ReportaseMendalamTak Bacakan Temuan BPK Saat Sidang Paripurna, Aktivis Duga Banggar DPRD Manggarai Barat Sembunyikan Kesalahan Pemerintah

Tak Bacakan Temuan BPK Saat Sidang Paripurna, Aktivis Duga Banggar DPRD Manggarai Barat Sembunyikan Kesalahan Pemerintah

Dokumen itu adalah alat ukur independen tentang bagaimana uang rakyat digunakan, kata anggota DPRD

Floresa.co – Aktivis di Manggarai Barat menduga Komisi Badan Anggaran (Banggar) DPRD sedang menyembunyikan kesalahan pemerintah daerah karena tak membacakan Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP) saat sidang paripurna.

“Seharusnya temuan itu dipublikasi agar masyarakat bisa mengawasi setiap pengerjaan proyek di Kabupaten Manggarai Barat,” kata Try Dedy, salah satu aktivis di Labuan Bajo.

Ia menegaskan temuan itu seharusnya dibacakan atau dipublikasi karena masyarakat sangat membutuhkan informasi terkait capaian kinerja pemerintah daerah berdasarkan visi misi yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah.

Publikasi atas temuan itu, kata dia, juga merupakan bentuk pertanggungjawaban atas prinsip akuntabilitas dalam good governance atau tata kelola pemerintahan yang baik.

Jika temuan itu didiamkan, katanya, maka DPRD tidak menjunjung tinggi good governance sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Pemerintahan Daerah. 

“Saya menduga pimpinan DPRD mencoba menyembunyikan kesalahan pemerintah,” katanya.

Sandiwara Administrasi

Pernyataan Try Dedy merespons langkah Ketua Komisi Banggar DPRD, Yopy Widiyanti yang tak membacakan LHP BPK dalam sidang paripurna yang diselenggarakan pada 13 Juni.

Sidang tersebut membahas tentang laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD tahun 2024.

Kanisius Jehabut, anggota DPRD dari Partai Gerindra sempat meminta agar temuan itu dibacakan, namun ditolak oleh Richard Jani yang saat itu memimpin sidang.

Kepada Floresa, Kanisius berkata, “sidang itu menyisakan tanda tanya besar karena Tim Perumus Banggar hanya membacakan kinerja anggaran dan rekomendasi. 

Sementara itu, kata dia, dua poin penting lainnya, yakni pencapaian program prioritas dan LHP BPK tidak dibacakan sama sekali. 

“Kenapa tidak dibacakan? Ada apa dengan temuan BPK?” katanya.

“Saya menyatakan protes keras atas pengaburan informasi ini. Sebagai bentuk sikap politik dan moral, saya memilih meninggalkan ruang sidang,” tambahnya.

Kanisius berkata, LHP BPK bukan dokumen sembarangan, tetapi “alat ukur independen tentang bagaimana uang rakyat digunakan.” 

Di dalam dokumen itu, kata dia, bisa saja terdapat catatan seperti ketidaktepatan belanja daerah, kelebihan bayar hingga potensi kerugian negara. 

“Jika informasi itu tidak disampaikan kepada publik, apa artinya sidang pertanggungjawaban anggaran?” katanya.

“Apa gunanya kita berdiri di podium rakyat kalau kebenaran disimpan di laci?” tambahnya.

Kanisius menegaskan “rakyat Manggarai Barat berhak tahu hasil pemeriksaan BPK itu.” 

“Kita punya hak untuk tahu sejauh mana janji-janji program prioritas direalisasikan dan apa pentingnya temuan BPK terhadap pelaksanaan APBD tahun 2024.”

Karena itu, ia meminta pemimpin DPRD dan Tim Banggar membuka dokumen lengkap LHP BPK kepada publik dan menyampaikan capaian program prioritas secara jujur dan utuh. 

Ia juga meminta pimpinan DPRD mengembalikan sidang paripurna ke fungsinya sebagai “forum transparansi, bukan sandiwara administrasi.”

“Ruang sidang boleh dibatasi, tapi kebenaran tak bisa disembunyikan. Rakyat berhak tahu dan para wakilnya wajib menyuarakan yang tidak dibacakan,” katanya.

Sudah Dibahas 

Inocentius Peni, anggota DPRD dari Partai Amanat Nasional berkata, “sepertinya ada cara pandang yang berbeda di antara kami; apakah hasil pemeriksaan BPK perlu diuraikan satu per satu dalam laporan Banggar.”

