Floresa.co – Perusahaan berbasis di Provinsi Sulawesi Selatan yang terindikasi punya rekam jejak buruk meninggalkan pengerjaan proyek jalan di Kabupaten Manggarai Barat dalam kondisi mangkrak yang kini dialihkan ke perusahaan berbasis di Kabupaten Manggarai.
Proyek peningkatan jalan jalur Momol-Waning-Wae Ncuring di Kecamatan Ndoso itu sebelumnya diprotes warga karena pengerjaannya “penuh dengan kejanggalan” dan sudah diduga “berpotensi bermasalah.”
Proyek jalan dengan dana Rp23.206.658.000 itu bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara [APBN] Rupiah Murni. Pengerjaanya berjangka waktu 125 hari kalender kerja, demikian informasi pada papan proyek.
Proyek itu mulai digarap pada September 2023 setelah penandatanganan kontrak sebulan sebelumnya, sehingga seharusnya selesai pada awal Januari.
Proyek itu awalnya dikerjakan PT Bragas Cipta Construksi yang beralamat di Jalan Perintis Kemerdekaan 14 Nomor 8 Tamalanrea, Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Kini pengerjaannya dialihkan ke PT Menara Armada Pratama, beralamat di Jalan Arabika Nomor 27, Kelurahan Tenda, Kecamatan Langke Rembong, Kabupaten Manggarai.
Kepala Desa Waning, Alosius Palfon berkata kepada Floresa pada 12 April, PT Bragas hanya mampu mengerjakan “penggusuran jalan dengan lebar 12 meter yang dimulai dari stasiun nol baru sampai di stasiun 5.000 meter.”
Stasiun nol atau titik star pengerjaan ada di Kampung Pateng, Desa Pateng Lesuh, sedangkan stasiun 5.000 meter ada di Kampung Sumar, Desa Tehong.
Kontraktor, kata Alosius, juga hanya menyelesaikan penyebaran agregat tahap pertama sepanjang 5.000 meter dan hotmiks sepanjang 500 meter.
Ia berkata peralatan PT Menara sudah tiba di lokasi, kendati pengerjaan lanjutan proyek itu belum dimulai.
Sementara itu, Kepala Desa Tehong, Falens Jeheong, berkata “mulai Desember 2023 pengerjaannya belum apa-apa, bahkan saat ini sudah tidak ada kegiatan lagi.”
Pengerjaan proyek itu di wilayah desanya baru sebatas agregat, sedangkan hotmiksnya baru 70 meter dan baru sampai di Kampung Bilas, Desa Waning.
“Pengerjaannya belum sampai di Kampung Sumar. Jarak Kampung Sumar dan Bilas adalah empat kilometer,” katanya kepada Floresa pada 12 April.
Sempat Disorot Warga
Sebelum ditinggalkan oleh PT Bragas, pengerjaan jalan itu sempat disorot warga karena kualitasnya yang dinilai buruk.
Yosef Sampurna Nggarang, pegiat sosial asal Kampung Waning yang kini berdomisili di Jakarta mempersoalkan pengerjaannya berdasarkan pengamatan saat kembali ke kampung pada Januari.
Ia antara lain meragukan kualitas cadas tanah yang dipakai kontraktor karena berasal dari sekitar lokasi proyek dan ukurannya sangat tipis.
Yos – sapaannya – juga meragukan kualitas aspal karena diambil dari Kampung Kenari, Desa Warloka, Kecamatan Komodo, berjarak sekitar 113,8 kilometer ke arah barat dari wilayah itu.
Karena jauh dari lokasi proyek, katanya kepada Floresa, “tentu saat digunakan aspal itu pasti dingin.”
Yos juga menyoroti pemadatan jalan dengan alat berat atau vibro berukuran sangat kecil, yang seharusnya bisa dilakukan dengan alat lebih besar karena jalan itu akan dilewati mobil seperti truk.
Ia menduga proyek itu dikerjakan “tanpa pengawasan yang memadai,” sehingga “terkesan asal-asalan.”
Merespons keluhan itu yang sempat dimuat di media lokal, Tim Bina Marga Provinsi Nusa Tenggara Timur mendatangi lokasi proyek pada 22 Januari, memeriksanya dan membongkar beberapa item, seperti deker di Wae Nampar dan aspal di Randang.
Pejabat Pembuat Komitmen, Mad Qurais, juga meminta kontraktor memperbaiki kualitas pekerjaan aspal, drainase dan deker.
Selain itu, Balai Lelang Nusa Tenggara Timur sempat mengambil sampel material proyek itu untuk diuji di laboratorium di Kupang.
Kepala Desa Waning, Alosius Palfon sempat membantah temuan Yos kala itu, mencap komentar Yos “berlebihan dan tidak jelas.”
Item pekerjaan yang disoroti Yos, kata dia, “semestinya disampaikan langsung ke pihak kontraktor supaya segera dibenahi, apalagi ini masih dalam tahap pengerjaan.”
Merespons Alosius, Yos berkata “jika pernyataan saya tidak benar, mengapa tim dari Bina Marga NTT turun ke Waning?”
Menurutnya, kepala desa merupakan wakil pemerintah pusat yang berperan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah serta mengawal proyek yang bersumber dari APBN.
“Jika pengerjaannya tidak berkualitas, disampaikan, bukan malah diam dan membela pekerjaan yang tidak benar,” katanya.
Yos yang kembali berbicara dengan Floresa pada 13 April berkata, dengan mangkraknya proyek itu, pernyataannya pada Januari jadi terbukti.
“Sekarang masyarakat Waning baru sadar, entah kepala desa juga sadar atau tidak, bahwa mutu pekerjaan itu penting,” katanya.
Floresa meminta tanggapan Mad Qurais, Pejabat Pembuat Komitmen pada 13 dan 15 April melalui WhatsApp, menanyakan alasan peralihan kontraktor. Ia tidak meresponsnya, kendati pesan itu bercentang dua, tanda telah sampai kepadanya.
Jejak Bermasalah PT Bragas Cipta Construksi
Berdasarkan hasil pencarian informasi via internet, Floresa menemukan bahwa PT Bragas punya catatan buruk dalam pengerjaan proyek di tempat lain.
Seperti dilansir Majalahfakta.id pada 16 Januari 2024, perusahan itu sempat menjadi sorotan beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat [LSM] dalam pengerjaan sebuah proyek jembatan di Provinsi Kalimantan Selatan.
PT Bragas mengerjakan proyek penggantian Jembatan Sungai Bikat dengan anggaran Rp10.611.662.000. Namun, pengerjaannya diduga tidak sesuai spesifikasi, tidak selesai tepat waktu dan pembayaran dana proyek tidak sesuai perkembangan fisik di lapangan.
Karena itu, perwakilan LSM itu menyambangi Kantor Kejaksaan Tinggi melaporkan pengerjaan proyek yang terindikasi dikorupsi.
Berbicara soal rekam jejak PT Bragas, Yos berkata tidak heran jika proyek di Ndoso itu mangkrak karena sejak awal “kami memang meragukan perusahaan itu.”
Yos menduga PT Bragas memang tidak punya niat menyelesaikan pengerjaan, tetapi hanya mau mendapat proyek untuk kemudian dijual lagi ke kontraktor lain.
Hal seperti itu, kata dia, merupakan pola-pola yang dipakai perusahaan dari luar NTT dalam sejumlah proyek dengan dana APBN.
Ia berkata, “ketika saya berbicara ke media, kontraktor ketakutan dan sampai sekarang keberadaannya tidak jelas.”
Kontraktor, kata dia, “lari dari lokasi proyek dengan alasan pemberitaan, yang sebenarnya merupakan hal yang biasa sebagai bagian dari pengawasan publik.”
“Sejak pemberitaan pada Januari itu, tidak ada lagi aktivitas di lokasi proyek,” katanya.
Ia juga menduga sampel material yang dibawa ke Kupang tidak sesuai dengan perencanaan awal pembangunan jalan ini.
“Kalau memang materialnya sesuai, pengerjaannya pasti lanjut,” katanya.
Yos juga berkata PT Bragas belum membayar upah puluhan pekerja, termasuk pemborong yang mengerjakan drainase.
Bahkan, kata dia, ada warga dari kampungnya yang berencana ke Makassar meminta tagihan belanja ke perusahaan itu.
