Skandal Imam, Keluarga Korban Tuntut Keuskupan Ruteng Selesaikan dengan ‘Adil dan Transparan’

Bila tuntutan tak dipenuhi keuskupan, keluarga korban berencana menempuh jalur hukum

Floresa.co – Keuskupan Ruteng di Flores, Nusa Tenggara Timur [NTT] menghadapi tuntutan serius dari sebuah keluarga Katolik terkait dugaan skandal yang dilakukan seorang pastor paroki.

Keluarga tersebut menuntut Romo Agustinus Iwanti “mencopot jubah” atau keuskupan segera menanggalkan penugasannya sebagai umam.

Imam yang dikenal sebagai Romo Gusti itu, tertangkap tidur dengan istri seorang umat pada 24 April dini hari saat ia berstatus sebagai Pastor Paroki St. Yosef Kisol.

Baik Gusti maupun umat tersebut sudah memberikan klarifikasi ke publik atas peristiwa tersebut. 

Gusti mengklaim ia memang sedang dalam satu kamar dengan istri umatnya, namun dalam keadaan berpakaian lengkap.

Umatnya merespons klaim itu dengan kesaksian berbeda; imam itu satu selimut dengan istrinya pada pukul 02.00 Wita di kamar rumah mereka. 

Tak hanya menampar, ia juga memarahi Gusti. Ia menggambarkan Gusti memohon ampun berulang kali, sembari meminta agar kasus itu tidak diekspos karena akan membuatnya hancur.

Gusti sudah diberhentikan dari jabatannya sebagai pastor paroki, tak lama setelah peristiwa itu dilaporkan ke Vikaris Episkopal Kevikepaan Borong dan ramai diberitakan media.

Valentinus, umat Paroki Kisol yang istrinya kedapatan tidur dengan Gusti di rumah mereka, mengatakan permintaan agar imam itu menanggalkan jubah disampaikan atas nama keluarganya.

Valentinus yang berbicara dengan Floresa pada 16 Mei berkata, pernyataan itu telah disampaikan lewat sebuah surat yang “diserahkan ke Kevikepan Borong” pada 4 Mei.

Selain menuntut mencopot jubah Gusti, dalam pernyataan itu, keluarga Valentinus juga meminta Gusti “mempertanggungjawabkan perbuatannya” dengan membiayai kehidupan istri Valentinus.

Keluarga Valentinus juga “mendesak pihak Keuskupan Ruteng untuk segera menyelesaikan kasus ini secara adil dan transparan, selambat-lambatnya dua minggu sejak surat pernyataan sikap ini dibuat.”

“Apabila keputusan dari penegak hukum gereja dalam menindak Romo Agustinus Iwanti tidak sesuai poin-poin tuntutan pihak keluarga korban, maka kami selaku keluarga korban akan mengambil langkah jalur hukum di kepolisian,” menurut pernyataan itu.

Pernyataan yang dibuat di kediaman Valentinus di Desa Lembur, Kecamatan Kota Komba, Manggarai Timur itu, disusun dan disepakati melalui proses diskusi di antara keluarga besar, kata Valentinus.

Ia menjelaskan kepada Floresa bahwa Kevikepan Borong yang telah menerima salinan pernyataan sikap itu telah menginformasikan akan bertemu dengannya.

“Mungkin minggu depan romo dari Kevikepan Borong datang ke sini [Lembur] untuk datang Misa di stasi, sekaligus ketemu saya memberitahu keputusan keuskupan terkait kasus ini,” ujarnya.

Vikaris Jenderal Keuskupan Ruteng, Romo Alfons Segar menjawab singkat pertanyaan Floresa tentang  keputusan keuskupan atas status Gusti.

“Masih dalam proses,” ujarnya melalui pesan WhatsApp.

Alfons tidak menjawab pertanyaan terkait informasi bahwa pekan depan pihak Kevikepan Borong akan menyampaikan keputusan itu ke keluarga Valentius.

Dalam sebuah laporan yang dipublikasi pada 9 Mei, Floresa meminta respons umat Katolik terhadap kasus ini.

Tidak hanya sepakat untuk memberhentikan Gusti, mereka juga  berharap kasus ini menjadi kesempatan bagi sebuah pembaruan besar-besaran di Keuskupan Ruteng, terutama dalam  pola penanganan terhadap imam yang bermasalah.

“Langkah ini akan mengurangi derita umat, apalagi keluarga yang menjadi korban. Jangan sampai Gereja hanya berfokus pada pelaku, bukan pada keluarga yang menjadi korban serta sensus fidei [perasaan iman] umat secara keseluruhan,” kata Rikard Rahmat, salah salah umat Katolik.

Ia berkata, “terobosan berupa pemberhentian dari imam kiranya akan menjadi pelajaran bagi semua, ada efek jera,” katanya.

“Jika tidak ada kebijakan terobosan yang keras dan tegas itu, saya kasihan dengan umat yang terpaksa harus selalu siap mengalami kasus berulang di kemudian hari,” katanya.

Hal senada disampaikan Yuliana Odisebo,  seorang umat di Paroki St. Mikael Kumba, Ruteng bahwa Gusti “sebaiknya mundur saja” karena tindakannya telah berdampak buruk untuk gereja dan kepercayaan umat terhadap imam akan hilang.

“Gara-gara perbuatan oknum romo ini, saya sudah mulai kurang yakin dengan imam-imam yang lain. Ya semoga saja tidak semua begitu,” katanya.

Editor: Petrus Dabu

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di Grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini atau di Channel Whatsapp dengan klik di sini.

spot_img

BACA JUGA

BANYAK DIBACA