Floresa.co – Pertengahan 2023, usai dua tahun memimpin Perumda Bidadari, Werry Susanto yang kala itu menjadi direktur sesumbar bahwa ia merancang bisnis perusahaan tersebut agar mendapat keuntungan dalam jangka panjang.
“Memang benar selama dua tahun ini tidak ada untung,” katanya pada 19 Juni 2023, tetapi, “visi saya tentang perusahan ini adalah bisnis jangka panjang dan tidak mungkin satu tahun dibangun langsung jadi.”
“Saya belum melihat sebuah perusahan yang baru berdiri langsung besar. Saya contohkan saja hotel berbintang. Pada tahun-tahun pertama pasti tekor, karena dia harus mempersiapkan SDM dan skema bisnisnya,” katanya.
Karena itu, menurut Susanto, “tidaklah fair (adil) jika baru mulai membangun perusahan langsung ditanya soal keuntungan.”
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) itu dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Manggarai Barat Nomor 2 tahun 2020 pada era Bupati Agustinus Ch. Dula. Bidang usahanya mencakup industri pariwisata, jasa konstruksi, perdagangan umum, pasar dan parkir.
Penjabaran lima kegiatan usaha itu diatur dalam Peraturan Bupati Nomor 70 Tahun 2021 tentang Cakupan Usaha Perumda Bidadari.
Susanto ditunjuk sebagai direktur pada 29 Desember 2020 untuk masa jabatan 2021-2026, sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan bernomor 255/Kep/HK/2020.
Susanto mengklaim, “dalam perencanaan bisnis kami, titik impas bisnis diperkirakan baru akan terjadi pada tahun ketiga dan tahun keempat, seiring dengan kunjungan wisatawan.”
“Saya ingin membawa Perumda ini ke bisnis yang lebih achievement (berprestasi). Kalau hanya sekedar mau dapat untung, saya bisa kerjakan sendiri, tidak perlu rekrut karyawan,” katanya kala itu seperti dilansir Harianjaraknews.id.

Tak lama setelah menyampaikan pernyataan tersebut, eks Direktur Pemasaran Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores (BOP LBF) itu rupanya mengundurkan diri. Susanto meninggalkan perusahaan pada Agustus 2023 dalam kondisi buntung.
Di bawah kepemimpinan Susanto, Perumda Bidadari hanya menjalankan usaha perdagangan dengan membuka tiga gerai yang menjual produk-produk UMKM di destinasi wisata Batu Cermin dan Bandara Internasional Komodo.
Dalam dokumen APBD 2024 yang diakses Floresa, alih-alih menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) Perumda Bidadari merugi – berturut-turut Rp600 juta pada 2021 dan Rp1,3 miliar pada 2022.
Pelaksana Tugas Dewan Pengawas Perumda Bidadari, Salvator Pinto menyebut kerugian itu terjadi karena “semua uang masih dipergunakan untuk biaya operasional perusahaan.”
Nahkoda Baru
Usai pengunduran diri Susanto, Bupati Edistasius Endi mengangkat Gerhardus Mahatata Jelahu sebagai pejabat sementara direktur.
Tak lama setelahnya, Elisabet Maria Mersin alias Lisa Siboe terpilih sebagai direktur definitif untuk masa jabatan 2024-2029.
Saat acara pelantikan pada 1 Juli 2024, Bupati Edi meminta Lisa segera membenahi perusahaan itu, baik secara internal maupun eksternal.
“Secara internal, yang harus dilakukan adalah konsolidasi organisasi Perumda Bidadari. Bangun dan ciptakan komunikasi dan harmonisasi dengan semua jajaran yang ada,” katanya.
Edi juga berkata, “yang harus dikerjakan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya” adalah berkoordinasi dengan Sekretaris Daerah, Fransiskus Sales Sodo dan Kepala Dinas Perhubungan, Adrianus Gunawan.
Koordinasi itu terkait pengelolaan dan penataan area parkir yang dikelola Perumda Bidadari sehingga “tidak ada lagi kendaraan yang parkir di bahu jalan.”
Selain itu, ia meminta Lisa menata Pasar Batu Cermin, Pasar Baru, dan Pasar Lembor sehingga “kita tidak menjumpai lagi orang-orang yang biasa berjualan di jalan,” terutama di Pasar Batu Cermin.
“Kerahkan seluruh kemampuan agar ketertiban dan kenyamanan orang untuk berjualan di pasar terwujud,” katanya.

