Lagi, Polisi di NTT Dipecat karena Kasus Kekerasan Seksual

Sebelum dipecat, polisi itu telah dipidana 13 tahun penjara dan didenda Rp100 juta

Floresa.co – Seorang polisi di NTT dipecat karena melakukan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur, kasus yang menambah deretan anggota korps coklat di provinsi itu yang tersangkut skandal asusila.

Sidang Komisi Etik Kepolisian Republik Indonesia memutuskan memberhentikan dengan tidak hormat Bernadus Frengki Akkun yang bertugas di Polres Lembata karena membawa pergi seorang anak di bawah umur “tanpa izin orang tuanya.”

“Bernadus juga dipecat karena melakukan pencabulan dan persetubuhan terhadap korban,” kata Kepala Seksi Hubungan Masyarakat Polres Lembata Brigadir Tommy Bartel kepada Floresa pada 14 Agustus.

Kapolres Lembata, AKBP Nanang Wahyudi membacakan surat pemecatan itu pada 12 Agustus. Pembacaan surat itu di halaman Polres Lembata tanpa kehadiran Frengki atau in absentia yang sudah dipenjara. 

Nanang berharap putusan itu bisa membuat seluruh anggota Polres Lembata “meningkatkan profesionalisme dalam pelaksanaan tugas.”

Tommy berkata, pemecatan Frengki berdasarkan keputusan sidang pada 7 Mei.

Setelahnya Kapolres Lembata menyurati Kapolda NTT pada 30 Juni tentang permohonan penerbitan keputusan pemberhentian tidak dengan hormat terhadap Frengki.

Keputusan pemecatan ini baru dilakukan setelah tahun lalu Frengki dipidana atas perbuatannya.

Berbicara kepada Floresa pada 15 Agustus, Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Lembata, Risal Hidayat menjelaskan, Frengki dipidana 13 tahun penjara berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Lembata pada 2024.

Selain pidana pokok tersebut, majelis hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa denda Rp100 juta. Bila denda itu tak dibayar, maka diganti dengan tiga bulan penjara.

Risal berkata, “kasus pelecehan anak di bawah umur ini terjadi pada tahun 2023.”

“Sudah ada upaya hukum dari terdakwa sampai tingkat kasasi, namun putusannya sudah inkracht” atau berkekuatan hukum tetap, katanya. 

Menambah Polisi di NTT yang Terlibat Kasus Kekerasan Seksual

Kasus Bernadus menambah daftar polisi di NTT yang dipecat terkait kasus kekerasan seksual.

Data Floresa menunjukkan setidaknya empat polisi lain juga tersangkut kasus serupa tahun ini.

Di Kabupaten Ngada, Kapolres AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja – yang kini nonaktif – ditangkap Mabes Polri karena kasus narkotika dan pencabulan terhadap tiga anak di bawah umur dan satu perempuan dewasa. 

Delapan video kekerasan seksual itu kemudian diunggah ke situs porno berbasis di Australia. 

Kasus ini terungkap pada pertengahan 2024 setelah otoritas Australia melaporkan kepada pemerintah Indonesia temuan video yang diunggah di situs porno. 

Fajar sudah diberhentikan dengan tidak hormat dalam sidang etik pada 17 Maret dan tengah menjalani sidang di Pengadilan Negeri Kupang sejak 30 Juni.

Fajar dijerat pasal berlapis terkait UU Perlindungan Anak, UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik.

Di Kabupaten Sikka, seorang polisi juga dipecat karena melakukan pelecehan seksual terhadap dua anak. Salah satunya meninggal usai membakar diri.

Kendati proses pidana dua kasus ini tidak dilanjutkan, Polres Sikka mengumumkan pemberhentian dengan tidak hormat terhadap Aipda Ihwanudin Ibrahim pada 14 April.

Menurut keterangan polisi, Ihwanudin dinyatakan terbukti “melakukan hal yang tidak senonoh terhadap dua siswi SMP melalui panggilan video dan mengajak korban berhubungan badan dengan iming-iming akan memberikan sejumlah uang.” 

Di Kupang, seorang polisi juga dipecat pada 11 Juni usai terbukti melakukan pelecehan seksual terhadap seorang anak perempuan berusia 17 tahun.

Dalam putusannya, Polri menyatakan tindakan Briptu Muhammad Rizky, salah satu anggota Satuan Lalu Lintas Polresta Kupang itu, sebagai “perbuatan tercela.

Sementara itu, Polres Sumba Barat Daya menahan salah satu anggotanya yang melakukan pelecehan seksual terhadap seorang perempuan yang sebelumnya melaporkan kasus pemerkosaan.

Aipda PS, inisial pelaku yang bertugas di Polsek Wewewa Selatan itu, ditahan pada 7 Juni karena perbuatannya “telah melecehkan seorang perempuan.”

Penanganan kasus ini diambil alih oleh Polda NTT usai munculnya kritikan terhadap Polres Sumba Barat Daya.

Editor: Petrus Dabu

DUKUNG KAMI

Terima kasih telah membaca artikel kami.

Floresa adalah media independen. Setiap laporan kami lahir dari kerja keras rekan-rekan reporter dan editor yang terus berupaya merawat komitmen agar jurnalisme melayani kepentingan publik.

Kami menggalang dukungan publik, bagian dari cara untuk terus bertahan dan menjaga independensi.

Cara salurkan bantuan bisa dicek pada tautan ini: https://floresa.co/dukung-kami

Terima kasih untuk kawan-kawan yang telah mendukung kami.

Gabung juga di Grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini atau di Channel WhatsApp dengan klik di sini.

BACA JUGA

BANYAK DIBACA