Pemda Mabar Surati KLHK, Desak Tinjau Kebijakan ‘Kenaikan Tarif ke TN Komodo’  

“Berdasarkan tuntutan masyarakat pelaku industri pariwisata yang tergabung dalam Formapp-Mabar dan untuk mendukung pengelolaan pariwisata yang inklusif dan berkelanjutan, maka Pemda Mabar memohon untuk mempertimbangkan dan menunjau kembali rencana pembatasan kuota dan kenikan tarif masuk sebesar 3.750.000 rupiah per orang per tahun,” demikian bunyi surat itu.

Floresa.co – Pemerintah Daerah Kabupaten Manggarai Barat [Mabar], Nusa Tenggara Timur [NTT] menyurati Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK] meminta untuk meninjau kembali rencana menaikkan ‘Tarif ke Taman Nasional [TN] Komodo pada Selasa, 19 Juli 2022.

Langkah itu diambil Pemda Mabar sebagai tindak lanjut desakan massa aksi dari berbagai asosiasi yang tergabung dalam Forum Masyarakat Penyelamat Pariwisata [Formapp] Mabar yang menolak ‘Kenaikan Tarif itu’ dalam aksi pada Senin, 18 Juli 2022.

“Berdasarkan tuntutan masyarakat pelaku industri pariwisata yang tergabung dalam Formapp-Mabar dan untuk mendukung pengelolaan pariwisata yang inklusif dan berkelanjutan, maka Pemda Mabar memohon untuk mempertimbangkan dan menunjau kembali rencana pembatasan kuota dan kenikan tarif masuk sebesar 3.750.000 rupiah per orang per tahun,” demikian bunyi surat itu.

Dalam surat bernomor 5569/711/Parekrafbud/VII/2022 yang diteken oleh Bupati Mabar, Edistasius Endi dengan tembusan kepada Gubernur NTT dan DPRD Mabar itu, Pemda mengharapkan KLHK untuk secepatnya membuat surat balasan.

“Untuk menjamin kepastian pelayanan pariwisata di Kabupaten Mabar, maka Pemerintah Mabar mengharapkan agar surat ini dapat dibalas dalam waktu yang tidak terlalu lama,” demikian bunyi kutipan lainnya.

Selain itu, dalam surat itu juga disertakan lampiran yakni pernyataan sikap Formapp Mabar yang pada aksi itu dibacakan di Kantor BTNK dan Kantor Bupati Mabar serta diserahkan langsung kepada Bupati Edistasius.

Dalam pernyataan sikap itu, massa aksi secara tegas menyatakan penolakan kebijakan kenaikan harga tiket dan “berbagai praktek monopoli bisnis berbasis korporasi di Taman Nasional Komodo.”

“Kebijakan ini sangat bertentangan dengan konservasi dan keadilan ekonomi sebagai prinsip dasar pariwisata di TN Komodo yang selama ini sangat kami junjung tinggi,” tegas mereka.

BACA: Tolak Kenaikan Harga Tiket dan Monopoli Bisnis di TN Komodo, Ini Pernyataan Warga

Dalam kebijakan yang rencananya berlaku mulai 1 Agustus mendatang, pemerintah menetapkan biaya tiket masuk ke kawasan TN Komodo Rp 3.75 juta per orang untuk periode satu tahun. Skema ini juga diterapkan secara kolektif dengan Rp 15 juta untuk empat orang per tahun.

Ketua Formapp membacakan pernyataan sikap aksi di hadapan Bupati Mabar, Edistasius Endi. [Foto: Floresa].
Kebijakan ini menempatkan PT Flobamora sebagai pengelola tunggal melalui paket wisata bernama Experimentalist Valuing Environment (EVE) untuk Pulau Komodo dan Pulau Padar serta perairan di sekitarnya.

Pemerintah beralasan bahwa kebijakan ini dilakukan untuk membatasi jumlah pengunjung ke kawasan TN Komodo, di mana ditetapkan bahwa jumlah ideal wisatawan adalah 219.000 orang per tahun, tahun dengan jumlah maksimal 292.000 orang per tahun.

Pihak PT Flobamora mengklaim kebijakan ini berdasarkan hasil kajian daya dukung daya tampung wisata [DDDTW] berbasis jasa ekosistem ini untuk meminimalisai dampak negatif kegiatan wisata alam terhadap kelestarian populasi komodo dan satwa liar lainnya, mempertahankan kelestarian ekosistem TN Komodo, kenyamanan dan keamanan pengunjung serta petugas selama beraktivitas di dalam kawasan TN Komodo.

Fomapp menentang kebijakan ini dan menyebutnya sangat merugikan masyarakat lokal Kabupaten Manggarai Barat dan masyarakat NTT secara umum yang selama ini hidup dari sektor pariwisata.

Mereka juga menyebut, waktu penetapan kebijakan ini yang terjadi langsung setelah pandemi, yaitu pada saat ekonomi pariwisata baru perlahan-lahan hidup kembali, “merugikan masyarakat pelaku pariwisata dan menghambat pemulihan ekonomi pasca-pandemi pada umumhya.”

BACA: Presiden Didesak Batalkan Kenaikan Tiket dan Cabut Izin Perusahaan-Perusahaan di TN Komodo

Selain meminggirkan warga lokal, kebijakan ini dianggap sebagai “praktek monopoli bisnis pariwisata di tangan segelintir orang.”

Pemberlakukan tiket, seperti ini demikian disampaikan juga menyebabkan ketidakadilan bagi wisatawan yang ingin menikmati TN Komodo sebagai situs warisa dunia.

Mereka juga mendesak pemerintah mencabut semua izin perusahaan-perusahaan baik Peruahaan swasta maupun perusahaan milik negara yang telah mengantongi izin usaha pariwisata di dalam kawasan TN Komodo.

Dalam empat tahun belakangan ini, warga terus mendesak Pemerintah untuk mencabut izin-izin perusahaan swasta dalam kawasan TN Komodo [PT SKL di Pulau Rinca, PT KWE di Pulau Padar & Komodo dan PT Synergindo Niagatama di Pulau Tatawa].

Selain itu warga Kampung Komodo juga memprotes keras rencana pemindahan mereka pada tahun 2019 dalam rangka menjadikan Pulau tersebut sebagai destinasi wisata eksklusif.

Hingga sekarang, protes publik telah mendapatkan perhatian dari lembaga internasional UNESCO dengan melakukan kunjungan lapangan (reactive monitoring) beberapa waktu lalu.

Floresa

 

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini