Media Sosial, Demokrasi dan Pilkada

Baca Juga

Tatkala seseorang masuk dalam dunia media sosial, itu berarti dia mesti menyadari bahwa dia sedang memasukkan dirinya ke dalam “perkumpulan” sekian banyak orang, dengan latar belakang, karakter dan tujuan yang berbeda-beda.

Media sosial in se adalah jamak atau pluralisme. Karenanya setiap orang tidak boleh seenaknya saja menggunakan media sosial untuk meluapkan berbagai hal yang melawan etika.

Berkampanye ataupun menyampaikan pikiran tentang calon pemimpin melalui media sosial pada hakikatnya positif. Tetapi menjadi nirmakna jika itu dijadikan sebagai ruang pelampiasan sakit hati, menumpahkan kekesalan dan forum mencela lawan politik sambil mengungkit-ungkit sisi-sisi gelapnya yang sangat bersifat pribadi.  Hal seperti ini justru melawan hakikat media sosial.

Media sosial selalu berkaitan dengan afirmasi diri manusia sebagai ens rationale yang berhakikat sosial. Sampai di sini, amat diharapkan agar media sosial menjadi sarana edukasi politik menuju Pilkada berbobot dan bukannya “batu sandungan” yang mendekonstruksi esensi Pilkada.

Media sosial tidak boleh direduksi ke dalam perdebatan nir-esensi. Kita mesti menggunakannya sebagai sarana humanisme dan demokratisasi demi Pilkada yang berbobot.

Untuk itulah, sekali lagi perlu dikatakan bahwa media sosial harus menjadi sarana deliberasi.

Penulis adalah dosen dan ketua penyunting Jurnal Alternatif STIPAS St. Sirilus Ruteng

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini