Floresa.co – Pelajar dan para guru SMA Katolik St. Arnoldus Mukun di Kecamatan Kota Komba Utara, Kabupaten Manggarai Timur menemukan limbah medis berserakan di daerah aliran Sungai Wae Mokel.
Seorang ahli limnologi – ilmu yang mempelajari tentang perairan darat – memperingatkan bahaya limbah medis itu terhadap biota perairan dan kesehatan manusia.
Erlan Darmo, Kepala SMA Katolik St. Arnoldus Mukun, mengatakan limbah medis itu adalah bagian dari belasan kilogram sampah anorganik yang ditemukan saat kegiatan pungut sampah pada Sabtu, 11 November.
Limbah medis, kata dia, antara lain jarum suntik bekas, botol obat-obatan dan kain kasa bekas pakai.
Selain limbah medis, kata Erlan, ada juga “popok bayi, pecahan piring dan gelas, dan banyak jenis lainnya.”
Ia mengatakan limbah medis tersebut kemudian dibawa ke Puskesmas Mukun.
“Kita tidak tahu, siapa yang buang limbah medis itu. Kami antar ke Puskesmas Mukun untuk diamankan,” katanya.
Sergius B.A.S Dura, Kepala Puskesmas Mukun, belum memberi tanggapan terkait temuan limbah medis tersebut.
Hingga berita ini terbit, ia belum membalas pesan yang dikirim melalui nomor WhatsApp-nya.
Erlan berharap kegiatan pembersihan sampah tersebut dapat menumbuhkan rasa cinta lingkungan di dalam diri siswa-siswi sekolah itu.
“Selain itu, kegiatan ini juga diharapkan bisa menyadarkan masyarakat agar tidak lagi membuang sampah di Sungai Wae Mokel,” katanya.
Ia menyebut Sungai Wae Mokel sebagai “sumber kehidupan” karena “selain untuk mengairi sawah, sungai ini juga digunakan oleh warga Mukun untuk mandi dan berekreasi.”
Sungai Wae Mokel dengan panjang sekitar 60-an kilometer, membentang dari Poco Nembu di Kecamatan Kota Komba Utara hingga Pantai Selatan Flores di Waelengga, Kecamatan Kota Komba. Sungai ini juga menjadi pembatas antara Kabupaten Manggarai Timur dan Kabupaten Ngada.
Di wilayah Mukun, Sungai Wae Mokel berjarak sekitar 300 meter arah utara permukiman dan sejumlah fasilitas publik seperti Puskesmas dan sekolah.
Limbah Medis Sangat Berbahaya Jika Dibuang Sembarang
Muchlisin Abidin, ahli limnologi mengatakan limbah medis mestinya tidak boleh dibuang ke perairan, tetapi ditampung untuk “treatment sebelum dibuang ke tempat sampah khusus.”
Jika dibuang ke sungai, kata dia, bisa mencemari perairan dan “membahayakan bagi biota dan masyarakat yang konsumsi biota perairan yang telah terkontaminasi, misalnya ikan.”
“Limbah medis kemungkinan besar telah terkontaminasi dengan berbagai virus atau bakteri yang sangat mungkin mengontaminasi biota perairan dan bertransmisi ke manusia yang mengonsumsinya,” katanya kepada Floresa pada 11 November.
Limbah medis, kata dosen Universitas Syiah Kuala, Aceh itu, “sangat mungkin mengandung logam berat dan zat-zat radioaktif.”
“Semua itu dapat terakumulasi terutama di sedimen perairan dan terserap ke tumbuhan air, misalnya alga dan fitoplankton dan akan masuk ke rantai makanan di perairan dan berakhir pada manusia yang mengonsumsi produk-produk perikanan yang terkontaminasi tersebut,” katanya.
Sementara itu, menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization [WHO] pengelolaan limbah medis yang buruk dapat memicu sejumlah bahaya.
Salah satunya adalah infeksi karena limbah medis biasanya mengandung patogen penyebab infeksi, yakni virus dan bakteri.
Limbah medis, kata WHO, seringkali menyebabkan infeksi saluran pernapasan serta meningkatkan risiko hepatitis A, B, atau C, hingga HIV dan AIDS.
Selain itu, limbah medis sering mengandung bahan kimia berbahaya yang jika tidak dibuang dengan tepat, bisa memicu keracunan.
Bahan kimia dalam limbah medis, menurut WHO, juga bisa meningkatkan risiko penyakit pernapasan atau kulit.
Bahaya lain adalah zat radioaktif yang bisa menyebabkan sakit kepala, pusing, mual dan muntah.
“Zat radioaktif juga bisa menyebabkan luka bakar pada kulit atau sindrom radiasi akut,” kata WHO.
“Zat ini juga bisa mengakibatkan efek kesehatan jangka panjang seperti kanker dan penyakit kardiovaskular. Jika tak segera tertangani, paparan zat radioaktif juga bisa menyebabkan kematian.”