Penetapan Tersangka Proyek KLHK yang Babat Hutan di Labuan Bajo Tunggu Perhitungan Kerugian Negara

Sebelumnya Kejaksaan Tinggi NTT memperkirakan kerugian negara mencapai 13 miliar rupiah

Baca Juga

Floresa.co – Penetapan tersangka dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek kontroversial milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK] yang membabat kawasan hutan di Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT masih menunggu perhitungan kerugian negara oleh lembaga terkait setelah sebelumnya kasus tersebut naik ke tahap penyidikan.

“Masih menunggu perhitungan kerugian negara,” jelas Abdul Hakim, bagian Humas meneruskan pesan Kepala Seksi Penyidikan Kejaksaan Tinggi [Kejati] NTT pada Kamis, 13 Juli 2023.

Abdul menjawab pertanyaan Floresa yang meminta informasi perkembangan pengusutan kasus itu, termasuk soal penetapan tersangka.

Proyek yang disebut persemaian modern ini dibangun di atas lahan 30 hektar di kawasan Hutan Bowosie, Wilayah Satar Kodi, Desa Nggorang, Kecamatan Komodo, sekitar 16 km arah timur dari Labuan Bajo.

Proyek itu mulai dikerjakan sejak 2021. Hingga Agustus 2022, pengerjaan proyek ini belum tuntas, meski “sudah tiga kali diadendum.”

Tim Pidana Khusus (Pidsus) Kejati NTT telah memeriksa sejumlah saksi yang berhubungan dengan proyek itu, termasuk Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Konsultan Supervisi dan Kontraktor Pelaksana.

Penyidik sudah melakukan ekspos kasus ini di hadapan sejumlah pejabat tinggi Kejati NTT pada Rabu, 29 Maret 2023.

Dalam pernyataan sebelumnya, Abdul menyatakan Kejati NTT memperkirakan kerugian negara mencapai hampir 13 miliar rupiah dari total anggaran negara yang bersumber dari APBN sebesar 42 miliar lebih dalam proyek yang dikerjakan oleh PT Mitra Eclat Gunung Arta tersebut.

Ireneus Surya, seorang pengacara yang berbasis di Labuan Bajo berharap secepatnya Kejati NTT mengumunkan keterlibatan para pihak dan tersangka kasus tersebut.

“Publik berhak mendapat informasi itu,” katanya kepada Floresa.

Sebelumnya Floresa beberapa kali meminta konfirmasi Kejati NTT terkait siapa-siapa yang sudah diperiksa dalam kasus itu.

Namun, Abdul Hakim tidak merespon pertanyaan itu di WhatsApp. Ia hanya membaca pesan tersebut.

Proyek persemaian modern ini sebelumnya diklaim akan menyediakan tanaman endemik dengan target setiap tahun bisa memproduksi satu juta bibit tanaman. Proyek itu merupakan salah satu dari program 1.000 kebun bibit desa yang tengah dijalankan KLHK di seluruh Indonesia.

Dalam kesempatan mengunjungi lokasi proyek itu pada Januari 2020, Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar mengklaim proyek itu untuk mendukung pariwisata super premium Labuan Bajo.

Ia mengatakan, “program tersebut adalah instruksi Presiden Joko Widodo dalam upaya membudayakan kegiatan menanam di kalangan masyarakat untuk menghijaukan kembali daerah-daerah di Indonesia.”

Namun, belum setahun beroperasi, persemaian itu tampak sudah mulai rusak, sebagaimana disaksikan Floresa yang beberapa kali mengunjunginya.

Abdul sebelumnya mengatakan kepada Floresa ada item pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi dan ada item pekerjaan yang fiktif.

Temuan Proyek Lain di Labuan Bajo

Selain proyek persemaian modern,  saat ini, penyidik pada unit Tindak Pidana Korupsi Polres Manggarai Barat juga sedang menyelidiki dugaan korupsi proyek budi daya sayuran hidroponik yang dibangun Badan Pelaksana Otorita Pariwisata Labuan Bajo-Flores [BPOP-LBF].

Seorang staf lembaga itu telah diperiksa oleh pada Senin, 19 Juni 2023.

AKP Ridwan, Kasat Reskrim Polres Manggarai Barat  mengatakan, pihaknya juga masih menunggu perhitungan jumlah kerugian negara akibat dugaan korupsi itu.

Kebun hidroponik yang terletak di Desa Golo Bilas, Kecamatan Komodo itu dirintis pada awal 2021 dan sempat digadang-gadang akan menjadi salah satu pemasok sayur di Labuan Bajo.

Namun, usai panen perdana pada pertengahan 2021, kebun itu sudah hancur dan kini menjadi tempat warga memelihara ternak.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini