PARIWISATAPengunjung Wae Rebo Naik 40 Persen

Pengunjung Wae Rebo Naik 40 Persen

Floresa.coObjek wisata budaya Wae Rebo di Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) kian menjadi favorit para wisatawan.

Data dari Lembaga Pelestarian Budaya Wae Rebo yang mengelola destinasi wisata itu, pada tahun 2017 jumlah pengunjung tercatat 7.000 orang.

Jumlah tersebut meningkat 40 persen dari tahun 2016 yang berjumlah 5.000 orang.

”Sebanyak 85 persen pengunjung adalah wisatawan domestik, terutama dari Jawa,” ujar Marselus Esbi, manajer harian lembaga tersebut, sebagaimana dikutip Floresa.co dari Kompas.id, Selasa, 12 Februari 2018.

Ia memprediksi, tahun ini jumlah pengunjung bakal melonjak lagi seiring dengan makin terkenalnya obyek wisata tersebut.

Obyek wisata Wae Rebo berupa tujuh rumah kerucut, yang dalam Bahasa Manggarai disebut mbaru niang.

Rumah dikonstruksi dari bahan-bahan lokal, seperti ilalang dan ijuk untuk atap, kayu sebagai tiang, dan papan sebagai lantai panggung.

Ketujuh rumah kerucut tersebut menyajikan pemandangan indah karena berada di lembah yang dikelilingi hutan lebat.

Wisata Wae Rebo mulai dikenal sejak 2007. Wisatawan ramai berkunjung ke daerah ini sejak 2013 setelah digelarnya Sail Komodo di Labuan Bajo pada tahun yang sama.

Wae Rebo terletak di selatan Manggarai dengan waktu tempuh sekitar 1,5 jam dari Ruteng, ibu kota Manggarai, atau sekitar 3 jam dari Labuan Bajo, tempat yang terkenal dengan obyek wisata komodo itu.

Marselus menyatakan, obyek wisata Wae Rebo ramai dikunjungi pada periode April hingga Desember.

Pada periode itu di wilayah Manggarai, seperti umumnya NTT, merupakan musim kemarau. Meski demikian, tetap saja ada wisatawan yang datang di luar periode tersebut.

Ia menjelaskan, dalam tiga tahun terakhir, pengelola mengembangkan paket wisata tambahan, antara lain jelajah kopi, malam budaya dan menikmati air terjun.

Marselus menyebutkan, pengunjung meminati paket malam budaya dan jelajah kopi (saat musim panen antara April dan Juni).

Ia menuturkan, paket-paket tambahan tersebut dikembangkan untuk mendukung wisata utama, yaitu mbaru niang.

ARL/Floresa

DUKUNG KAMI

Terima kasih telah membaca artikel kami.

Floresa adalah media independen. Setiap laporan kami lahir dari kerja keras rekan-rekan reporter dan editor yang terus berupaya merawat komitmen agar jurnalisme melayani kepentingan publik.

Kami menggalang dukungan publik, bagian dari cara untuk terus bertahan dan menjaga independensi.

Cara salurkan bantuan bisa dicek pada tautan ini: https://floresa.co/dukung-kami

Terima kasih untuk kawan-kawan yang telah mendukung kami.

Gabung juga di Grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini atau di Channel WhatsApp dengan klik di sini.

BACA JUGA

spot_img

TERKINI

BANYAK DIBACA