Ukurannya Dianggap Tidak Sesuai Sosialisasi, Warga Protes Pembangunan Jalan untuk Persiapan ASEAN Summit di Labuan Bajo

Jalan dengan panjang 25 kilometer itu akan menjadi penghubung ke Kawasan Ekonomi Khusus [KEK] di Tana Mori, ke arah selatan dari Labuan Bajo, yang direncanakan menjadi lokasi ASEAN Summit pada Februari 2023.

Floresa.co – Proyek pembangunan jalan di Kabupaten Manggarai Barat, NTT dalam rangka persiapan ASEAN Summit mendapat protes dari warga setempat lantaran ukuran Ruang Milik Jalan [Rumija] yang berbeda di salah satu bagian, bertentangan dengan informasi saat sosialisasi awal.

Jalan dengan panjang 25 kilometer itu akan menjadi penghubung ke Kawasan Ekonomi Khusus [KEK] di Tana Mori, ke arah selatan dari Labuan Bajo, yang direncanakan menjadi lokasi ASEAN Summit pada Februari 2023.

Victor Frumentius, seorang warga Kampung Cumbi, Desa Warloka yang kampungnya dilalui jalan itu mengajukan protes lantaran salah satu bagian jalan itu yakni di Gorontalo, tepatnya sekitar 500 meter dari persimpangan Hotel Jayakarta sampai lokasi tambak milik warga, ukuran Rumija hanya 12 meter.

Itu berbeda dengan dari tambak itu menuju Tana Mori, termasuk di Cumbi, yang ukuran Rumijanya 23 meter, sehingga membawa banyak dampak bagi warga, seperti lahan dan rumah-rumah yang digusur dan dipindahkan.

“Kita sangat kecewa. Kita sudah serahkan tanah dan biarkan rumah dibongkar demi pembangunan jalan itu, sementara di Gorontalo jalannya sangat kecil. Ini tidak adil,” kata Victor kepada Floresa.co baru-baru ini.

Ia mengatakan, hal itu bertentangan dengan informasi yang mereka terima saat sosialisasi pembangunan jalan itu pada awal tahun ini.

“Kata Bupati [Edistasius] Endi waktu sosialisasi, ukurannya  23 meter. Dan katanya, 23 meter itu sesuai Peraturan Presiden. Tapi, di Gorontalo, ukurannya kecil. Itu sesuai peraturan yang disosialisasikan?” tanya Victor.

Peraturan Presiden [Perpres] yang disinggung Victor adalah Perpress Nomo 116 Tahun 2021 tentang Percepatan Pelaksanaan Pembangunan Infrastruktur untuk Mendukung Penyelenggaraan Acara Internasional di Provinsi Bali, Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Provinsi Nusa Tenggara Barat, dan Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Dari isi Perpres itu yang diakses Floresa.co, sebetulnya tidak menyinggung secara rinci lebar jalan itu. Yang disinggung, antara lain, hanya terkait penugasan kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk pembangunan infrastruktur persiapan ASEAN Summit.

Protes serupa juga disampaikan oleh Muhamad Saleh [42], warga Nanga Nae, RT 04/RW02, Dusun Nanga Nae, Desa Tanggar, yang rumahnya terdampak pembangunan jalan tersebut.

“Dalam sosialisasi yang dihadiri Bupati dan Wakil Bupati, ukuran jalan 23 meter. Mengapa di Gorontalo ukurannya kecil?” katanya kepada Floresa.co.

Ia menjelaskan, dalam kesempatan sosialisasi itu warga sebenarnya meminta agar ukuran jalan itu hanya 17 meter.

Namun, katanya, pemerintah menolaknya karena harus sesuai dengan peraturan presiden.

“Kita sudah tawarkan 17 meter, dengan alasan supaya dampaknya kecil, tapi mereka tidak mau. Akhirnya kita tawar 18 meter, mereka tetap tidak mau. Kita tawar lagi 20 meter, tapi mereka tidak mau. Mereka tetap patok 23 meter,” katanya.

Ia mengatakan, setelah kini melihat kondisi jalan di Gorontalo, ia kecewa.

“[Di pinggir] jalan [di Gorontalo] itu sudah dibangun got. Kita tanya ke keluarga di sana, kenapa ukuran [jalan] di sini kecil, sementara di Nanga Nae ukuran besar? Mereka jawab ‘karena kalian tidak protes, kalian terima saja’” katanya.

