Floresa.co – Warga di Kampung Lengko Lolok, Kabupaten Manggarai Timur, NTT menyebut putusan Mahkamah Agung [MA] yang mengabulkan gugatan mereka terhadap izin tambang sebagai buah dari doa dan restu leluhur mereka.
Isfridus Sota, salah satu warga yang menjadi penggugat izin tambang itu sempat tidak percaya ketika dihubungi pada Kamis, 20 Oktober 2022 untuk meminta tanggapannya terhadap putusan MA itu.
“Apakah benar kami menang?” katanya kepada Floresa.co.
Edu, sapaanya, mengatakan sedang berada jauh dari kampungnya dan mengaku masih ragu dengan berita kemenangan itu meski sudah mendapat informasi dari beberapa orang yang menghubunginya.
Setelah Floresa.co menceritakan hasil putusan MA berdasarkan dokumen yang diperoleh, ia pun mengaku lega.
“Saya bersyukur sekali. Terima kasih kepada Mahkamah Agung atas keputusan ini. Ini jawaban atas doa dan perjuangan selama ini. Saya juga merasa lega, akhirnya kita merasa bebas dari keraguan selama ini,” katanya.
Edu bersama salah seorang warga lainnya, Bonifasius Yudent mewakili warga di kampungnya yang masuk Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda Utara melakukan gugatan terkait izin tambang batu gamping yang telah diberikan oleh Pemerintah Provinsi NTT kepada PT Istindo Mitra Manggarai [PT IMM] dan izin lingkungan yang telah diterbitkan oleh Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur.
Izin tanbang yang terbit pada 2020 itu mencakup lahan 585,33 hektar di desa mereka.
Dalam pemberitahuan terkait putusan itu yang bisa diakses publik pada Rabu, 19 Oktober, MA menyatakan mengabulkan gugatan warga dan menyebut izin tambang dan izin lingkungan yang telah diterbitkan tidak sah.
Senada dengan Edu, Bonifasius juga menyebut putusan MA itu menjadi tanda bahwa “semua doa selama ini dikabulkan.”
“Selama ini kami berdoa pada Tuhan dan memohon restu pada leluhur agar kami tetap bertahan di atas tanah Lengko Lolok ini,” katanya.
Yesualdus Jurdin, tetangga Bonefasius menambahkan, ia berterima kasih kepada “Tuhan Yesus karena Engkau mendengar dan mengabulkan doa-doa yang kami panjatkan kehadiratMu.”
Edu mengatakan, ia tidak menyangka bahwa perjuangan mencari keadilan demi mempertahankan tanah dan kampung adat warisan leluhur mereka akan berakhir dengan kemenangan.
“Kita menemukan orang-orang yang tepat untuk membantu kita. Gereja, LSM, pengacara, wartawan, keluarga Manggarai Diaspora. Terima kasih untuk orang-orang baik ini,” katanya.
Ia berharap investor tambang tidak lagi mengganggu kehidupan warga Lengko Lolok agar mereka bisa merajut kembali tali persaudaraan agar bisa hidup bersama dalam suasana damai dan tenteram setelah sempat terbelah antara kelompok pro dan kontra tambang.
“Investor jangan datang lagi ke Lengko Lolok, lebih-lebih [investor] tambang yang sangat mengganggu kenyamanan di Lengko Lolok. Mereka telah merusak relasi sosial antarwarga, antarsaudara, antara tetua adat dengan warga adat,” tegasnya.
Ia juga meminta pemerintah, baik Pemkab Manggarai Timur maupun Pemprov NTT untuk tidak lagi memaksakan sektor pertambangan di wilayah itu.
Pemerintah, kata dia, mesti membangun ekonomi masyarakat melalui sektor pertanian dan peternakan, serta memfasilitasi air bersih bagi warga setempat.
“Pemerintah buat sesuatu di Lengko Lolok, buat yang sehat-sehat sajalah. Jangan datangkan tambang yang membuat konflik di tengah masyarakat,” tegasnya.
Sementara itu, Yohanes Nardi Nandeng, Ketua PMKRI Cabang Ruteng PMKRI, organisasi mahasiswa yang selama ini ikut mengadvokasi gerakan tolak tambang di wilayah Manggarai Raya menyebut putusan yang memenangkan warga itu “menunjukkan bahwa institusi MA digawangi hakim agung yang berintegritas.”
“Bagi PMKRI, putusan kasasi MA menjadi energi baru bagi perjuangan menolak kehadiran tambang di daerah ini,” katanya.
Nardi menjelaskan, PMKRI Cabang Ruteng tetap konsisten berjuang bersama masyarakat untuk melindungi Manggarai Raya dari gempuran pertambangan.
Manggarai Raya yang mencakup tiga kabupaten – Manggarai Barat, Manggarai dan Manggarai Timur, kata dia, memiliki potensi selain tambang yang lebih menjanjikan kesejahteraan berkelanjutan bagi masyarakat.
Ia pun mengingatkan agar PT IMM tidak lagi mengganggu kehidupan warga setempat.
Sementara kepada Pemerintah Provinsi NTT dan Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur, ia mengingatkan agar tidak lagi membawa investor yang merusak lingkungan, tetapi mengembangkan sektor pertanian dan peternakan serta kelautan.