ReportaseMendalamRespons Surat Divisi Propram Polri, Kuasa Hukum Wisatawan Korban Pemerkosaan di Labuan Bajo; 'Sesulit Itukah Mencari Keadilan di Negeri Ini?'

Respons Surat Divisi Propram Polri, Kuasa Hukum Wisatawan Korban Pemerkosaan di Labuan Bajo; ‘Sesulit Itukah Mencari Keadilan di Negeri Ini?’

Kasus ini telah dilaporkan sejak tiga tahun lalu, korban masih terus mencari keadilan

Floresa.co – Kuasa hukum wisatawan korban dugaan pemerkosaan di Labuan Bajo kembali menelan pil pahit. Surat pengaduan mereka ke Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan [Propam] Mabes Polri tidak mendapat respons yang memuaskan.

Alih-alih merespons langsung tindak lanjut kasus kliennya, Bagian Pelayanan Pengaduan [Bagyanduan] Divisi Propam Polri justru  menindaklanjuti pengaduan itu dengan melimpahkannya ke Biro Pengawasan Penyidik [Wassidik] Bareskrim Polri.

“Saya dilempar [ke] sana sini, tanpa ada kejelasan. Sesulit itukah mencari keadilan di negeri ini?” ujar Siti Sapurah, salah satu kuasa hukum korban kepada Floresa, Sabtu 16 Desember.

Sebelumnya pada 18 Oktober 2023, Siti dan kuasa hukum korban menyurati Kepala Divisi Propam Mabes Polri.  Dalam surat itu, tim kuasa hukum meminta divisi yang memeriksa pelanggaran etik dan disiplin terhadap seluruh anggota Polri itu untuk “membantu kami mencari keadilan.”

“Seperti yang diucapkan Kapolri saat menyampaikan visi dan misi dalam fit and proper test di depan anggota DPR RI,” tulis kuasa hukum menyitir Listyo: ‘Jika saya terpilih menjadi Kapolri, maka tak ada lagi istilah hukum itu tajam ke bawah dan tumpul ke atas.’

Tim kuasa hukum juga “mengingatkan kembali” masih banyak upaya mencari keadilan di kepolisian yang ibarat “jauh panggang dari api.” Peribahasa itu menunjukkan sulitnya polisi memenuhi ekspektasi pencari keadilan.

Tim kuasa hukum korban meminta Kepala Divisi Propram memberitahu hasil dari proses yang sudah dilakukan atas pengaduan yang mereka kirimkan, atau memberikan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP), karena Polres Manggarai Barat atau Polda NTT tidak mengirimkan SP2HP ke kuasa hukum korban.

Merespons surat tertanggal 18 Oktober 2023 itu, Bagian Pelayanan Pengaduan (Bagyanduan) Divisi Propam Polri, dalam surat tertanggal 15 Desember 2023 menyampaikan“melimpahkan laporan tersebut ke Biro Wassidik Bareskrim Polri untuk ditindaklanjuti.”

Menurut Siti, pelimpahan laporan ke Biro Wassidik memperpanjang deretan lembaga di internal Kepolisian yang harus dihubungi untuk mendapatkan informasi penanganan kasus pemerkosaan terhadap kliennya. 

“Kenapa Kadiv Propam tidak langsung memberikan  kesimpulan?” ujarnya.

Selain ke Divisi Propam, tim kuasa hukum korban juga pernah menyurati Kepala Badan Reserse dan Kriminal [Kabareskrim] Mabes Polri. Isi  surat yang juga tertanggal 18 Oktober 2023 ini kurang lebih sama dengan surat ke Divisi Propam.

Namun, tidak seperti surat ke Divisi Propam yang sudah direspons, surat ke Kabareskrim itu belum direspons.

Siti juga pernah menyurati pihak Polres Manggarai Barat pada Mei 2023. Surat itu tembusannya ditujukan ke beberapa lembaga seperti Kabareskrim, Kadivpropam, Kompolnas, LPSK serta Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak. 

