Floresa.co – Aroma tengik menguar dari sisi kiri dan kanan jalan dari Labuan Bajo menuju Kecamatan Boleng, Manggarai Barat saat Floresa melintasi jalur itu pada 8 Juni.
Sumbernya dari empat titik tumpukan sampah yang didominasi plastik.
Tumpukan itu berada di dekat insinerator, tempat pengolahan limbah bahan bahaya beracun (B3) dan Persemaian Modern.
Kedua fasilitas itu dibangun di Satar Kodi, Desa Nggorang, wilayah dalam kawasan Hutan Bowosie, sekitar 15 kilometer ke arah timur Labuan Bajo.
Di salah satu titik, sampah-sampah itu dibungkus kantong kresek hitam berukuran besar, yang lainnya dibungkus dalam karung.
Stefanus Nali, pengelola insinerator mengaku tumpukan sampah itu mulai muncul sejak awal tahun ini dan volumenya terus bertambah.
Selain sampah plastik, ada pula puing bangunan.
“Kalau dari bangunan pribadi saya tidak yakin. Saya duga ini dari bangunan pengusaha-pengusaha,” katanya kepada Floresa.
Stefanus mengaku sering sengaja pulang kerja pada pukul 20.00 Wita untuk “mengecek siapa yang membuang sampah itu.”
Namun, ia tidak pernah melihat langsung pelakunya.
Ia pun menduga sampah-sampah itu dibuang setelah tengah malam pada “jam 12 malam ke atas.”
Stefanus berkata, kawasan tersebut merupakan daerah tangkapan air sehingga seharusnya bebas dari sampah.
Ia telah berkoordinasi dengan Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) NTT yang menaungi Kabupaten Manggarai dan Manggarai Barat untuk ikut menangani masalah sampah tersebut.
KPH merupakan lembaga yang bertanggung jawab atas pengelolaan dan pemanfaatan hutan.
Selain itu, ia telah meminta Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Kabupaten Manggarai Barat untuk mengawasi lokasi tersebut.
“Biar kawasan ini tidak lagi menjadi tempat pembuangan sampah,” katanya.

Dinas Lingkungan Hidup: Dari Hotel dan Resor
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan, Vinsensius Gande menduga tumpukan sampah puing bangunan di kawasan itu berasal dari hotel atau resor yang sedang dikerjakan.
Ia mengklaim pernah menemukan jenis sampah serupa di Desa Gorontalo dan di Kampung Wae Nahi, Kelurahan Wae Kelambu.
Sementara sampah-sampah yang disimpan dalam plastik, ia menduganya berasal dari rumah tangga yang tidak berlangganan jasa pengangkutan sampah dengan dinas.
Stefanus mengaku dinasnya memang kewalahan mengangkut sampah-sampah rumah tangga di seluruh kota Labuan Bajo.
Pemicunya karena kekurangan tenaga dan kendaraan sehingga hanya mengangkut sampah di sepanjang Jalan Trans Flores.
“Kami hanya memiliki 18 mobil pengangkut sampah. Itupun satunya ada di Lembor, Kecamatan Lembor,” katanya.
Ia menyebut sampah di Labuan Bajo terbanyak dari hotel, kapal, restoran, pasar, tempat usaha dan rumah tangga.
Dinasnya mengakut sampah-sampah itu ke Tempat Pembuangan Akhir Warloka di Desa Warloka serta dikelola komunitas dan pemulung.
Pada tahun lalu, kata dia, sebanyak 21 ton ke TPA Warloka sedangkan 12 ton diolah oleh komunitas.
Untuk sampah di lereng Bowosie, Vinsensius berjanji akan meminta petugas untuk segera mengangkutnya.
Editor: Herry Kabut