Soal Ekologi Integral dalam Surat Gembala Natal Uskup Ruteng, Umat Poco Leok Minta Jangan Sebatas Slogan

Salah seorang umat di Poco Leok menilai pernyataan uskup kontras dengan sikap Keuskupan Ruteng dalam polemik geothermal

Baca Juga

Floresa.co- Umat Katolik di Keuskupan Ruteng memberi catatan tentang pokok terkait ekologi dalam Surat Gembala Natal Uskup Siprianus Hormat agar jangan hanya sebatas slogan, berkaca pada sikap uskup itu dalam polemik terkait proyek geothermal.

Dalam surat yang dibacakan di seluruh Gereja Katolik di Keuskupan Ruteng pada Minggu, 17 Desember 2023, Sipri berbicara secara khusus tentang program pastoral yang tidak hanya berorientasi pada kesejahteraan ekonomi, tetapi juga berdimensi adil dan ekologis.

Dimensi ekologis, katanya, terwujud ketika kegiatan ekonomi berjalan serasi dengan upaya pelestarian lingkungan hidup. 

“Dalam keselarasan dengan alam inilah, ekonomi umat kita dapat berkembang kreatif dan berkesinambungan,” tulisnya.

Sipri mengatakan Natal sesungguhnya merupakan “perayaan pembaruan alam ciptaan.” 

Karena itu, kata dia, Natal mengandung makna perutusan ekologis, di mana “manusia dan segala makhluk ciptaan dipanggil untuk mewujudkan persaudaraan universal sejagat.”

Menurut dia, “bukan hanya manusia yang memuji Allah,” tetapi “biarlah langit bersukacita dan bumi bersorak sorai.”

Dalam surat itu, ia juga menyebut tahun 2024 program pastoral Keuskupan Ruteng berkonsentrasi pada ekologi integral.

“Kita ingin memperjuangkan harmoni universal antara manusia dan makhluk ciptaan dan antarsegala makhluk ciptaan, yang hanya terjadi dalam harmoni Sang Khalik,” ungkapnya.

Ia mengatakan dalam ensiklik Laudato Si, Paus Fransiskus menandaskan bahwa alam semesta dan manusia membentuk sebuah “keluarga universal.” 

Oleh sebab itu, kata dia, pengelolaan alam demi kesejahteraan hidup manusia harus dibarengi oleh perlakuan terhadap alam secara lembut, adil, dan bertanggung jawab.

“Untuk itu sangat pentinglah pertobatan ekologis dan pedagogi ekologis. Sebab masalah ekologis berakar dalam orientasi dan semangat hidup manusia yang materialistis, konsumtif, dan egoistis,” katanya.

Ia mengatakan melalui pedagogi ekologis dalam keluarga, sekolah, paroki dan masyarakat, terbentuklah etika ekologis dan gaya hidup yang ramah terhadap lingkungan.

Atas dasar itu, kata dia, seluruh program Ekologi Integral Keuskupan Ruteng akan diusung dengan moto HPS: Harmoni, Pedagogi, dan Sejahtera. 

Membaca isi surat gembala itu, Tadeus Sukardin, warga Poco Leok, yang masuk wilayah Paroki St. Arnoldus Janssen Ponggeok dan tengah berjuang menentang proyek geothermal memberi catatan bahwa narasi uskup justru kontras dengan pilihan-pilihan sikap yang telah ditunjukkan selama ini, termasuk dalam merespons masalah geothermal.

Tadeus, warga Kampung Lungar, mengatakan kepada Floresa, sejak Poco Leok ditetapkan menjadi lokasi proyek geothermal warga dilanda kecemasan.

Dengan berkaca pada pengalaman di lokasi proyek geothermal lain di Flores, kata dia, warga meyakini proyek ini berpotensi menghancurkan ruang hidup mereka.

Ia mengaku belakangan ini, situasi di Desa Lungar, Mocok, dan Golo Muntas tidak sama lagi karena warga terusik dengan kehadiran perusahaan yang terus memaksa masuk ke lahan mereka.

Setiap saat, kata dia, warga selalu siap siaga menghadang perusahaan dan aparat mengukur lahan untuk dijadikan tapak pengeboran [wellpad] geothermal.

“Kami tidak tenang untuk bekerja. Ketika tahu perusahaan datang ke sini, kami segera meninggalkan kesibukan kami dan segera berkumpul di simpang Lungar menghadang mereka,” ungkapnya.

Sementara warga, yang adalah umat Katolik, dilanda kecemasan dan kegetiran terkait hidup mereka, kata dia, otoritas Keuskupan Ruteng, termasuk Uskup Sipri, malah memilih “diam.”

Tadeus mengatakan dalam polemik geothermal Poco Leok, Keuskupan Ruteng memang sempat menyelenggarakan pertemuan pada 12 Juli dengan warga dari 10 kampung adar, yaitu Mocok, Mucu, Nderu, Mesir, Cako, Tere, Rebak, Jong dan Mori.