Siti masih menyimpan harapan untuk institusi kepolisian. Ia berharap lembaga yang kini dipimpin oleh Jenderal Listyo Sigit Prabowo itu menjadi  “pengayom masyarakat” seperti slogan Listyo saat menjalani uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR RI pada Januari 2021 lalu, bahwa hukum tidak lagi tajam ke bawah dan tumpul ke atas.

“Dimana sekarang slogan itu? Setiap warga negara berhak mendapatkan kepastian hukum,” ujar Siti.

“Saya minta negara benar-benar serius melindungi warganya, terutama kaum perempuan yang notabene rentan menjadi korban pemerkosaan, kekerasan seksual atau kekerasan dalam bentuk apa pun,” tambah Siti.

Kasus dugaan pemerkosaan ini terjadi pada 12 Juni 2020.

Dalam wawancara dengan Floresa, korban meyakini bahwa ia diperkosa dalam kondisi kehilangan kesadaran usai mengonsumsi minuman beralkohol jenis Soju yang dibawa pelaku.

Keesokan harinya, ketika sadar, korban yang menemukan tanda-tanda kekerasan pada tubuhnya melapor polisi.

Ia mengaku menemukan berbagai kejanggalan sejak awal penanganan kasus ini. 

Salah satu misteri yang hendak dicari jawaban oleh korban adalah penyebab ia kehilangan kesadaran saat kejadian. Karena itu, saat menjalani visum et repertum di Rumah Sakit Umum Daerah Komodo di Labuan Bajo, ia bersikukuh meminta dilakukan tes urin untuk mengetahui kandungan minuman itu.

Namun, polisi yang bertugas menemaninya melakukan visum menghalang-halangi tes itu. Tes kemudian dilakukan setelah korban terus memaksa dan membayar sendiri.

Keanehan berlanjut karena pihak rumah sakit tidak menyerahkan hasil tes urin kepada korban. Lebih dari tiga tahun kemudian, yaitu pada Oktober 2023, pihak rumah sakit baru mengirim salinannya.

Pihak rumah sakit mengaku telah memberikan hasil tes urin itu kepada polisi dan lupa memberi hasil tes itu kepada korban. 

Di sisi lain, polisi mengklaim tidak pernah menerima hasil tes tersebut dan menyebut tes urin di luar tanggung jawab mereka. Sayangnya, rumah sakit tidak mau memberi informasi terkait polisi yang menerima hasil itu.

Korban juga tidak melihat keseriusan polisi untuk mencari alat bukti, misalny tidak melakukan olah tempat kejadian perkara. Korban malah mengumpulkan sendiri botol bekas minuman dan menyerahkannya kepada polisi.

Kejanggalan lain adalah ia baru dapat melihat hasil visum setelah menolak permintaan terduga pelaku melakukan mediasi.

Di sisi lain, polisi kemudian menyatakan menghentikan kasus ini setelah menyimak keterangan pelaku.

Dalam wawancara pada 2 Oktober dengan Floresa, Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polres Manggarai Barat saat itu, Karina Viktoria Anam mengklaim “tidak ada alasan untuk menindaklanjuti” prosesnya dan “hanya bisa dibuka kembali jika korban atau pengacara korban punya bukti lain yang kuat.” 

Pada 19 Oktober atau nyaris dua pekan sesudah menerbitkan laporan yang mengutip KarinaFloresa mendapat informasi bahwa ia sudah diganti.

DUKUNG KAMI

Terima kasih telah membaca artikel kami.

Floresa adalah media independen. Setiap laporan kami lahir dari kerja keras rekan-rekan reporter dan editor yang terus berupaya merawat komitmen agar jurnalisme melayani kepentingan publik.

Kami menggalang dukungan publik, bagian dari cara untuk terus bertahan dan menjaga independensi.

Cara salurkan bantuan bisa dicek pada tautan ini: https://floresa.co/dukung-kami

Terima kasih untuk kawan-kawan yang telah mendukung kami.

Gabung juga di Grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini atau di Channel WhatsApp dengan klik di sini.

BACA JUGA

spot_img

TERKINI

BANYAK DIBACA