Floresa.co – Florianus Surion Adu atau Fery Adu, warga di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) dilaporkan ke polisi karena diduga melakukan pelecehan terhadap wartawan.
Ia dilapor oleh Sirilus Ladur, wartawan Beritasatu TV pada Rabu, 24 Mei.
Penyidik Polres Mabar sudah melakukan pemeriksaan terhadap Sirilus pada Jumat, 27 Mei.
Sirilus mengaku, selama pemeriksaan ia menjelaskan kepada penyidik situasi yang ia alami saat meliput aksi di halaman kantor bupati yang dipimpin Fery Adu.
“Selain mengusir saya, ada suara dari massa, ‘bungkus dan habisi dia,” kata Sirilus, istilah yang ditafsir sebagai seruan untuk membunuh dia.
“Saat itu saya memilih mengalah, sebab ada teriakan yang mau menghabisi saya,” ujarnya.
Fery, orang yang sangat dekat dengan Bupati Mabar, Agustinus Ch Dula memimpin aksi pada Rabu, dengan agenda mendukung proses pembangunan di Mabar.
Aksi itu diikuti oleh sekitar seratusan massa, jauh dari yang diklaim sebelumnya, yaitu mencapai ribuan orang.
Bagaimana respon Fery terhadap laporan Sirilus? Kepada para wartawan di Labuan Bajo, Jumat, ia mengklaim, dirinya tidak berniat melakukan kekerasan terhadap Sirilus.
Yang ia lakukan, menurutnya, adalah upaya menyelamatkan Sirilus.
Fery mengatakan, ia memang mengusir Sirilus, tetapi hal itu dilakukan karena Sirilus memasuki lokasi yang merupakan ruang untuk aksi mereka.
“Terganggu saya, saya benar terganggu. Saya minta Pa Sirilus keluar, lalu dia mau tarik keluar kartu persnya. Saya bilang, saya tidak butuh kamu meliput, kau keluar,” katanya.
Ia menjelaskan, tindakannya mengusir Sirilus dipicu oleh kekuatiran akan terjadinya bentrokan, karena ketika melihat Sirilus, kata Fery, massa mengatakan, “oh itu dia.”
“Kata ‘oh itu dia,’ membuat saya langsung menyelamatkan Sirilus. Itu trik saya menyelamatkan.”
Menurut Fery, jika dirinya tidak mengusir Ladur, ditakuti terjadi gesekan.
“Kalau kemarin terjadi gesekan fisik, saya orang yang paling bertanggung jawab selaku kordinator aksi, bukan mereka (massa).”
“Saya pikir Pak Sirilus menangkap maksud tindakan saya ini sebagai cara saya menyelamatkan dia, juga menyelamatkan saya sebagai penanggung aksi,” klaim Fery.
Sementara terkait pernyataannya yang menyebut wartawan bodrex dan tipu tapu, ia berdalih, yang dia maksud adalah pengguna Facebook yang mengaku wartawan.
“Setelah kita cek ternyata bukan wartawan” kata Ferry.
Sementara terkait teriakan massa agar membungkus Sirilus, Fery mengatakan itu ungkapan spontan.
“Itu emosional karena situasional. Reaksi saya saat ada kata bungkus, saya tenangkan massa,” katanya.
Terkait laporan ke polisi, ia mengaku siap melayani proses hukum.
Sementara itu, Ketua DPRD Mabar Belasius Jeramun menyayangkan tindakan Fery. Peran pers, kata dia, dalam rangka pengawasan.
”Kalau tidak ada yang mengawasi, mau jadi apa pemerintahan kita ke depannya.”
Sementara itu, Hendri Hadirman, anggota DPRD Mabar lainnya mengatakan, pers merupakan mitra pemerintah, DPR juga masyarakat itu sendiri.
“Pers tidak bisa berjalan sendiri. Mengkritiki pers itu penting, asalkan penyampainnya bukan dengan cara mengusir atau intimidasi,” katanya.
“Pers adalah pilar keempat bangsa kita ini, pasca reformasi. Oleh sebab itu, jika ada yang memusuhi pers atau melakukan intimidasi, maka proses hukumlah jalan yang terbaik,” tegasnya.
“Tanpa pengawasan dari teman-teman media, saya kira pembangunan itu tidak maksimal,” lanjut Hadirman.
Dalam kasus ini, Ferry terancam melanggar undang-undang pers terkait kekerasan dan menghalangi wartawan dalam melaksanakan tugas peliputan.
Menurut undang-undang ini, pelaku dapat dikenakan hukuman selama 2 tahun penjara dan dikenakan denda paling banyak sebesar Rp 500 juta. (Ferdinand Ambo/ARL/Floresa)