Ironi Manggarai Barat: di Labuan Bajo Pembangunan Infrastrukturnya Masif, di Pedalaman Warga Masih Harus ‘Mengemis’ agar Punya Jalan

Ketimpangan dalam pembangunan antara Labuan Bajo dan wilayah lainnya membuat penduduk miskin tetap tinggi, sementara triliunan dana pemerintah pusat dikucurkan dalam beberapa tahun terakhir

Baca Juga

Floresa.co –  Angkor, nama sebuah dusun di Desa Matawae, Kecamatan Sano Nggoang, Kabupaten Manggarai Barat. 

Floresa mencoba mengukur jarak dan waktu tempuhnya dari Labuan Bajo lewat platform perpetaan Google Maps.. Tak satupun opsi kendaraan mampu mengukur jarak dan waktu tempuh antarkeduanya.

Hasil pengukuran hanya muncul lewat metode “jalan kaki”. Google Maps menunjukkan waktu tempuh berjalan kaki tersingkat selama 13 jam 31 menit, mengitari pantai barat Pulau Flores. Opsi lainnya melewati Jalan Trans Flores dari Labuan menuju Ruteng, memakan waktu 19 jam 8 menit.

Angkor,yang dihuni sekitar 50 keluarga, berjarak 20 kilometer ke arah utara dari Labuan Bajo. Dikelilingi bukit di pedalaman, daerahnya terlupakan dari pembangunan.

Muhammad Iskandar, warga Dusun Angkor berkata kepada Floresa, mereka sudah lama merindukan pembangunan jalan.

Usulan kepada pemerintah, kata dia, disampaikan saat rapat di berbagai tingkatan, baik di desa maupun kecamatan.

“Setiap rapat itu masyarakat selalu menyampaikan keluh kesah. Tapi, sampai sekarang tidak ada realisasi,” kata Iskandar kepada Floresa, Selasa, 7 November.

Baru-baru ini, demi mendapat perhatian pemerintah dan publik, ia mengunggah kondisi jalan di kampungnya lewat video di Facebook.

Video pertama diunggah pada 13 Oktober menampilkan dua pengendara sepeda motor yang kewalahan melewati jalan ke kampung itu. Video kedua diunggah pada 6 November, menampilkan sejumlah warga yang sedang menarik pikap yang hendak masuk ke kampung itu.

Dalam unggahan di grup Facebook “Jurnal Mabar itu,” Iskandar menulis “kami bukan masyarakat kota yang penuh dengan penampilan mewah.”

“Kami tidak butuh kata-kata manis janji, kami hanya butuh bukti manis,” tulisnya.

Ia berkata jalan itu memang hanya bisa dilalui kendaraan saat musim kemarau, “sementara kalau musim hujan, jalannya sudah tidak bisa dipakai.”

Kendaraan yang bisa masuk, jelas Iskandar, umumnya roda dua dan hanya orang-orang tertentu yang bisa menaklukkan jalan itu. 

Untuk kendaraan roda empat, katanya, hanya oto kol, sebutan warga setempat untuk bus kayu. Saat ini hanya satu oto kol yang bisa masuk, yang sopirnya berasal dari kampung itu dan sudah memahami dengan baik kondisi medan.

Muhamad Nuhar, 44 tahun, Kepala Desa Matawae berkata, kelima dusun di wilayahnya – Angkor, Naga, Mbala, Wae Racang, dan Ndajot – memang terisolasi.

Kondisi ruas jalan di Dusun Angkor, Desa Matawae, Kecamatan Sano Nggoang. (Dokumentasi warga)

Jalan beraspal hanya sampai di perbatasan menuju Dusun Naga, tempat kantor desa berada.  Namun, jalan itu juga sudah rusak parah, katanya.

Nuhar mengatakan desanya berada di antara gunung, bukit, dan lereng. Luas wilayahnya hampir setara dengan sebuah kecamatan di tempat lain. Karena luas itu, jarak setiap dusun berjauhan. Dusun Naga dengan dusun-dusun lain, katanya, berjarak hingga mencapai sembilan kilometer.

Hal ini menyulitkan pemerintah desa melakukan peningkatan infrastruktur jalan, kata Nuhar.

Ia menjelaskan, sejauh ini dana desa hanya cukup untuk membuka jalan ke dusun-dusun, belum sampai pada perbaikan jalan, seperti membuat lapisan penetrasi.

“Tiap tahun, kalau satu dusun dapat jatah pembangunan fisik, berarti tahun depannya pindah ke dusun lain. Dana desa kan dibagi-bagi. Apalagi saat ini persentase pembagiannya sudah diatur. Tidak bisa semua dana desa itu dialihkan ke infrastruktur,” katanya.

Ironi di Tengah Pembangunan Infrastruktur yang Masif di Labuan Bajo

Cerita tentang Dusun Angkor mewakili banyak kisah dari wilayah lain di pedalaman Kabupaten Manggarai Barat.

Pada 31 Oktober, Okebajo.com melaporkan kondisi ruas jalan Doro-Rokap, yang menghubungkan Desa Kombo Tengah, Kecamatan Pacar dengan Desa Rokap, Kecamatan Macang Pacar. 

Kondisi jalan kabupaten itu rusak parah sejak 2005 dan warga telah berulang kali mengajukan proposal perbaikan ke Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat. 

Namun, perbaikan belum juga terealisasi.

Yeremias Boi, warga Desa Rokap mengatakan mereka sempat mengusulkan kepada pemerintah desa agar menggunakan dana desa untuk memperbaiki jalan itu. 

Namun, kata dia, usulan itu tidak dapat direalisasikan karena terkendala aturan yang melarang penggunaan dana desa untuk membangun jalan yang berstatus sebagai jalan kabupaten.

Di daerah tetangga mereka, Kecamatan Pacar, baru-baru ini sejumlah warga di Kampung Sepo, Desa Compang menandu seorang pasien ke Puskemas terdekat di Kampung Tanggara.

Warga menyusuri jalan rusak sejauh tiga kilometer dengan waktu tempuh satu jam, mengantar pasien Nikolaus Naring, berusia 75 tahun.

Warga terpaksa menggotong pasien itu karena jalan yang buruk membuat tak satu pun kendaraan roda empat bisa masuk kampung.

Frans Flavianus Barung, warga Kampung Sepo mengatakan mereka bergantian menandu pasien itu.

Situasi di Angkor dan berapa desa lain ini kontras dengan wajah kota Labuan Bajo yang dalam beberapa tahun terakhir selalu dikunjungi Presiden Joko Widodo bersama para pejabat lainnya dan telah menjadi sasaran berbagai proyek pembangunan, dengan kucuran dana triliunan rupiah.

Menurut data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, total anggaran penataan Labuan Bajo sejak 2019 hingga 2021 mencapai Rp1,4 triliun.

Dana itu dipakai untuk pembangunan berbagai infrastruktur, demi memoles Labuan Bajo sebagai tempat penyelenggaraan acara-acara nasional dan internasional.

Sejumlah infrastruktur yang dibangun berapa tahun terakhir adalah Puncak Waringin yang menjadi pusat suvenir, rumah tenun, amphitheater, ruang terbuka hijau dan area parkir.

Dibangun pada Agustus 2019-Maret 2021, kawasan ini menelan anggaran Rp28,9 miliar.

Pemandangan Labuan Bajo malam hari, dipotret dari lokasi di Puncakk Waringin. (Dokumentasi Floresa)

Selain itu adalah penataan Goa Batu Cermin yang mencakup pembangunan sejumlah fasilitas seperti amphitheater dan rumah budaya. Pengerjaannya pada Maret 2020-Maret 2021 menelan anggaran Rp29,83 miliar.

Sejumlah ruas jalan dan infrastruktur di dalam kota juga telah diperbaiki, antara lain peningkatan badan jalan, trotoar dan lansekap Jalan Soekarno Hatta Atas, Jalan Soekarno Hatta Bawah, Jalan Simpang Pede, Jalan Alo Tanis dan Jalan Yohanes Sehadun. 