Keuskupan Ruteng, kata dia, dihadiri sejumlah imam, antara lain Romo Dionysius Osharjo, Vikaris Episkopal Ruteng; Romo Marthen Chen, Direktur Pusat Pastoral; Romo Inosensius Sutam, Ketua Komisi Pariwisata dan Budaya; Romo Marten Jenarut, Ketua Komisi Justice Peace and Integration of Creation [JPIC] dan Romo Stanislaus Harmansi.

Hasil pertemuan itu, kata Tadeus, dituangkan dalam sebuah risalah berjudul “Aspirasi [Curahan Hati] Warga Poco Leok Tentang Rencana Pengembangan Geothermal Ulumbu.”

Ia mengatakan pada 2 Agustus, Alfons memimpin tim Keuskupan bertemu dengan pimpinan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral [ESDM] dan menyerahkan dokumen itu.

Sayangnya, kata dia, Keuskupan Ruteng tidak mengambil sikap jelas terhadap proyek itu, kendati sudah mendengar keluh kesah mereka.

Padahal, kata dia, saat berkunjung ke Poco Leok, warga sebetulnya mengharapkan  Keuskupan mengambil sikap yang jelas dan berpihak kepada mereka. 

Harapan itu tidak terpenuhi karena dalam pertemuan dengan pimpinan Kementerian ESDM itu, Keuskupan Ruteng mengklaim hanya berperan sebagai jembatan, katanya.

“Mereka hanya meneruskan aspirasi kami. Mereka tidak mengambil sikap tegas,” kata Tadeus.

Ia mengatakan sejak saat itu warga menilai tampaknya Keuskupan Ruteng tidak peduli dengan kecemasan dan kegetiran umat.

Kalau Keuskupan Ruteng mempunyai komitmen kuat menjaga keutuhan ciptaan sesuai misi gereja universal, kata dia, mestinya mereka berdiri bersama warga.

“Karena penolakan kami terhadap geothermal merupakan bagian dari upaya mempertahankan keutuhan ciptaan. Dalam bahasa Uskup Sipri, mewujudkan ekologi integral,” ungkapnya.

Ia mengatakan sikap Keuskupan Ruteng berbeda jauh dengan lembaga gereja lainnya seperti JPIC-OFM dan JPIC-SVD, yang hingga kini mendukung perjuangan mereka.

“Mereka punya komitmen menjaga keutuhan ciptaan dan berdiri bersama kami menentang geothermal,” ungkapnya.

Ia mengaku sikap tegas seperti itu yang dibutuhkan umat ketika berkonflik dengan penguasa dan korporasi, mengingat mereka berada dalam posisi sangat rentan.

“Kalau tidak ada sikap seperti ini, ekologi integral yang dibicarakan uskup hanya tinggal slogan, karena tidak menyentuh persoalan dasar umat,” ungkapanya. 

Ia mengatakan selama ini Keuskupan Ruteng bertahan dalam kemapanan, tidak peduli warga yang susah payah berjuang mempertahankan sumber-sumber ekonomi dari eksploitasi penguasa dan korporasi. 

Dalam polemik geothermal di wilayahnya, Keuskupan Ruteng sebelumnya mendapat protes dari warga di Desa Wae Sano, Manggarai Barat terutama saat Uskup Sipri menulis surat kepada Presiden Joko Widodo, merekomendasikan agar proyek itu dilanjutkan.

Surat yang dikirim pada 29 Mei 2021 itu terjadi setelah Keuskupan menandatangani Nota Kesepahamahan dengan pemerintah dan perusahaan.

Umat kecewa, karena dalam surat sebelumnya pada 9 Juni 2020, Uskup Sipri ikut menyuarakan keresahan warga dan meminta agar proyek itu dilanjutkan. Ia juga sempat mengunjungi Wae Sano setelah mengirim surat itu.

Sejauh ini, belum ada pernyataan resmi Uskup Sipri, yang adalah Ketua Komisi Keadilan, Perdamaian dan Pastoral Migran Perantau [KKP-PMP] Konferensi Waligereja Indonesia, terhadap persoalan geothermal di Poco Leok.

Proyek geothermal Poco Leok merupakan perluasan dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Ulumbu, sekitar 3 kilometer sebelah barat Poco Leok, yang beroperasi sejak 2012. 

Pemerintah menargetkan proyek ini menghasilkan energi listrik 2 x 20 megawatt. meningkat dari 10 megawatt yang sudah beroperasi saat ini.

Proyek ini termasuk dalam Proyek Strategis Nasional, bagian dari Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik PT PLN 2021-2030.

Warga Poco Leok terus melakukan perlawanan terhadap proyek yang berada di tanah ulayat dan dekat dengan pemukiman mereka.

Mereka terlibat dalam beberapa kali upaya penghadangan aparat dan perusahaan yang mendatangi wilayah mereka, selain dengan menggelar rangkaian unjuk rasa.

Selama perjuangan ini, dalam beberapa kejadian, mereka direpresi. Sebagian juga sempat diperiksa oleh polisi dengan tuduhan pidana penghasutan, yang oleh sejumlah kelompok advokasi dinilai sebagai bentuk kriminalisasi.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini