Ahli Hukum Agraria: Gregorius Jeramu Berhak Dapat Ganti Rugi Pengadaan Tanah Terminal Kembur

Rikardo Simarmata, dosen hukum agraria dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta hadir sebagai saksi ahli yang meringankan bagi Gregorius Jeramu

Floresa.co – Seorang ahli yang pernah dihadirkan dalam sidang terkait kasus dugaan korupsi pengadaan tanah untuk Terminal Kembur di Kabupaten Manggarai Timur, NTT, mengatakan bahwa terdakwa Gregorius Jeramu ‘berhak’ mendapat ganti rugi.

“Saya sudah mengatakan, dia [Gregorius Jeramu] berhak [mendapat ganti rugi],” kata Rikardo Simarmata, dosen hukum agraria dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta saat terlibat dalam dialog dengan Ketua Majelis Hakim, Wari Juniati dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Kupang baru-baru ini.

Rikardo berbicara sebagai saksi ahli yang meringankan bagi Gregorius, salah satu dari dua terdakwa dalam kasus ini. Ia adalah pemilik lahan yang dijual untuk pembangunan terminal.

Pada kesempatan itu, Hakim Juniati beropini dengan menyebut bahwa penetapan tersangka Gregorius hingga kemudian berstatus terdakwa karena mendapat aliran dana dari pembangunan terminal kembur.

“Ahli, harus ketahui [bahwa] uang yang keluar itu untuk pembangunan terminal bukan untuk pengadaan. Itu yang ahli harus ketahui,” ujar Hakim Juniati.

Rikardo kemudian menyatakan bahwa pendapat Hakim Juniati tersebut berbeda dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum [JPU] yang menyebut Gregorius sebagai ‘pihak yang tidak berhak’ sehingga dinyatakan telah melakukan ‘tindak pidana korupsi’.

“Tetapi dari jaksa, izin majelis, dia menghubungkan kerugian itu karena si terdakwa itu bukanlah subjek pemilik tanah yang berhak mendapatkan ganti rugi,” ujar Rikardo menyela pernyataan Hakim Juniati.

Namun, Hakim Juniati tetap kukuh dengan pendapatnya.

Menurutnya, Gregorius menjadi terdakwa karena uang yang diperoleh tersebut merupakan jatah untuk pembangunan terminal, bukan untuk ganti kerugian pengadaan tanah terminal.

“Itu tadi, uang kedua [tahap II] itu untuk pembangunan terminal, tetapi dilarikan untuk pembayaran terdakwa. Jadi, pembangunan terminal tahun kedua itu [jadinya] untuk pengadaan tanah,” ujar Hakim Juniati.

Uang kedua yang dimaksudkan Hakim Juniati merujuk pada pembayaran tahap II pada tahun 2013 sebesar Rp127.000.000 di mana Gregorius mendapat Rp121.227.273 setelah dipotong pajak 5%. Sementara pembayaran tahap pertama dilakukan pada tahun 2012 di mana Gregorius memperoleh Rp294.000.000.

Rikardo menegaskan, jika penetapan tersangka terhadap Gregorius merujuk kepada pendapat hakim tersebut, maka harus ada pembuktian bahwa Gregorius sengaja menerima pembayaran tahap kedua yang menurut Hakim Juniati sebagai uang yang dianggarkan untuk pembangunan terminal.

Ia menjelaskan, Gregorius adalah “pemilik tanah biasa” dan karena itu harus dibuktikan apakah ia memang tahu bahwa uang yang dia terima itu adalah untuk pembangunan fisik terminal, tetapi malah dialihkan untuk pengadaan tanah.

“Dibuktikan saja. Kalau memang terdakwa mengetahui rencana [tersebut], itu yang menyebabkan kerugian [negara],” tegasnya.

Selain terlibat dalam dialog dengan Hakim Juniati, Simarmata juga diajukan cukup banyak pertanyaan oleh tim kuasa hukum Gregorius.

Selama proses tanya jawab tersebut, dia menegaskan bahwa Gregorius adalah pemilik sah atas tanah yang kini dipersoalkan oleh JPU.

Sebagaimana dakwaan JPU, penetapan tersangka terhadap Gregorius adalah karena dirinya menguasai tanah ‘tanpa alas hak’.

Karena itu, demikian menurut dakwaan, uang yang diterimanya dari penjualan tanah tersebut kepada Pemda Manggarai Timur dianggap sebagai tindak pidana korupsi.

Terminal Kembur awalnya direncanakan untuk menjadi penghubung bagi angkutan pedesaan dari daerah di wilayah utara Borong, ibukota Manggarai Timur dengan angkutan khusus menuju Borong.

Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informasi menghabiskan anggaran sebesar Rp 4 miliar untuk pembangunannya, di mana Rp 3,6 miliar adalah untuk pembangunan fisik terminal mulai tahun 2013 sampai 2015.

Namun, usai dibangun, terminal itu tidak dimanfaatkan dan kini dalam kondisi rusak.

Jaksa mengusut kasus terminal ini sejak Januari 2021, dengan memeriksa 25 orang saksi.

Selain mantan Bupati Yoseph Tote, Kejaksaan juga telah memeriksa Fansialdus Jahang, mantan Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informasi dan Gaspar Nanggar, mantan Kepala Bidang Perhubungan Darat di dinas itu.

Kontraktor yang mengerjakan terminal itu juga sempat diperiksa, yakni Direktur CV Kembang Setia, Yohanes John dan staf teknik CV Eka Putra, Adrianus E Go.

Kejaksaan baru mengusut masalah pengadaan lahan, sementara terkait pembangunan terminal belum tersentuh.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

BACA JUGA

BANYAK DIBACA