Sebetulnya, kata dia, tidak ada masalah dengan permintaan Kanisius, namun “Tim Perumus Banggar merasa tidak perlu membacakan temuan itu secara detail karena bahannya banyak sekali.” 

Selain itu, kata dia, temuan itu sudah dibahas dalam pandangan umum fraksi mulai dari tingkat komisi hingga Banggar.

Ia mengklaim berbagai temuan BPK tersebut sudah dibahas dan DPRD sudah menyampaikan “banyak rekomendasi kepada pemerintah.”

Salah satunya, kata dia, mendesak pemerintah untuk segera menindaklanjuti rekomendasi BPK. 

“Semua temuan itu disampaikan kepada pemerintah dan DPRD untuk diperbaiki. Karena itu, dalam laporannya, Banggar meminta pemerintah untuk menindaklanjuti rekomendasi-rekomendasi BPK,” katanya.

Sementara itu, Bupati Manggarai Barat, Edistasius Endi berkata, “temuan BPK jangan hanya dilihat ada mens reanya atau unsur kesalahan” karena “ada yang sifatnya perbaikan administrasi.” 

Semangat audit BPK, kata dia, adalah untuk perbaikan dan evaluasi, kendati “memang ada juga temuan yang harus dikembalikan ke kas negara.” 

“Misalnya belanja A dimasukkan ke belanja barang dan jasa, tetapi diposting di belanja modal. Lalu pertanyaannya, di mana salahnya? Kan hanya salah memasukan kode rekening,” katanya kepada Floresa.

“Ke depan harus benar-benar memperhatikan jenis-jenis belanja ini cocoknya masuk di kode rekening ini,” tambahnya. 

Endi menegaskan LHP BPK bukan dokumen yang disembunyikan, tetapi dokumen publik. 

“Jadi, silakan akses sendiri di website BPK,” katanya.

Floresa meminta tanggapan Ketua Komisi Banggar, Yopy Widiyanti dan Ketua DPRD Manggarai Barat, Beny Nurdin terkait LHP BPK yang tidak dibacakan saat sidang paripurna itu.

Namun, hingga artikel ini dipublikasi, keduanya tidak merespons.

Apa Saja Temuan BPK?

Kendati tidak merinci, Kanisius Jehabut menyebut temuan BPK di antaranya belanja modal untuk 18 paket pekerjaan gedung dan bangunan yang tidak sesuai ketentuan.

Belanja modal untuk pekerjaan jalan, irigasi, dan jaringan pada empat Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) juga tidak sesuai ketentuan.

Selain itu, pembayaran honorarium pada lima SKPD tidak sesuai Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2020 tentang Standar Harga Satuan Regional.

Temuan lainnya adalah kekurangan volume pada pekerjaan rehabilitasi gedung Instalasi Gawat Darurat di Rumah Sakit Umum Daerah Komodo yang dikerjakan pada tahun lalu.

Dengan dana Rp9,4 miliar yang bersumber dari APBD, proyek tersebut dikerjakan CV Harum Karya Jaya, kontraktor yang berbasis di Kelurahan Wali, Kecamatan Langke Rembong, Kabupaten Manggarai. 

Berbicara kepada awak media pada 20 September 2024, Kepala Kejaksaan Tinggi NTT, Zet Tadung Allo meminta Kejaksaan Negeri Manggarai Barat untuk menginvestigasi pengerjaan gedung itu.

Namun, Kepala Seksi Intelijen Kejari Manggarai Barat, Ngurah Agung Asteka Pradewa Artha mengklaim belum menerima dokumen LHP BPK tersebut. 

Editor: Herry Kabut

DUKUNG KAMI

Terima kasih telah membaca artikel kami.

Floresa adalah media independen. Setiap laporan kami lahir dari kerja keras rekan-rekan reporter dan editor yang terus berupaya merawat komitmen agar jurnalisme melayani kepentingan publik.

Kami menggalang dukungan publik, bagian dari cara untuk terus bertahan dan menjaga independensi.

Cara salurkan bantuan bisa dicek pada tautan ini: https://floresa.co/dukung-kami

Terima kasih untuk kawan-kawan yang telah mendukung kami.

Gabung juga di Grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini atau di Channel WhatsApp dengan klik di sini.

BACA JUGA

spot_img

TERKINI

BANYAK DIBACA