Gedung PAUD yang Dibangun dengan Dana Lebih dari Seratus Juta Mubazir, Warga di Manggarai Barat Minta Pertanggungjawaban Pemerintah Desa

Kepala desa membantah tudingan warga dan mengklaim gedung itu sudah digunakan untuk kegiatan PAUD setiap Senin

Baca Juga

Floresa.co- Warga di Kabupaten Manggarai Barat meminta pertanggungjawaban pemerintah desa terkait mubazirnya sebuah gedung yang dibangun dengan dana ratusan juta rupiah untuk Pendidikan Anak Usia Dini [PAUD].

Hingga kini, kata warga, tak ada kegiatan pendidikan anak di gedung milik Desa Golo Sengang, Kecamatan Sano Nggoang itu.

AA, seorang warga yang berbicara kepada Floresa pada 11 Maret mengatakan, gedung itu dibangun pada 2018, periode pertama Hubertus Halu menjabat sebagai kepala desa. Pembangunannya tuntas pada awal 2023.

Hubertus kini memasuki periode kedua, setelah sebelumnya menjabat pada 2016-2022.

Gedung itu terletak di Kampung Cereng, Dusun Cereng, berseberangan dengan kantor desa.

AA mengirimkan sebuah foto dan dan video kepada Floresa yang memperlihat area sekitar gedung penuh dengan rumput liar. 

Selain gedungnya yang mubazir, AA mengatakan pengelolaan dana pembangunannya tidak transparan sehingga anggarannya tidak diketahui masyarakat. 

Saat bertanya kepada staf desa, kata dia, “mereka bilang tidak tahu, yang tahu hanya kepala desa.”

“Kami butuh ruang diskusi, namun tidak diberikan. Tidak ada papan informasi [proyek] juga. Badan Permusyawaratan Desa [BPD] juga tidak tahu. Bisa jadi kepala desa sendiri yang kelola dana desa,” ungkapnya.

Pada 10 Juni 2022, AA juga mengunggah beberapa foto gedung itu di akun Facebook dan dibagikan di grup “Keluarga Besar Cereng Lintas Generasi.”

Foto-foto itu menampilkan beberapa item kegiatan pembangunan di desa yang belum tuntas, termasuk gedung PAUD.

Pada 6 September 2022, ia kembali mengunggah foto-foto itu dan dibagikan di grup yang sama. 

AA mengatakan “pembangunan gedung PAUD itu sempat mandek, tetapi pada 2021 rumah megah berlantai dua milik kepala desa justru rampung.” 

Rafiq, warga lainnya yang berbicara kepada Floresa pada 8 Maret mengatakan, sejak selesai dibangun, gedung itu tidak pernah dipakai untuk kegiatan PAUD. 

Sampai saat ini warga tidak tahu “apa gunanya gedung ini karena sudah hampir satu tahun terbengkalai.”

“Saya orang tua dari salah satu anak PAUD. Pada Agustus 2023 anak kami disuruh berhenti untuk masuk sekolah sampai saat ini,” ungkapnya.

Pada 10 Maret, Rafiq juga mengunggah sebuah foto yang menampilkan kondisi terkini gedung itu.

Sama seperti dalam foto yang dikirim AA, di sekitar gedung tampak rumput-rumput liar yang tingginya melebihi pagar tembok di sekeliling gedung.

Ia menulis keterangan pada foto-foto itu, “jangan-jangan di balik berdirinya gedung ini, ada hal-hal yang disembunyikan dari masyarakat?”

“Apakah ini efek dari ketidakterlibatan seluruh masyarakat dalam mengambil kebijakan?” tulis Rafiq.

Situasi bagian dalam gedung untuk PAUD di Desa Golo Sengang, Kecamatan Sano Nggoang. (Dokumentasi warga)

Kata Kepala Desa

Kepala Desa Hubertus Halu yang berbicara kepada Floresa pada 12 Maret membantah tudingan warganya dan mengklaim “gedung itu sudah dimanfaatkan” untuk kegiatan PAUD setiap hari Senin.

Pada hari-hari lain, kata dia, kegiatan PAUD dilaksanakan di dusun masing-masing dengan memanfaatkan Pondok Bersalin Desa [Polindes] Puskesmas Pembantu [Pustu], dan Pos Pelayanan Terpadu [Posyandu]. 

Ia mengatakan kebijakan menyikapi kondisi “jarak antara dusun yang satu dengan yang lainnya sekitar lima sampai enam kilometer.”

