Floresa.co – Berangkat dari keresahan untuk terlibat secara nyata dalam persoalan sosial dan mengembangkan diri melalui berbagai aktivitas kesenian, mahasiswa di NTT di Yogyakarta merintis sebuah wadah bersama dua tahun lalu.
Komunitas Niang Gejur adalah nama yang mereka pilih. Diambil dari Bahasa Manggarai, menurut Ignasius ‘Rian’ Juru, salah satu penggagas komunitas ini, nama itu merujuk pada suatu ruang produksi bersama.
“Sering bertemu dan mempercakapkan hal yang sama, melahirkan ide dan dorongan untuk berkreasi,” katanya kepada Floresa.
Wensens Jemparu, yang kini menjadi ketua komunitas ini menyatakan bagi mereka aktivitas seni adalah salah satu cara untuk melibatkan diri masalah isu sosial.
“[Ini] menjadi medium dari refleksi kritis atas isu-isu sosial di daerah NTT pada khususnya,” katanya.
Mahasiswa yang aktif dalam komunitas itu 50 orang, umumnya dari Manggarai, dengan beberapa dari wilayah lain di NTT.
Sejak terbentuk, Niang Gejur telah menyelenggarakan berbagai kegiatan seni, seperti pementasan musik, teater dan tarian, yang semuanya mengangkat tema-tema terkait isu sosial.
Mereka juga menggelar diskusi, termasuk baru-baru ini yang diadakan bersamaan dengan acara nonton film “Dragon for Sale.”
Film yang mengangkat sejumlah isu serius dalam pembangunan pariwisata di Labuan Bajo itu juga menjadi pemantik bagi lahirnya karya teater berjudul “Elegi Sebae” dari komunitas ini.
Teater ini akan dipentaskan di Universitas Atma Jaya, Jogjakarta hari ini, Sabtu, 10 Juni.
Menurut Rian, “Elegi Sebae” menceritakan sekaligus mengkritisi bagaimana pengaruh pariwisata merusak hubungan antara penduduk lokal, Ata Modo di Pulau Komodo dan Komodo itu sendiri.
Komunitas ini juga ikut memeriahkan parade budaya di kota Yogyakarta pada hari ini. Mereka membawakan tarian tradisional Manggarai dalam acara yang diselenggarakan Pemerintah Provinsi DIY itu.
Eman Jemalik, mahasiswa jurusan tari di Institut Seni Indonesia Yogyakarta mengatakan, dengan bergabung bersama Komunitas Niang Gejur, ia menemukan ruang untuk berbagi pengetahuan di bidang seni tari kepada teman-teman yang lain.
“Ini tempat untuk merawat nilai-nilai budaya,” kata mahasiswa semester tiga ini.
Ayu Nabal, mahasiswi Farmasi, Universitas Sanata Dharma mengatakan ia bisa menggali potensi diri dan mengembangkan bakat serta belajar berjejaring.
“Di luar bidang ilmu saya, saya akhirnya bisa mendalami hal-hal baru seperti sastra dan seni,” katanya.