Ruteng, Floresa.co – Kasus pemerkosaan terhadap anak di bawah umur kembali terjadi di Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Kali ini menimpa Rb, anak usia 14 tahun yang masih kelas II di salah satu SMP di Kecamatan Sambi Rampas.
BACA JUGA:
Ditemui di kantor Polres Manggarai, Senin, 22 Januari 2018 siang, korban yang didampingi keluarganya menuturkan, peristiwa itu terjadi pada Kamis, 30 November 2017 lalu.
Kisahnya, usai pulang sekolah, sekitar pukul 15.00 Wita, korban memasak air di dapur rumah mereka. Ketika itu, suasana kampung sedang sepi karena warga yang umumnya berprofesi sebagai petani sedang berada di sawah.
Tiba-tiba Sahidun, tetangganya, memanggil korban. Tanpa curiga, korban pun bergegas menuju rumah pelaku yang berjarak hanya sekitar 20 meter dari rumahnya.
Sahidun meminta bantuan korban untuk membeli rokok di kios yang cukup jauh dari rumah mereka.
Sepulang dari kios, saat korban menyerahkan sebungkus rokok, tiba-tiba Sahidun menarik tangan korban ke dalam kamar lalu mendorongnya ke tempat tidur, sambil mengancam.
“Jangan teriak! Kalau kau teriak, saya bunuh kau,” ujar pelaku sebagaimana ditiru korban.
Korban terus meronta sambil berusaha untuk teriak. Namun pria beranak tiga yang sehari-hari bekerja sebagai tukang kayu itu membekap mulut sambil mencopot celana dalam korban.
Kemudian ia segera meniduri korban.
Saat pelaku lemas usai melampiaskan nafsunya, korban menendang pelaku hingga terjatuh ke lantai kamar, lalu cepat-cepatmelarikan diri ke rumahnya.
Pelaku masih sempat mengancam lagi korban.
“Kalau kau beri tahu kau punya keluarga, saya tidak boleh lihat kau jalan sendiri, saya akan bunuh,” ujarnya.
Mulai saat itu, kemaluan korban terasa perih, terutama ketika hendak buang air kecil. Ia hendak memberitahukan kejadian itu pada orangtua dan saudaranya, namun ia malu dan takut pada ancaman pelaku.
Keluarga korban baru mengetahui kejadian tersebut empat hari kemudian.
Pada Senin, 4 Desember 2018 sore, korban menuturkan peristiwa naas yang menimpa dirinya kepada ibunya, Siti Rohani.
Saat itu, korban tiba-tiba menangis, yang membuat ibunya kebingungan.
Setelah tiga kali ditanya, korban pun mengakui bahwak dirinya telah diperkosa oleh Sahidun. Mendengar pengakuan putrinya, ibunda korban pun pingsan.
Suasana rumah menjadi kacau. Ibunda korban digotong ke kamar dan korban terus menangis. Sementara Chandra Ismail, saudara korban, masih berada di kebun. Tiba-tiba ia ditelepon oleh seorang tetangganya agar ia segera pulang.
Sesampai di rumah, ia mendapati ibunya sedang pingsan dan Rb saudarinya sedang menangis. Sementara Sahidun berdiri di depan rumah mereka.
“Saat saya tanya alasan adik saya menangis, tiba-tiba Sahidun yang jawab. Dia bilang, percuma kamu tanya adikmu. Saya lakukan ini karena saya mau menikahi adikmu,” tuturnya, sebagaimana ditiru Chandra.
Chandra pun marah hingga Sahidun kembali ke rumahnya. Setelah mendapatkan pengakuan adiknya, pada Rabu, 6 Desember 2017 malam, Chandra membawa adik dan ibunya ke Polsek Sambi Rampas di Pota untuk melaporkan kasus tersebut.
Penanganan Lamban
Laporan mereka pun diterima oleh pihak Polsek setempat namun tidak segera diproses. Bahkan Polsek Sambi Rampas tidak memberikan surat pengantar visum ketika pihak keluarga berinisiatif membawa korban ke RSUD Ben Mboi di Ruteng untuk proses visum.
“Visum itu mestinya dilakukan secepatnya setelah laporan diterima. Namun yang terjadi dengan kasus yang menimpa adik kami ini tidak seperti itu. Bahkan ketika kami berinisiatif lakukan visum dengan biaya sendiri di RSUD Ruteng pun, polisi tidak beri rekomendasi,” ujar Chandra.
Mereka sempat kecewa karena pihak RSUD Ruteng menolak untuk melakukan visum lantaran tidak dilengkapi rekomendasi polisi.
BACA JUGA:
Keluarga korban pun berinisiatif untuk melaporkan kasus ini langsung ke unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Manggarai. Namun unit PPA Polres menyuruh keluarga korban kembali ke Polsek.
“Akhirnya kami turun lagi tanggal 22 Desember 2017 untuk menghadap ke Polsek Pota. Saya mendesak (agar) surat pengantar visum (diberika). Karena atas perintah unit PPA Polres, akhirnya mereka menyerahkan surat pengantar visum sekalian dengan berkas penyelidikan. Kami sendiri yang bawa,” tutur Chandra.
“Kemudian tanggal 24 Desember 2017 kami serahkan ke PPA. Sampai di sini, langsung visum di RSUD. Hasil visum positif,” lanjutnya.
Selanjutnya, unit PPA pertama kali memanggil korban dan saksi pada tanggal 26 Desember 2017. Lalu pada Senin, 22 Januari 2018 mereka diperiksa lagi untuk kedua kalinya. Pada pemeriksaan kali ini, korban didampingi penasehat hukum, Fransiskus Ramli.
Fransiskus mengatakan pihaknya akan mendampingi korban agar mendapatkan keadilan. Ia mengatakan, penanganan kasus yang sempat mandeg saat ditangani Polsek Sambi Rampas itu mulai berjalan lancar ketika ditangani pihak PPA Polres.
“Kita harapkan dalam waktu dekat segera digelar perkaranya sehingga jelas status tersangkanya,” ujar Frans.
Pelaku, yang bekerja sebagai tukang kayu sudah menikah dan memiliki tiga orang anak.
EYS/ARL/Floresa