Ruteng, Floresa.co – Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Salestinus menilai Kejaksaan Manggarai-Flores lamban menangani kasus dugaan korupsi yang dilaporkan masyarakat.
Pernyataan itu disampaikan Petrus Selasa kemarin saat mendampingi warga asal Wudi, Kecamatan Cibal yang sebelumnya pernah melaporkan adanya dugaan penyimpangan penggunaan dana desa di Wudi.
Kepala Kejaksaaan Negeri Manggarai Agus Riyanto mengatakan pihaknya lebih memprioritaskan langkah preventif (pencegahan), bukan penindakan seperti prinsip penanganan kasus sebelumnya.
BACA:
- Petrus Salestinus Nilai Kejari Manggarai Lamban Tangani Kasus Korupsi
- Kades Wudi-Cibal Diadukan Terkait Dana Desa
“Sudah terbentuk Tim Pengawal Pengaman Pemerintahan dan Pembanguan Daerah (TP4D) oleh Kejari Manggarai maupun di pusat. Langkah preventif, bukan penindakan lagi,” ujarnya saat audiensi dengan sejumlah warga desa Wudi, koordinator TPDI dan awak media Selasa, 11 Juli 2017.
Ia menegaskan penindakan kasus dugaan korupsi membutuhkan anggaran yang besar. Sementara di sisi lain, Kejaksaan Manggarai hanya diberikan anggaran untuk menangani satu perkara korupsi per tahun. Sementara sidang sejumlah kasus korupsi bukan di Pengadilan Negeri Ruteng, melainkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Kupang.
“Kalau penindakan, wani piro (berapa banyak uang -red) untuk proses penanganannya. Wani piro bukan untuk pejabatnya (penegak hukum) bukan, tetapi dana penangan perkara tersedia gak?,”ujarnya.
Oleh karena itu kata dia, pihaknya membutuhkan anggaran besar dalam menangani setiap kasus korupsi yang ditangani oleh Kejari Manggarai.
“Coba kita pikirkan sekarang, kalau ada indikasi atau perbuatan melawan hukum di daerah, nilai kerugian negara setelah diaudit oleh BPK ternyata dibawah 100 juta, gimana enaknya. Cukup nggak anggaran satu perkara untuk proses sampai ke Kupang? Belum lagi hambatan yang lain,”ujarnya.
Ada pun anggaran penanganan satu perkara korupsi di Kejaksaan Negeri jelas dia berkisar 200 juta.
Selain itu tutur dia, penanganan kasus korupsi juga membutuhkan personil Sumber Daya Manusia yang memadai. Jika melihat fakta yang ada, Kejaksaan Negeri Manggarai mengalami keterbatasan personil. Sehingga membutuhkan waktu yang banyak untuk menyelesaikan satu kasus korupsi.
Menurutnya, fungsi kontrol harus tetap dilaksanakan, evaluasi kinerja aparatur, dari perangkat desa hingga presiden sekali pun harus tetap dilaksanakan.
“Asas manfaat, asas efisiensi, asas ekonomis, harus dipertimbangkan juga. Ada juga korupsi 30 juta, kemudian karena emosional dan misi tertentu oknum masyarakat, pokoknya harus penjara dan sebagainya. Apakah itu yang sebenarnya? Pengembalian kerugian negara harus diprioritaskan,”ujarnya.
Terkait kasus dugaan korupsi kepala desa Wudi, pihak Kejaksaan masih menunggu hasil audit investigatif dari Inspektorat Manggarai.
Informasi yang dihimpun Floresa.co sejumlah kasus korupsi yang sedang ditangani Kejari Manggarai antara lain ; kasus dugaan korupsi pembangunan kantor inspektorat Manggarai Timur tahun 2015, kasus pengadaan Alat Kesehatan habis pakai tahun 2013, dugaan korupsi di desa Wudi, kasus dugaan mark up Pembanguan RSUD Manggarai Timur, dan sejumlah kasus korupsi lain yang diduga merugikan negara miliaran rupiah. (Ronald Tarsan/Floresa).