Floresa.co – Seorang pengusaha di Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur diduga melakukan intimidasi terhadap karyawannya untuk memilih seorang Caleg dari partai tertentu.
Dugaan intimidasi itu terungkap dari sebuah gambar tangkapan layar obrolan di Grup WhatsApp yang beredar luas di media sosial pada 12 Februari.
Dalam gambar tersebut, tampak pesan yang diduga dikirimkan pengusaha itu ke bagian manajemen perusahaannya dan diteruskan ke grup WhatsApp ‘PANCARAN EKSPRES TEAM,” beranggotakan para karyawan.
Informasi yang diperoleh Floresa, pengusaha itu bernama Efrit, pemilik Toko Pancaran Mart di Borong. Informasi tersebut didapat dari salah seorang karyawan di toko tersebut, yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Dalam pesannya, Efrit meminta manajemen memastikan agar saat pemungutan suara pada 14 Februari karyawannya memilih seorang Caleg bernama Abu.
“Kw nanti ksi tau ank2 smua pilih om abu hri rabu e. Jangan pilih org lain. Klo masi mau kerja pilih om abu,” tulisnya: Kamu nanti beritahu anak-anak pilih Om Abu. Jangan pilih orang lain. Kalau masih mau kerja, pilih Om Abu.
Belum diketahui secara pasti siapa Abu yang dimaksud. Namun, Floreseditorial.com, salah satu media siber berbasis di Manggarai Timur, menyebut Abu merujuk pada Abubakar Nasidin, Caleg petahana dari Partai Keadilan Sejahtera, yang maju dari daerah pemilihan I, mencakup Kecamatan Borong dan Rana Mese.
Efrit dalam pesannya menjelaskan bahwa selama ini Caleg tersebut banyak berjasa untuk usahanya, termasuk memperjuangkan kepentingan Pancaran Mart di DPRD Manggarai Timur.
“Dia slama ini yg bantu toko kita perjuangkan d DPR. Kalian kerja d pancaran tp pilih org lain. Etis tdk itu? tulisnya: Dia selama ini yang bantu toko kita, perjuangkan di DPRD. Kalian kerja di Pancaran [Mart], tapi pilih orang lain, etis tidak itu?
Efrit juga meminta manajemen perusahaannya agar memberitahukan kepada karyawan melakukan panggilan video atau video call pada saat pencoblosan, demi memastikan mereka memilih caleg tersebut.
Ia mewanti-wanti mereka, terkait konsekuensi jika tidak mengikuti arahannya.
“Yang tidak pilih berarti dia tidak ada hati di Pancaran. Jadi saya juga tidak ada hati untuk dia,” tulis Efrit: Yang tidak pilih [Om Abu] berarti tidak ada hati di Pancaran [Mart]. Jadi, saya juga tidak ada hati untuk dia.
Hingga berita ini dipublikasi, Floresa belum bisa mendapat penjelasan dari Efrit. Nomor teleponnya tidak bisa dihubungi. Demikian pun halnya dengan Caleg Abubakar Nasidin.
Sementara itu, Badan Pengawas Pemilihan Umum [Bawaslu] Manggarai Timur mengaku sudah mendapat informasi tentang masalah ini.
“Sedang ditelusuri,” kata Koordinator Divisi Hukum, Pencegahan, Partisipatif Masyarakat dan Hubungan Masyarakat, Maksimilianus Ukut.
Upaya intimidasi merupakan pelanggaran terhadap asas Pemilu, khususnya bebas dan rahasia.
Bebas berarti pemilih berhak memilih menurut hati nuraninya tanpa adanya pengaruh, tekanan atau paksaan dari siapapun/dengan apapun. Sementara rahasia berarti pemilih dijamin oleh peraturan tidak akan diketahui oleh pihak siapapun dan dengan jalan apapun siapa yang dipilihnya atau kepada siapa suaranya diberikan.
Sanksi terhadap hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Dalam pasal 531, dinyatakan bahwa “Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan, dan/atau menghalangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih, melakukan kegiatan yang menimbulkan gangguan ketertiban dan ketentraman pelaksanaan pemungutan suara atau menggagalkan pemungutan suara dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000.”
Editor: Ryan Dagur