Antara Paus Fransiskus, Messi dan Maradona

Baca Juga

Pada 1962, berkobar kudeta baru yang mengantar kepada kediktatoran Jose Maria Guido. Kudeta ini menyebut diri sebagai Revolusi Argentina. Pada 24 Maret 1976, kudeta menggulingkan pemerintahan Maria Estela Martinez de Peron.

Cinta diri alias kediktatoran di Argentina berlangsung selama enam tahun di bawah komando Jorge Rafael Videla yang menerapkan opsi penindasan dan kekejaman tak terkira di negeri Tango.

Apa yang terjadi di Argentina dengan kediktatoran sebagai kata kunci menghiasi narasi agung bernama Paus Fransiskus, Messi, dan Maradona.

Dengan cara dan ziarah hidup yang berbeda pula, Paus Fransiskus bersama dengan Messi meneguhkan dan menegaskan bahwa manusia modern kehilangan kerangka makna bagi dirinya sendiri. Keduanya melawan kecenderungan “inward looking” masyarakat sekarang.

Sementara Maradona mewakili pribadi terbelah, antara pribadi sarat kreativitas di satu sisi; dan pribadi yang destruktif di lain sisi. Legenda sepak bola Argentina ini terkena virus “obsesi diri” dengan mengabaikan keberadaan orang lain. Kosok balik, Paus Fransiskus dan Messi justru hadir bagi orang lain.

“…kepada Anda sekalian dan kepada seluruh dunia, kepada semua pria dan perempuan yang berkehendak baik. Terima kasih atas sambutan kalian. Berdoalah untuk saya dan sampai berjumpa lagi,” kata-kata pertama yang meluncur dari putra Argentina yang lahir dari imigran Italia ketika diumumkan sebagai Paus baru. (Sumber: Antara/ARL)

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini