Baru Diuji Coba, Bak Air Bersih Sebuah Desa di Manggarai Barat Langsung Jebol, Warga Sebut Pengerjaannya Asal-asalan

Bak itu jebol pada 6 Januari, beberapa saat setelah diisi air untuk uji coba. Bak itu dikerjakan oleh empat orang warga yang dipilih kepala desa, diduga karena faktor kedekatan.

Baca Juga

Floresa.co- Warga sebuah desa di Manggarai Barat mengaku kecewa dengan hasil pengerjaan bak air bersih yang jebol saat proses uji coba, menyebut pengerjaannya asal-asalan.

Pembangunan bak itu merupakan bagian dari kegiatan pengadaan air minum bersih di Dusun Kewitu dan Nanga Tangga, Desa Nanga Bere, Kecamatan Lembor Selatan.

Total dana proyek itu adalah sebesar Rp286.034.400 yang bersumber dari dana desa tahun anggaran 2023, demikian informasi pada papan proyek.

Seorang warga desa itu yang berbicara kepada Floresa mengatakan proyek itu mulai dikerjakan pada November 2023 dan selesai pada 6 Januari 2024.

Pada 6 Januari itu, katanya, pemerintah desa mengetes daya tampung bak berukuran 4×4 meter itu dengan mengalirkan air ke dalamnya. Namun, beberapa jam setelahnya bak itu ambruk.

Papan informasi proyek pengadaan air bersih di Desa Nanga Bere. (Dokumentasi warga)

“Siangnya tes isi air, malamnya langsung jebol,” katanya kepada Floresa pada 8 Januari.

Ia menjelaskan pengerjaan proyek itu dimulai dengan pemasangan pipa dengan volume 2,2 kilometer, memanfaatkan air dari mata air Wae Lemuk. 

Warga itu menjelaskan pembangunan bak itu dikerjakan oleh empat warga yang “dipilih oleh kepala desa.” 

Para pekerja, kata dia, dipilih bukan berdasarkan kemampuan, tetapi atas dasar “faktor kedekatan” karena mereka adalah “tim pemenangan politik” kepala desa.

“Bak itu dikerjakan kurang lebih dua minggu,” katanya.

Ia menduga selain karena tekanan air, pemicu jebolnya bak itu karena pengerjaannya “asal-asalan.”

Para pekerja, kata dia, langsung menaikkan batu bata, tanpa mengecornya terlebih dahulu.

Ia menyebut para pekerja, “hanya mementingkan uang semata,” mengabaikan kualitas.

Warga tersebut mengirimkan kepada Floresa beberapa foto dan video yang menampilkan kondisi terkini bak itu.

Foto-foto itu memperlihatkan bak yang fondasinya tidak dicor. Di sudut bak juga tampak tidak dipasangi besi beton.

Menurut warga itu, pengelolaan anggaran proyek ini tidak transparan karena pemerintah desa tidak melibatkan Badan Permusyawaratan Desa [BPD]. 

Pemerintah desa, kata dia, tidak memberikan Rencana Anggaran Biaya [RAB], meski BPD memintanya.

Warga itu mengatakan mereka sudah mengeluhkan hasil pengerjaan bak itu kepada pemerintah desa, yang direspons dengan janji “dalam waktu dekat akan diperbaiki.”

Ia mengatakan pemerintah desa tidak merinci waktu pelaksanaan perbaikan itu.

Kondisi bak air bersih di Desa Nanga Bere usai jebol. (Dokumentasi warga)

Floresa menghubungi Kepala Desa Nanga Bere, Huzifa Sion via WhatsApp pada 9, demikian juga Ketua BPD, Ahmad. Namun, belum mendapat respons keduanya.

Warga itu menjelaskan proyek saat ini adalah tahap ketiga dalam program pengadaan air minum bersih di desa mereka.

Anggaran tahap pertama dan kedua adalah pada 2021 dan 2022, masing-masing Rp275 juta dan Rp250 juta. 

Pada proyek tahan sebelumnya warga juga menyampaikan keluhan.

Laporan Floresa pada 11 Agustus 2023 menyebutkan proyek pengadaan air minum di lima kampung desa itu, masing-masing Kampung Wae Raja, Bangko, Weko, Kewitu dan Nanga Tangga membuat warga kecewa.

Menurut laporan itu, warga kecewa karena air tidak lagi mengalir dari pipa hingga kran yang dipasang di kampung mereka. Hal itu membuat mereka kembali menimba air di Kali Rembong, yang berada di wilayah desa itu, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Kali Rembong merupakan satu-satunya sumber air bersih sebelum proyek air minum bermula di Nanga Bere, desa yang dihuni 1.239 jiwa.

Seorang warga desa, informan yang melaporkan kasus ini kepada Floresa menyatakan terakhir kali air minum mengalir dari pipa-pipa proyek itu pada 2022.

Proyek air minum itu, kata warga, dikerjakan sejak Huzaifa Sion – kini kepala desa, masih menjabat bendahara desa. 

Catatan redaksi: Berita ini kami revisi pada 9 Januari pukul 19.58 Wita dengan menghapus nama narasumber. Ia meminta namanya tidak disebut setelah mengaku mendapat teror karena melaporkan kasus ini kepada Floresa.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini