Kadang Makan di Sumber Air karena Kelamaan Antre, Perjuangan Warga Congkar, Manggarai Timur demi Mendapat Air Minum

Warga berharap pemerintah peduli dengan kondisi mereka

Floresa.co – Saban hari Paulina Reni bangun subuh demi ‘memburu’ air di sebuah bak yang berjarak sekitar satu kilometer dari rumahnya.

Pukul 05.00 Wita, warga Kampung Jong, Desa Compang Watu, Kecamatan Congkar, Kabupaten Manggarai Timur itu menenteng jerigen dan ember, beranjak ke sumber air di belakang SDI Wae Ratun.

“Kalau kami terlambat bangun, maka di mata air itu sudah banyak orang,” kata perempuan 37 itu pada 29 September, sembari mengeringkan keringat usai menimba air. 

“Kami harus mengantre berjam-jam” menunggu giliran untuk menimba air di bak berukuran tiga kali empat meter itu. 

Paulina berkata kepada Floresa, mata air itu merupakan satu-satunya sumber air bagi warga Dusun Golo Ntere, yang mencakup empat kampung – Jong, Rida, Watu dan Golo Ntere.

“Kami berharap pemerintah memperhatikan nasib kami yang terus menderita,” katanya.

Albina Leseng, 40 tahun, warga Kampung Jong lainnya mengeluhkan hal yang sama.

Krisis air adalah “masalah yang terus diderita oleh warga di sini,” katanya. 

“Bukan hanya untuk minum, air untuk mandi dan keperluan lain juga sangat susah,” tambahnya.

Ia mengaku “sudah puluhan tahun warga merindukan air minum bersih dan antre sudah menjadi hal biasa bagi kami.”

“Biasanya kami bawa ubi saat antre biar tidak lapar. Ada juga yang bawa nasi,” katanya.

Menurut Albina, krisis air juga dialami warga Kampung Lale dan Cekang di dusun tetangga, Golo Sano. 

Mereka harus menimba air di mata air Muma yang berjarak sekitar dua kilometer dari kampung, katanya.

Marselus Rabung, warga Kampung Golo Ntere mengaku harus merogoh kocek untuk menyewa oto kol atau bus kayu mengangkut air dari sebuah kali di Desa Rana Mese, Kecamatan Congkar, khususnya ketika ada hajatan, seperti acara adat.

Dalam sekali angkut, biaya yang dikeluarkan bisa mencapai Rp500 ribu, katanya.

Ia mengaku rela mengeluarkan biaya itu karena “menimba air di kali tersebut tidak membutuhkan waktu yang lama dan airnya sangat jernih.”

Pada 2021, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang [PUPR] sempat memperluas Sistem Penyediaan Air Minum dengan membangun jaringan perpipaan di Watunggong, ibu kota Kecamatan Congkar. 

Dengan anggaran Rp2.026.250.000 yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus, proyek itu dikerjakan CV Karunia dengan CV Kukuh Abadi sebagai pengawas.

Proyek itu ditargetkan memberi manfaat bagi warga di Desa Golo Ngawan, Golo Pari, dan Buti. 

Desa Compang Watu tidak termasuk sebagai penerima manfaat karena setahun sebelumnya mememakarkan diri dari Desa Buti.  Saat ini, Desa Compang Watu masih dipimpin pejabat sementara kepala desa.

Di Desa Buti, tidak semua rumah mendapat air minum bersih. Hanya 26 dari 300an rumah yang mendapatnya.

Kepala Desa Buti, Alexius Bahrudin berkata, pihaknya “mengetahui dan selalu mendengarkan keluhan warga terkait persoalan air minum.”

Ia juga mengklaim telah menyampaikan keluhan itu dan meminta pembangunan jaringan perpipaan kepada Kepala Unit Pelaksana Tugas Daerah Badan Layanan Umum Daerah Sistem Penyediaan Air Minum , Fransiskus Y. Aga. 

Alexius berkata, Fransiskus memberitahunya bahwa pembangunan jaringan perpipaan itu bisa dilakukan jika pemerintah kabupaten melakukan penyertaan modal.   

“Untuk saat ini, belum ada anggaran khusus untuk pembangunan jaringan itu,” katanya menirukan ucapan Fransiskus.

Alexius berkata, krisis air minum bersih menghambat upaya pemerintah kabupaten dalam menurunkan angka stunting di desanya.

Ketersediaan air minum bersih yang memadai, katanya, merupakan salah satu syarat penting penurunan angka stunting. 

“Percuma kita gaungkan penurunan stunting kalau air minum bersih tidak sampai ke semua kampung di sini,” katanya kepada Floresa pada 30 September

Ia berharap pemerintah kabupaten memperhatikan dan menjawab keluhan warga, karena pengadaan air minum bersih menjadi prioritas di desanya. 

Dihubungi Floresa, Fransiskus Y. Aga berkata, pembangunan air minum bersih merupakan kewenangan Dinas PUPR, sementara “kami hanya pengelola.”

“Saya tidak bisa berikan pendapat terkait apakah ada kemungkinan pengembangan,” katanya. 

Floresa meminta tanggapan Ferdinandus Mbembok, Pelaksana Tugas Kepala Dinas PUPR Manggarai Timur terkait hal ini.

Namun hingga artikel ini dipublikasi, Ia tidak merespon pesan WhatsApp, kendati telah bercentang dua, tanda telah sampai kepadanya.

Editor: Herry Kabut

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

BACA JUGA

BANYAK DIBACA