“Jadi, bukannya membantu warga dengan jalan itu, tapi justru merugikan warga karena upah dan hal lainya itu belum dibayar,” katanya.
Yos juga berharap PT Bragas membayar denda karena pengerjaan proyek yang molor dan mangkrak.
Kalau pihak Balai Lelang tidak meminta perusahaan itu membayar denda, kata dia, maka akan berbuat hal yang sama di tempat lain.
“Ketika tidak mampu menyelesaikan pekerjaan, perusahaan itu akan lari begitu saja,” katanya.
Bagian dari Pengawasan Publik
Yos mengaku sejak awal mengkritisi proyek itu supaya “pengerjaanya tidak asal-asalan dan mengabaikan kualitas.”
Kalau pengerjaannya asal-asalan kemudian sampai pada tahap serta terima sementara atau Provinsial Hand Over, kata dia, semua yang terlibat dalam proyek itu termasuk Panitia Pembuat Komitmen berpotensi diperiksa penegak hukum.
Ia berkata kritikan merupakan bagian dari pengawasan publik dan “tidak bertujuan menghukum orang.”
Warga, kata dia, tidak punya intensi untuk memasukan orang-orang yang terkait dengan proyek itu ke dalam jeruji besi, tetapi “kami hanya mau memastikan bahwa mereka bekerja dengan baik dan benar.”
Selain itu, katanya, ia mencegah lembaga atau aktor-aktor tertentu “masuk ke sana hanya untuk membuat kesepakatan tertentu dengan kontraktor.”
Ia mengatakan kritikan warga juga bertujuan mendorong pengawas proyek profesional dalam mengawasi pekerjaan karena mereka sudah ditugaskan dan digaji negara.
Yos juga mendorong kejaksaan tetap melakukan supervisi terhadap pekerjaan itu supaya pembangunan berjalan sesuai rencana, baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
Bagaimana Jejak PT Menara Armada Pratama?
PT Menara yang kini mengambil alih pengerjaan jalan itu, menurut penelusuran Floresa, sempat jadi sorotan dalam pengerjaan sejumlah proyek.
Salah satunya adalah saat pembangunan jalan di Kelurahan Waso, Kecamatan Langke Rembong, Kabupaten Manggarai.
Sejumlah material kerikil pengerjaan jalan itu berserakan di badan jalan, demikian menurut laporan Fajarntt.com pada 9 Agustus 2021,” menyebabkan tiga orang pengguna jalan mengalami kecelakaan.
Perusahaan itu juga punya rekam jejak buruk dalam proyek rehabilitasi ruas jalan Bealaing-Mukun-Mbazang di Kabupaten Manggarai. Seperti dilansir Wartapolri.com pada 22 Februari, jalan yang menelan anggaran Rp9.155.879.000 dari dana pinjaman daerah mulai berlubang, kendati usianya masih hitungan minggu usai dikerjakan.
Proyek lainnnya yang juga mendapat sorotan adalah pengerjaan ruas jalan Dangka Mangkang-Watunggong, Kecamatan Congkar dan Dangka Mangkang-Benteng Jawa, Kecamatan Lamba Leda, seperti laporan Floreseditorial.com pada 4 September 2022.
Anggota DPRD Manggarai Timur, Damianus Damu ketika itu menyebut ada beberapa item yang “kurang beres,” seperti pembangunan tembok penahan tanah dan drainase yang hasilnya amburadul serta materialnya berserakan.”
Sorotan lainnya adalah dalam proyek peningkatan jalan Tangkul-Benteng Jawa di Kabupaten Manggarai Timur. Menurut warga di Kampung Rejo, Desa Leong lapisan konstruksi proyek itu sangat tipis dan sirtu berupa kerikil masih terlihat di permukaan jalan.
Seperti laporan Kompas86.id pada 6 Agustus 2023, proyek dengan anggaran Rp13.298.169.000 yang bersumber dari dana pinjaman daerah itu kontraktor pelaksananya adalah CV Sarana Karya Utama, namun yang muncul di lokasi justru PT Menara.
Yos berkata, “poinnya kita tetap kawal” kendati proyek itu sekarang dikerjakan PT Menara, kontraktor lokal.
“Masyarakat mau bukan asal keliatan hotmiks pada jalannya, tapi kualitasnya,” katanya.
Editor: Ryan Dagur