Caleg Terpilih DPRD Sikka dari Partai Demokrat Jadi Tersangka Kasus Perdagangan Orang

Yuvinus Solo atau Joker berperan sebagai orang yang merekrut, memindahkan dan mengirim korban sebagai tenaga kerja non prosedural ke Kalimantan, kata polisi

Floresa.co – Polisi menetapkan seorang Caleg terpilih DPRD Kabupaten Sikka sebagai tersangka dalam kasus dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang [TPPO], di mana salah satu korbannya meninggal.

Pengumuman penetapan tersangka Yuvinus Solo atau Joker, politisi Partai Demokrat ini disampaikan Polres Sikka pada 17 Mei, tiga hari setelah kelompok aktivis menggelar aksi protes mengecaman kelambanan polisi menangani kasus ini.

“Ada 18 saksi yang sudah diperiksa dan kemarin [16 Mei] penyidik Polres Sikka sudah melaksanakan gelar perkara. Hari ini penetapan YS alias J sebagai tersangka,” kata Kepala Seksi Humas Polres Sikka, AKP Susanto kepada Floresa.

Ia berkata, Joker berperan sebagai yang merekrut, memindahkan dan mengirim korban sebagai tenaga kerja non prosedural.

Akibat perbuatannya, kata Susanto, “YS dijerat dengan pasal 2 ayat (1) UU Nomor 21 tahun 2007 tentang TPPO juncto pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP atau pasal 186 ayat (1) UU juncto pasal 35 ayat 2 UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan juncto pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.”

“Setelah diperiksa sebagai tersangka, baru penyidik mempertimbangkan apakah diperlukan penahanan atau tidak,” kata Susanto.

Joker dilaporkan mengirim 72 tenaga kerja ke Kalimantan pada 13 Maret 2024, tanpa mengikuti prosedur legal. Salah satunya adalah Yodimus Moan Kaka, salah satu warga Likot, Desa Hoder, Kecamatan Waigete yang kemudian meninggal karena kelaparan.

Selama di Kalimantan Jodi bersama delapan pekerja lainnya ditelantarkan. Kendati pada hari-hari pertama bekerja, mereka masih diberi makanan, selanjutnya mereka diberi makan nasi basi sampai akhirnya mereka tidak diberi makan sama sekali.

Jodi meninggal pada 28 Maret di atas mobil saat ditemani anaknya hendak berobat dan membeli tiket untuk kembali ke Maumere. Karena ketiadaan biaya untuk membawa jenazahnya ke Maumere, keluarga bersepakat menguburkannya di Kalimantan sehari setelahnya.

Penetapan tersangka Joker terjadi setelah pada 13 Mei Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia [PMKRI] Cabang Maumere menggelar aksi unjuk rasa di Polres Sikka mengecam polisi yang dianggap lamban memproses kasus ini yang telah dilaporkan pada awal Apri.

Merespons penetapan tersangka Joker, Ketua PMKRI Cabang Maumere, Kornelis Wuli berkata ini  bukan akhir dari segala-galanya.

Isu TPPO di Sikka ini, kata dia, jangan hanya dilihat dari proses hukum, tetapi harus dilihat juga soal pencegahannya oleh pihak pemerintah dan aparat penegak hukum.

“Pada prinsipnya kita sedang memperjuangkan isu kemanusian yakni TPPO. Perjuangan itu tidak hanya sampai di sini.”

Kornelis berharap tidak hanya Joker yang disasar, “tetapi juga pihak-pihak lain yang diduga kuat terlibat, termasuk juga aparat penegak hukum.”

Salah satu korban yang diberangkatkan Joker sebelumnya memberi kesaksian bahwa Joker mengaku membayar aparat polisi di Pelabuhan Lorens Say, Maumere sehingga mereka lolos dari pemeriksaan.

Kornelis berkata, penting untuk mengecek dugaan keterlibatan aparat dalam kasus ini, karena diduga ada permainan yang dilakukan secara terstruktur dan sistematis.

“Jangan hanya melihat Joker dan kroninya, tetapi juga melihat tangan-tangan tak terlihat dalam lingkup yang lebih luas, seperti para penegak hukum dan pemerintah.”

“PMKRI akan selalu mengawal kasus ini sampai kapanpun, terutama di Kabupaten Sikka,” tambahnya.

Sementara itu Valentinus Pogon, Ketua Tim Hukum Tim Relawan Kemanusiaan – Flores [TRUK-F] sekaligus kuasa hukum Maria Herlina Mbani, istri Jodi, mengapresiasi polisi yang telah menetapkan Joker sebagai tersangka.

“Kita berharap semua pihak itu taat asas, yakni harus mengungkapkan kebenaran,” katanya.

Ia berkata, dalam kasus ini tidak hanya ada perekrut, tetapi juga ada pihak yang menerima tenaga kerja, yaitu perusahaan di Kalimantan.

Karena itu, ia berharap ada pertanggungjawaban dari semua pihak, termasuk yang menerima.

“Dalam pasal 2 ayat 1 UU TPPO, ada unsur-unsur keterlibatan, yakni yang rekrut,  yang memberangkatkan,  tampung, dan terima,” katanya.

Ia berkata, upaya timnya selama dalam mendampingi korban adalah membantu penyidik menemukan siapa yang terlibat dalam kasus ini.

“Kalau kita ada bukti ya kita bisa serahkan kepada polisi dalam bentuk informasi dan lain-lain,” katanya.

“Kita harapkan semuanya menjadi terang, tanpa mengorbankan ketelitian dan adil dalam menetapkan tersangka,” tambahnya.

Editor: Ryan Dagur

spot_imgspot_img

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

Baca Juga Artikel Lainnya