Pemerintah juga memperbaiki geometrik jalan pada tiga ruas, yakni Jalan Pariwisata Waecicu, pembangunan Jalan Labuan Bajo – Terang – Pelabuhan Bari dan perbaikan geometrik Jalan Akses Pelabuhan Peti Kemas Wae Kelambu.

Pada 2020, Kementerian PUPR juga membangun jalan ke arah selatan Labuan Bajo yang direncanakan menjadi Kawasan Ekonomi Khusus.

Jalan sepanjang 25 kilometer itu dikerjakan dengan dana Rp481 miliar. 

Proyek-proyek itu membuat wajah Labuan Bajo berubah drastis, hanya dalam beberapa tahun terakhir.

Namun, kritikan muncul terhadap proyek-proyek ini, terutama terkait penerima manfaatnya; apakah untuk masyarakat lokal atau hanya untuk investasi, yang berarti untuk para pemodal. 

Di Labuan Bajo misalnya, jalan-jalan yang mulus umumnya di lokasi bisnis, sementara yang ke rumah-rumah warga masih banyak yang rusak.

Dari pantauan Floresa, jalan-jalan dalam kota yang rusak parah, misalnya di Sernaru ke arah SPBU dan di Lancang.

Pada saat bersamaan, biaya hidup yang kian mahal menjadi cerita lain, yang membatasi akses bagi mayoritas warga menikmati berbagai fasilitas yang telah dibangun.

Sementara itu, warga di pedalaman harus mengeluarkan biaya besar untuk mengakses kota dan memasarkan hasil usaha mereka.

Iskandar bercerita, mayoritas warganya bisa mengakses wilayah luar sekali seminggu, yaitu pada hari Sabtu saat ada jadwal pasar mingguan di Werang, ibu kota Kecamatan Sano Nggoang, berjarak 26,9 kilometer dari Desa Matawae.

Pada hari tersebut, kata dia, warga menjual hasil kebun seperti kemiri, jambu mete, padi dan kopi. Untuk ongkos sekalian jalan ke Werang Rp50.000 pergi pulang.

Untuk ke Labuan Bajo dengan oto kol, kata Iskandar, menghabiskan Rp100.000 pergi pulang.

Jika harus menyewa motor atau ojek ke Labuan Bajo, mereka harus menyiapkan Rp500.000, sementara ojek ke Werang pergi pulang Rp250.0000.

Sementara ketimpangan infrastruktur antara Labuan Bajo dan wilayah lain menganga, kemiskinan masih menjadi soal serius.

Merujuk pada data Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk miskin di Manggarai Barat tahun 2022 adalah 49.947 jiwa atau 17,15 persen dari total 259.566 penduduk.

Jumlah ini memang menurun dari 51.150 jiwa atau 17,92 persen pada 2021. 

Namun, jumlah penduduk miskin ekstrem mengalami peningkatan. Terdapat 28.515 jiwa atau 9,79 persen penduduk miskin ekstrem pada 2022, meningkat dari 19.906 jiwa atau 6,98 persen pada 2021.

Dibanding tingkat kemiskinan di NTT yang 19,03 persen, Manggarai Barat memang masih berada di bawah. Tetap saja, tingkat kemiskinan itu masih jauh di atas rata-rata nasional 9,36 persen.

Kondisi ruas jalan Doro-Rokap yang menghubungkan Desa Kombo Tengah, Kecamatan Pacar dengan Desa Rokap, Kecamatan Macang Pacar. (Foto: Okebajo.com)

Pembangunan untuk Siapa?

Melihat situasi Manggarai Barat hari ini, Wigbertus Gaut, pengajar di Universitas Katolik Indonesia St. Paulus Ruteng mengatakan, pemerataan pembangunan masih jauh.

“Pemerintah tentu punya alasan untuk situasi ini dan tetap punya itikad baik untuk mewujudkannya,” katanya.

Namun, kata dia, “di sisi lain ada hal yang perlu menjadi ketakutan bersama bahwa kita ada di fase melompat dari struktur ekonomi berbasis sektor primer seperti pertanian langsung ke sektor tersier yaitu jasa.”