Anak-anak PAUD, kata dia, berjumlah 18 orang yang berasal dari tiga dusun, masing-masing Cereng, Ceremba, dan Leheng.

“Di Leheng ada Pustu, Cereng tidak ada Pustu tapi pakai Posyandu. Di Ceremba [pakai] Polindes,” ungkapnya.

Hubertus mengirimkan sebuah video yang menampilkan beberapa anak yang sedang berkegiatan.

Ia mengklaim kegiatan itu dilaksanakan di “gedung PAUD” yang dibimbing kader Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga [PKK] dan kader Posyandu. 

Hubertus menjelaskan  pembangunan gedung PAUD itu selesai pada Maret 2022, sedangkan pengerjaan pagar selesai pada 2023. Ukuran bangunannya 7×9 meter dengan teras 2×9 meter.

Ia mengatakan pagu pembangunan gedung itu sebesar Rp150 juta yang bersumber dari dana desa tahun anggaran 2021.

Hubertus mengklaim pengelolaan anggaran pembangunan gedung PAUD sudah transparan karena sesuai dengan persyaratan penggunaan dana desa yakni dimulai dengan musyawarah desa.

“Setelah itu dibuat lagi musyawarah Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Desa [RAPBDes]. Setelah semua itu selesai, dilanjutkan dengan asistensi, kemudian dibuatlah poster APBDes yang dipasang di depan kantor desa,” ungkapnya. 

Ia mengklaim jika pembangunan di desanya, termasuk gedung PAUD tidak transparan sebagaimana yang dituding warganya, “mungkin saya tidak terpilih lagi” untuk periode kedua.

“[Saat] saya maju [periode] kedua, tidak ada yang mau lawan, sehingga lawan kotak kosong,” katanya.

Hanya karena tidak sesuai dengan aturan, kata dia, saat pemilihan satu orang didorong maju untuk melawannya.

Rumput liar mengelilingi bangunan gedung ini. (Dokumentasi warga)

Bantah Klaim Kepala Desa

AA membantah klaim Hubertus soal pemanfaatan gedung PAUD.

“Kalau gedung itu sudah dimanfaatkan tidak mungkin seperti kebun binatang,” ujarnya.

Ia menuding Hubertus berbohong karena “kami tidak asal posting [mengunggah di Facebook] saja kalau tidak benar [gedung mubazir].”

“Kalau memang kami dianggap bohong dengan fakta yang ada, kami akan terus suarakan ini, sampai benar-benar diusut tuntas,” tambahnya.

Ia berharap otoritas terkait mengecek semua pembangunan fisik di desanya “yang dikelola secara amburadul oleh Hubertus.”

Ia menyebut total dana pembangunan gedung itu “tidak ada yang tahu karena memang tidak ada transparansi.”

“Papan informasi proyek tidak ada, kecuali baliho APBDes,” katanya.

Untuk membantah klaim Hubertus, Rafiq mengirimkan lagi empat buah video yang menampilkan kondisi di luar dan dalam gedung itu. 

Dalam video itu tampak pintu masuk yang dipagari kayu dan “tidak ada tanda-tanda bahwa orang pernah berkegiatan di gedung itu.” 

Di dalam ruangan itu juga terdapat sebuah meja, kursi plastik, sisa material berupa satu sak semen, balok dan papan serta peralatan yang digunakan tukang seperti pengayak pasir.

“Apakah masuk akal kalau ada kegiatan di gedung seperti ini, sementara tumbuhan liar hampir menutupi gedung?” kata Rafiq.

Gedung itu berlantai semen dan bercat hijau, berbeda dengan bentuk ruangan seperti yang terekam dan video yang dikirim Hubertus. 

Aktivitas anak PAUD di salah satu ruangan, yang diklaim Kepala Desa Hubertus Halu sebagai bangunan PAUD. Warga membantah karena meyakini bahwa anak-anak mengikuti pelajaran di Polindes Dusun Ceremba. (Dokumentasi warga)

Dalam video yang dikirim Hubertus, tampak aktivitas anak PAUD berlangsung di bangunan berlantai keramik, bercat putih, terdapat beberapa kursi besi dan di dindingnya terdapat papan informasi.

AA berkata “kegiatan anak-anak yang terekam dalam video Hubertus berlangsung di Polindes Dusun Ceremba,” bukan di gedung PAUD yang kini mubazir.

Editor: Ryan Dagur

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini