FLORESA.CO – Kepolisian Resort Manggarai, NTT menutup sejumlah lokasi penggalian pasir di wilayah Kabupaten Manggarai dan Manggarai Timur.
Dimulai dari penutupan penggalian pasir di Wae Reno Desa Ranaka Kacamatan Wae Ri’i Kabupaten Manggarai pada 18 Agustus lalu. Menyusul, kemudian penutupan penggalian pasir Weol di Kelurahan Wae Belang Kecamatan Ruteng Kabupaten Manggarai pada 28 Agustus 2017.
Kepolisian kemudian menutup beberapa penggalian pasir di wilayah Manggarai Timur yaitu desa Compang Ndejing kecamatan Borong dan di desa Watu Mori (Bondo), kecamatan Rana Mese pada 29 Agustus 2017.
Menariknya, di Watu Mori (Bondo), Kapolres Manggarai AKBP Marselis Sarimin Karong juga memiliki lokasi penambangan pasir. Marselis sendiri sudah mengakui itu.
“Di belakang rumah. Di Bondo,”ujar mantan Kapolres Puncak Jaya Papua ini ketika berbincang dengan Floresa.co 30 Agustus 2017.
Namun, menurut laporan media online Flores Editorial, tidak semua penambangan pasir di Desa Golo Mori dipasang garis polisi, termasuk diantaranya lokasi tambang pasir milik Kapolres Marselis. Padahal, seperti dilaporan media tersebut, menurut keterangan pihak Dinas Pertambangan dan Mineral NTT, semua penambang pasir di Golo Mori belum mengantongi izin.
Lokasi penggalian pasir milik mantan anggota DPRD Manggarai Timur Yoseph Ode di Golo Mori juga tidak dipasang garis polisi. Padahal, belum ada izin juga dari Dinas Pertambangan dan Mineral Provinsi NTT. Yoseph sendiri mengaku sedang mengurus perizinannya.
Tak heran, warga pun menilai penutupan galian C ini tebang pilih. Karena meski sama-sama tidak mangantongi izin, tetapi masih ada lokasi galian C yang tidak ditutup.
Padahal, Kapolres Marselis mengatakan penutupan lokasi galian C di Manggarai dan Managgarai Timur dilakukan karena tidak mengantongi izin. Marselis mengaku ingin agar kegiatan penambangan pasir di Manggarai dilakukan secara legal, tidak illegal.
“Sebenarnya ini kan salah satu cara saya untuk menekan mereka agar mereka (pemerintah) mengeluarkan izin. Supaya masyarakat itu legal-lah. Jangan, illegal,”ujarnya.
Terlepas dari dampak negatif penutupan aktivitas galian C ini, tentu niat Kapolres agar aktivitas penggalian pasir dilakukan secara legal baik adanya. Semua kegiatan pertambangan memang mesti mengantongi izin. Bila tak ada izin maka perlu ada penegakan hukum. Tetapi penegakan hukum juga harus menjunjung tinggi asas perlakuan yang sama, tidak boleh tebang pilih.
Karena perlakuan hukum yang tidak sama, meski sama-sama melanggar hukum, adalah tindakan tidak adil. Apalagi bila pada penerbitkan di lokasi tertentu, ada warga yang ikut diamankan dan menjadi tersangka. Sedangkan di lokasi lain hanya dipasang garis polisi.
Perlakuan hukum yang tidak adil ini akan memunculkan beragam spekulasi. Dalam konteks penutupan galian C di Manggarai dan Manggarai Timur ini, sudah berkembang sejumlah spekulasi, diantaranya adalah adanya persaingan diantara para pelaku industri pasir di Manggarai dan Manggarai Timur.
Ada pandangan yang berkembang bahwa, ada pihak yang ingin menggantikan dominasi pasir Wae Reno pada sejumlah proyek infrastrktur di Manggarai dengan pasir dari tempat lain. Dan, tangan penegak hukum digunakan untuk menggantikan dominasi itu. Spekulasi ini didukung fakta bahwa penertiban lokasi pasir Wae Reno disertai penahanan enam warga, sementara di tempat lain tidak.
Spekulasi tersebut lama-lama akan dianggap sebagai kebenaran, bila penutupan lokasi galian C ini masih bersifat tebang pilih. Karena itu, bila benar-benar ingin menegakan hukum, maka janganlah tebang pilih. (Editorial/Floresa)