitas Bonsai Lembata; anggota Komunitas Satuan Karya [saka] Bhayangkara Pramuka; tokoh agama; para jurnalis; dan sahabat difabel.

Eman-sapaannya-mengatakan pemilu di Kabupaten Lembata perlu mendapat atensi semua pihak, sekaligus mendorong warga untuk terlibat “mengawasi potensi kecurangan sebelum dan pascapemilihan kepala daerah pada 27 November.”

“Kecurangan pilkada ditandai fenomena transaksi politik uang, korupsi, dan transaksional lainnya yang terlihat menjelang hari-H,” kata Eman kepada Floresa

Lebih lanjut Eman mengatakan pengawasan partisipatif mengakar pada kesadaran masyarakat sebagai warga negara yang melihat potensi kecurangan pilkada dapat merusak tatanan kehidupan sosial. 

Keterlibatan aktif itu, menurutnya, dapat dilakukan dengan tindakan mendukung ataupun menggugat proses dan hasil pilkada.

“Pengawasan yang partisipatif berarti mendorong kesadaran untuk gerak keluar melihat fakta-fakta kecurangan secara objektif dan penuh kesadaran,” katanya. 

“Untuk mewujudkan pilkada yang bersih tentu berasaskan pada pemilihan yang jujur, bersih, rahasia, jujur, dan adil,” kata Eman.

Menurut Eman, pengawasan partisipatif bertujuan meningkatkan kualitas demokrasi, memastikan hak politik masyarakat Lembata terlindungi, bebas dari penyelenggaraan pilkada yang kotor dan curang, serta sebagai instrumen penentu pemimpin politik.

“Evaluasi pemimpin adalah juga wujud dari pengawasan yang partisipatif dari masyarakat,” kata Eman.

Sementara itu staf Bawaslu Lembata, Yanuarius Uran Koban berkata, sosialisasi dibuat dalam konteks membantu lembaganya menjalankan pengawasan partisipatif yang melibatkan masyarakat.

Uran-sapaannya-mengatakan keterlibatan masyarakat dalam pengawasan partisipatif diwujudkan dengan, antara lain, melapor jika ada paslon dan kelompok tertentu diduga melakukan kecurangan selama proses pilkada.

“Kalau ditemukan dugaan praktik politik uang, silakan masyarakat menyampaikan ke Bawaslu Lembata,” kata Uran.

Serangan politik uang, menurut Uran, dikategorikan ke dalam pidana pemilu yang penanganannya melibatkan Bawaslu, kepolisian, dan kejaksaan. 

Tindak pidana politik uang diatur dalam Pasal 523 ayat [1] sampai dengan ayat [3] Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang dibagi dalam tiga kategori yakni pada saat kampanye, masa tenang dan saat pemungutan suara. 

“Kelompok yang menangani persoalan pidana pemilu dinamakan gabungan sentra penegakkan hukum terpadu [Gakkumdu],” kata Uran.

Kegiatan sosialisasi ini juga, menurut Uran, bertujuan untuk mencegah pemilih yang tidak mau memilih atau golongan putih [golput]. 

Menurut Ketua Komunitas Tuli Lembata, Eugenius Kosmas Lam, keterlibatan kelompok difabel dalam forum pengawasan partisipatif terjadi sejak tahun 2019.  

Pada saat itu, kata Lam-sapaannya-anggota komunitas difabel berpartisipasi dalam kegiatan pengawasan sebelum akhirnya pada 2021 terbentuk komunitas Tuli Lembata yang bernaung di bawah Forum Difabel Lembata.

“Sejak 2022, komunitas kami selalu dilibatkan terutama dalam kegiatan penguatan dan pemahaman tentang hak politik, sosialisasi, pelatihan, dan terlibat dalam segmen disabilitas untuk pendataan, perekrutan anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara [KKPS] difabel,” kata Lam kepada Floresa.

Manfaat mengikuti kegiatan pengawasan partisipatif, menurut Lam, supaya lebih memahami dan bisa memengaruhi masyarakat untuk menghargai keterbatasan kaum difabel.

“Berjuang dalam komunitas ini seperti belajar memahami keterbatasan kami dan hak-hak kami sebagai manusia,” kata Lam.

“Kami lebih banyak paham dan bisa mempengaruhi masyarakat untuk menghargai keterbatasan kami,” kata Lam.

Menurut data Bawaslu, total pemilih dari kelompok disabilitas dalam pilkada 2024 berjumlah 1.260 orang. 

Jumlah ini ditotalkan dari sembilan kecamatan, yang terdiri atas Kecamatan Nubatukan 246 orang, Kecamatan Ile Ape 245 orang, Kecamatan Ile Ape Timur 92 orang, Kecamatan Lebatukan 159 orang, Kecamatan Omesuri 270 orang, Kecamatan Buyasuri 21 orang, Kecamatan Atadei 110 orang, Kecamatan Nagawutung 36 orang, dan Kecamatan Wulandoni 81 orang. 

Sementara, total keseluruhan pemilih yang berpartisipasi dalam pemilihan kepala daerah pada 27 November mendatang berjumlah 105.806 orang. 

Pemilih terbanyak dari Kecamatan Nubatukan dengan total pemilih 29.453 dari 18 desa. Disusul 16.806 orang dari 20 desa di Kecamatan Buyasuri, 14.857  orang dari 22 desa di Kecamatan Omesuri, serta 10.607 orang dari 17 desa di Kecamatan Ile Ape.

Sementara, Kecamatan Nagawutung mencatatkan 7.979 pemilih dari 18 desa, Kecamatan Lebatukan dengan 7.832 orang dari 17 desa, Kecamatan Wulandoni dengan 7.331 pemilih dari 15 desa, Kecamatan Atadei dengan 6.169 pemilih dari 15 desa, dan sebanyak 4.77 pemilih dari sembilan desa di Kecamatan Ile Ape Timur.

“Tidak disarankan untuk golput,” kata Uran, “sehingga saya mendorong masyarakat yang hadir untuk mengajak keluarga, saudara, dan kenalan dimana untuk berpartisipasi dalam pilkada pada 27 November mendatang.”

Editor: Petrus Dabu

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

BACA JUGA

BANYAK DIBACA