Ini adalah kondisi jalan di Nanga Nae, yang lebar Rumaji-nya dipatok 23 meter. (Foto: Jefry Dain/Floresa.co)

Siti Sumiati [45], warga Nanga Nae lainnya yang dikonfirmasi Floresa.co Rabu, 2 November 2022 membenarkan bahwa dalam sosialisasi warga terpaksa sepakat untuk menyerahkan tanah.

Ia mengatakan, rumah panggung miliknya juga ikut dipindahkan demi pembangunan jalan tersebut dan mendapat ganti rugi Rp 4 juta.

Ia mengatakan, setelah melihat ukuran jalan di Gorontalo yang lebih kecil, sebagai bentuk protes, ia memutuskan untuk memagari tanah di depan rumahnya yang sudah dipatok pemerintah.

“Saya tidak mau serahkan tanah sesuai ukuran mereka 23 meter. Saya sudah serahkan sebagian di depan rumah ini untuk pembangunan jalan, kok di Gorontalo lebar jalannya itu lebih kecil dibandingkan di Nanga Nae?” tanya Siti.

Apalagi, kata dia, ada dugaan praktik kolusi dalam pemberian uang kompensasi pemindahan rumah panggung warga.

Ia menjelaskan, terdapat 49 rumah panggung di Nanga Nae yang dipindahkan untuk pembangunan jalan tersebut dan uang kompensasinya berbeda-beda.

“Ada yang terima lebih besar dari kesepakatan dalam sosialisasi itu, bukan hanya Rp. 4.000.000. Ada yang lebih dari itu,” katanya.

Sementara itu, Warsiman, salah satu pekerja di Perusahaan Konstruksi BUMN Wijaya Karya, kontraktor jalan itu mengatakan tidak mengetahui alasan perbedaan lebar jalan tersebur.

Ia mengatakan kepada Floresa.co bahwa memang dari persimpangan Hotel Jayakarta lebarnya hanya 12 meter, mengikuti jalan yang lama.

Ia pun menyarankan agar menanyakan alasan tersebut kepada Dinas Pekerjaan Umum.

Floresa.co sudah berupaya menemui Bupati Manggarai Barat, Edistasius Endi untuk mengonfirmasi cerita warga terkait informasi dalam sosialisasi awal pembangunan jalan tersebut. Namun, ia tidak berhasil ditemui di kantornya.

Pembangunan jalan ini merupakan program dari Kementerian PUPR, dengan total anggaran Rp. 407,4 miliar.

Dalam pernyataan resminya, kementerian itu mengatakan pembangunan jalan itu  untuk memperlancar konektivitas Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) Labuan Bajo sekaligus dalam rangka persiapan pertemuan anggota organisasi negara-negara Asia Tenggara atau ASEAN Summit pada Februari 2023.

Disebutkan juga dalam pernyataan itu bahwa jalan ini yang dimulai dikerjakan pada Januari 2022 memiliki lebar 7 meter, 2 lajur, 2 arah dan 23 meter ROW sesuai standar internasional. ROW atau Right of Way, istilah yang diterjemahkan sebagai Rumija dalam Bahasa Indonesia.

Pengerjaannya dibagi menjadi 5 segmen, berupa pembangunan dan peningkatan 25 km jalan dan empat jembatan sepanjang 175 meter.

Segmen satu adalah peningkatan struktur Jalan Labuan Bajo – Simpang Nalis [6.15 km] serta Jembatan Nanganae dan Jembatan Wae Mburak; segmen dua pembangunan Jalan Simpang Nalis – Simpang Kenari [6.50 km]; segmen tiga pembangunan Jalan Simpang Kenari – Warloka [5.10 km] dan Jembatan Wae Kenari; segmen empat pembangunan Jalan Warloka – Simpang Tana Mori [4.25 km]  dan pembangunan Jembatan Soknar; dan segmen 5 peningkatan Jalan Simpang Tana Mori menuju Desa Golomori [3 km].

Jalan di Gorontalo dan Nanga Nae masuk ke dalam segmen Labuan Bajo-Nalis, sementara Cumbi ada di segmen Simpang Nalis – Simpang Kenari.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini