Floresa.co – Seorang jurnalis di Surabaya, Jawa Timur kembali menagih upahnya yang dirampas manajemen CNN Indonesia usai ia menang telak melawan perusahaan media tersebut dalam perkara perselisihan hubungan industrial.
Kemenangan telak Miftah Faridl terjadi usai Mahkamah Agung menolak kasasi yang diajukan manajemen CNN Indonesia, media yang memotong upahnya secara sepihak.
Dalam pernyataan tertulis yang diterima Floresa pada 12 Agustus, Komite Advokasi Jurnalis (KAJ) Jawa Timur menyebut putusan ini menandai kekalahan telak “3-0” CNN Indonesia melawan pekerjanya.
Sebelumnya, manajemen media milik Chairul Tanjung — salah satu orang terkaya di Indonesia — kalah di level anjuran di Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kota Surabaya dan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) pada Pengadilan Negeri Surabaya.
Menurut KAJ, karena putusan MA tersebut berkekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak, maka tidak ada alasan lagi bagi CNN Indonesia untuk tidak membayar sisa upah Faridl dengan total sekitar Rp3 juta.
“Kemenangan ini absolut, paripurna. Seharusnya CNN Indonesia segera membayar upah klien kami,” kata Fatkhul Khair, pendamping hukum Miftah Faridl dari KAJ Jawa Timur.
Dalam pertimbangannya, hakim MA menyatakan putusan PHI pada Pengadilan Negeri Surabaya tidak bertentangan dengan hukum atau undang-undang.
Karena itu, majelis Hakim yang diketuai Agus Subroto itu memutuskan menolak permohonan kasasi PT Trans News Corpora, induk perusahaan CNN Indonesia.
Putusan tersebut ditandatangani pada 21 Juli, namun baru diunggah di website Direktori Putusan Mahkamah Agung pada 12 Agustus.
“Kemenangan ini patut disyukuri. Ini kemenangan pekerja, bukan sekadar pribadi saya. Ada banyak kawan saya di CNN Indonesia yang menolak pemotongan upah ini, namun tak kuasa melawan,” kata Miftah Faridl.
“Sekarang, saya kembali menagih ke manajemen CNN Indonesia untuk segera membayar upah saya yang mereka rampas. Bayar, bayar, bayar dan jangan terus-terusan mempermalukan diri sendiri,” tambahnya.
Manajemen CNN Indonesia memotong upah pekerjanya secara sepihak sebesar 13 persen pada Juni-Agustus 2024.
Faridl bersama sejumlah pekerja lainnya melawan kebijakan itu dengan mendirikan serikat pekerja Solidaritas Pekerja CNN Indonesia (SPCI) pada 27 Juli 2024.
Namun, SPCI diberangus dengan pemecatan para deklarator sesaat setelah pemberitahuan ke manajemen. Pemberangusan itu membuat anggota SPCI hanya menyisakan delapan orang, setelah sebelumnya 201 pekerja.
SPCI menilai pemberangusan itu sebagai sebuah paradoks karena perusahaan media yang kerap menyuarakan hak asasi manusia itu justru membungkam suara kritis dari dalam dan mengabaikan pemenuhan hak-hak para pekerjanya.
Sementara itu, tujuh anggota SPCI di Jakarta sedang mengikuti kasasi di Mahkamah Agung setelah sebelumnya manajemen CNN Indonesia menolak putusan PHI pada Pengadilan Jakarta Pusat yang menyatakan pemotongan upah dan PHK sepihak tidak sah.
SPCI juga melaporkan manajemen ke polisi atas dugaan tindak pidana union busting atau pemberangusan serikat pekerja.
Selain itu, mereka mengadukan manajemen ke Komnas HAM atas dugaan pelanggaran HAM.
Faridl berkata, langkah yang ditempuh SPCI adalah upaya mendidik manajemen CNN Indonesia agar memperlakukan pekerjanya sesuai harkat dan martabat sebagai manusia.
“Kami harus membayar perjuangan ini dengan dipecat dari CNN Indonesia. Kami pun menggugat pemecatan semena-mena itu,” katanya.
Namun, “satu hal yang harus manajemen CNN Indonesia camkan, kami pun sebenarnya tak sudi bekerja di perusahaan media yang melanggar HAM, berkhianat pada nilai demokrasi dan kebebasan berpendapat.”
Putusan kasasi kasus ini terbit beberapa hari setelah SPCI meraih penghargaan Tasrif Award dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia. Bersama LBH Padang, SPCI menerima penghargaan tersebut di Jakarta pada 8 Agustus, bertepatan dengan hari ulang tahun ke-31 AJI Indonesia.
Nenden Sekar Arum, salah satu dewan juri berkata, Tasrif Award bukan sekadar bentuk apresiasi, tetapi juga solidaritas serta dukungan terhadap keberanian, integritas dan komitmen SPCI dan LBH Padang “dalam memperjuangkan kebebasan berekspresi, kebebasan pers, demokrasi, rule of law (supremasi hukum) dan hak asasi manusia, termasuk hak atas informasi.”
Mereka, kata dia, menunjukkan dedikasi dan semangat pantang menyerah di tengah situasi yang semakin represif.
“Ini semangat yang sejak awal diusung oleh Tasrif Award untuk menghormati mereka yang tetap berdiri tegak menjaga kebebasan ketika banyak pihak dipaksa untuk diam,” katanya.
Editor: Ryan Dagur