Edi juga meminta Lisa segera berkoordinasi dengan Balai Taman Nasional Komodo terkait kelestarian kawasan konservasi itu, termasuk pengelolaan retribusinya.
Ia menegaskan langkah pertama yang harus dilakukan Lisa adalah menerapkan strategi bisnis yang dapat berdampak pada ekosistem ekonomi baru seperti terciptanya lapangan kerja dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia lokal.
Langkah kedua adalah mengoptimalkan aset pemerintah daerah agar meningkatkan PAD.
“Ketiga, meningkatkan pelayanan publik untuk memberikan dampak pada pertumbuhan perekonomian masyarakat Manggarai Barat,” katanya.
Ia menekankan pentingnya “kreativitas dan kecermatan seorang direktur dalam merancang strategi bisnis.”
Lisa merespons permintaan Edi dengan membangun koordinasi dan kerja sama dengan Dinas Perhubungan terkait pengelolaan lahan parkir di Kampung Ujung, Kelurahan Labuan Bajo.
Sejak bulan lalu, Perumda Bidadari mengelola lahan parkir seluas 9.500 meter persegi itu yang merupakan bekas lapangan sepak bola. Ia melibatkan delapan juru parkir yang direkrut dari Dinas Perhubungan.
Lisa mengklaim, mulai akhir Agustus pengoperasian area parkir itu menggunakan sistem digital.
“Kami sudah mendapat penugasan dari bupati untuk menangani parkir, tetapi hasil retribusinya disetor ke kas daerah. Pada akhir tahun jumlah setoran itu akan dihitung sebagai capaian dari Perumda Bidadari,” katanya.

Lisa mengklaim Perumda Bidadari akan mendapat pemasukan dari pengembangan bisnis lainnya di lokasi parkir itu, terutama dari UMKM.
“Sudah ada delapan UMKM yang mulai beroperasi di lokasi parkir itu,” katanya.
Ia juga mengklaim Perumda Bidadari akan mendapat pemasukan dari ruang iklan yang disiapkan di tempat itu.
“Ruang iklan itu akan dijual kepada semua pihak. Billboard atau papan iklan berukuran besar akan disiapkan, termasuk videotron,” katanya.
Gonjang-Ganjing
Merujuk Pasal 3 Perda Nomor 10 Tahun 2020 tentang Penyertaan Modal Perumda Bidadari, pemerintah daerah wajib melakukan penyertaan modal Rp25 miliar.
Penyertaan modal itu dilakukan secara bertahap, dengan rincian 2021 Rp4 miliar; 2022 Rp6 miliar; 2023 Rp10 miliar dan 2024 Rp5 miliar.
Lisa Siboe mengklaim Perumda Bidadari terakhir kali mendapatkan penyertaan modal pada 2023.
Sejak 2021, total modal yang sudah diterima adalah Rp 5.034.000.000, jauh lebih rendah dari yang direncanakan dalam Perda.
Baru setahun di bawah kepemimpinan Lisa, kini perusahaan tersebut dalam situasi gonjang-ganjing.
Musababnya, berdasarkan evaluasi Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat dan DPRD, keberadaannya dinilai tidak berkontribusi, bahkan merugikan daerah.
Keputusan itu tertuang dalam laporan rekomendasi Tim Perumus Badan Anggaran DPRD terhadap “Kebijakan Umum APBD dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara Perubahan Tahun Anggaran 2025” yang dibahas dalam sidang paripurna pada 3 Juli.
Dalam laporan itu, tim menilai Perumda Bidadari “belum mampu memberikan profit terhadap daerah” dan bersepakat untuk mengevaluasi keberadaannya.
Sementara pemerintah daerah menyatakan “penyertaan modal tahun ini menjadi yang terakhir.” Jumlah dana yang dianggarkan belum diketahui.
Karena itu, perusahaan tersebut “wajib melaporkan secara periodik pelaksanaan kegiatan dan anggaran.”
Keputusan itu muncul setelah sebelumnya DPRD Manggarai Barat berkali-kali mendesak pemerintah daerah agar mengevaluasi total Perumda Bidadari.
Desakan evaluasi terhadap perusahaan itu misalnya disampaikan oleh sejumlah anggota DPRD pada Januari tahun ini.
Kanisius Jehabut dari Partai Gerindra menilai arah bisnis Perumda Bidadari masih kabur dan belum sesuai dengan semangat pembentukannya.
Ia berkata, Perumda Bidadari didirikan untuk menjadi penghubung antara kebijakan pembangunan ekonomi lokal dengan mekanisme pasar.
“Namun, hingga kini tidak terlihat ada lompatan kinerja atau arah bisnis yang relevan dengan kebutuhan daerah,” katanya.
Kehadiran BUMD, kata dia, semestinya bukan sekadar pemenuhan kewajiban administratif, tetapi pilar penting dalam arsitektur kemandirian fiskal dan pelayanan publik yang berkeadilan.
“Namun, berdasarkan hasil evaluasi terhadap kinerja BUMD seperti Perumda Bidadari, kami melihat masih banyak pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan,” katanya.

Menurut Kanisius, Perumda Bidadari semestinya bergerak di bidang rantai pasok pangan serta distribusi produk lokal dan jaminan pasar bagi petani serta pelaku UMKM.
Perumda Bidadari, kata dia, tidak boleh menjadi badan usaha yang pasif dan hanya menunggu penyertaan modal, tetapi harus mampu menjadi institusi bisnis yang hidup, dinamis dan menguntungkan daerah.
Karena itu, ia merekomendasikan agar manajemen perusahaan itu segera menyusun rencana bisnis berbasis sektor unggulan dan kebutuhan pasar lokal.
“Fokus diarahkan pada sektor pertanian, perikanan, logistik dan pengemasan produk yang mampu menyerap tenaga kerja lokal dan meningkatkan PAD,” katanya.
Nasib Menggantung
Di tengah sorotan ini, Lisa mengklaim sejak kepemimpinannya Perumda Bidadari tidak mengalami kerugian.
Tahun lalu, katanya, masih ada saldo dari usaha perdagangan umum dan retribusi area parkir.
“Tahun 2024 ditutup dengan saldo plus Rp200 juta lebih dari hasil penjualan di Galeri Batu Cermin dan pendapatan parkir Batu Cermin,” katanya kepada Floresa pada 4 Juli.
Ia juga berkata, salah satu kendala hingga saat ini adalah “belum ada satupun aset yang diserahkan kepada Perumda untuk dikelola secara penuh.”
Ia mencontohkan obyek wisata Gua Batu Cermin, di mana Perumda hanya diberi tugas untuk mengelolanya.
“Karena skemanya hanya penugasan, maka pemungutan tiket masuk masih dikelola oleh Dinas Pariwisata,” katanya.

Ia mengaku menunggu keputusan pemerintah daerah terkait penyerahan penuh aset wisata itu setelah menyelesaikan tahapan administrasi atau penyampaian proposal.
Lisa mengaku Perumda Bidadari juga tidak diberi kewenangan untuk memungut retribusi parkir sebagaimana diatur dalam Perda Nomor 10 tahun 2020.
“Itu menjadi ranah pemerintah daerah atau dinas terkait,” katanya, merujuk pada Dinas Perhubungan.
Sejak bulan lalu, kata Lisa, Perumda Bidadari mengurus area parkir di Kampung Ujung, kendati uangnya langsung masuk ke kas pemerintah daerah.
Sementara sejumlah soal itu belum kelar, nasib BUMD ini di ujung tanduk.
Lisa berkata, ia belum berkomunikasi dengan dengan Bupati Edi yang juga merupakan dewan pengawas perusahaan soal keputusan penghentian penyertaan modal.
Selama Perumda itu tidak punya aset yang dikuasai penuh untuk dikelola, maka “penarikan modal akan sangat berpengaruh kepada perusahan,” katanya.
Editor: Ryan Dagur