Ia mengatakan, “kita menganggap pariwisata menjadi jalan instan untuk keluar dari kemiskinan,” maka “ada kecenderungan untuk membangun infrastruktur pariwisata lebih diprioritaskan sementara ekonomi kita masih dominan pada sektor agraris.”

“Melayani kepentingan investasi pariwisata jauh lebih penting daripada memenuhi kebutuhan infrastruktur dasar masyarakat pedesaan,” katanya.

Ia menjelaskan, secara politis, pariwisata memang dapat dijadikan jalan instan untuk menunjukkan keberhasilan pemimpin dalam rentang waktu singkat masa kepemimpinannya.

“Tetapi, dalam jangka panjang justru memunculkan ketimpangan, baik sosial dan juga lingkungan,” katanya kepada Floresa.

Sementara bagi Arman Suparman, Direktur Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah menggarisbawahi dua hal terkait ironi pembangunan infrastruktur di Kabupaten Manggarai Barat.

Pertama, kata dia, hal ini patut disayangkan mengingat salah satu misi pembangunan kabupaten itu di bawah kepemimpinan Bupati Edistasius Endi adalah pemerataan pembangunan infrastruktur.

Dengan situasi saat ini, di mana warga di pedalaman masih harus mengemis untuk bisa mendapat jatah pembangunan, berarti “Bupati Edi gagal merealisasikan misi pemerataan tersebut.”

Kedua, jelas dia, infrastruktur terutama jalan, merupakan variabel penting untuk meningkatkan daya saing daerah.

“Jika hal ini tidak dibenahi atau tidak diperhatikan, terutama untuk wilayah di luar Labuan Bajo, upaya Pemerintah Kabupaten untuk mewujudkan visi ‘Manggarai Barat bangkit’ cukup sulit untuk diraih,” katannya.

Arman berkata jika menempatkan pariwisata sebagai leading sector, seharusnya sektor-sektor pendukung atau penyangga, seperti pertanian dan peternakan yang umumnya berada di luar Labuan Bajo, harus diperhatikan.

“Sayur dan daging dan lain-lain kan pendukung sektor pariwisata yang mesti dipasok dari wilayah di luar Labuan Bajo. Nah, agar distribusinya lancar ke Labuan Bajo, tentu membutuhkan dukungan infrastruktur jalan yang baik,” katanya.

Sementara bagi Ignasius Jaques Juru, peneliti isu sosial, pembangunan yang masif di Manggarai Barat, dengan hanya fokus di Labuan Bajo sebetulnya tidak berbasis pada hak dan aspirasi warga.

Agenda pembangunan, kata dia, tidak ditempatkan di wilayah-wilayah yang tepat yang sangat membutuhkan sentuhan pembangunan.

“Pembangunan di Labuan Bajo melayani kepentingan pasar. Ia bekerja mengikuti logika pasar (rule of capital) yang bertujuan melayani kepentingan pemodal,” katanya kepada Floresa.

Implikasi dari logika semacam itu, kata Ignasius, warga Manggarai Barat yang berada di pedalaman tidak dapat mengakses hak dan kebutuhan dasar seperti infrastruktur jalan.

Marsel Jeramun, anggota DPRD Manggarai Barat berkata dia sering melayangkan kritik kepada pemerintah daerah setiap kali rapat “karena seolah-olah melihat Manggarai Barat hanya tentang Labuan Bajo dan sekitarnya.”

Ia mengatakan, daerah di luar Labuan Bajo “memang tidak diperhatikan.”

Marsel yang berasal dari oposisi, Partai Amanat Nasional, berkata, “bahwa ada jalan yang kelihatan bagus dan sebagainya, itu berasal dari program provinsi dan program pinjaman daerah.”

Ia juga memberi catatan pada kepemimpinan Bupati Edi yang tidak memiliki kebijakan yang out of the box dan “tidak tahu legasi apa yang mau mereka tinggalkan.”

Tingginya tingkat kemiskinan, kata dia, menjadi bukti bahwa ada yang tidak beres.

Ia mengatakan, Manggarai Barat menjadi kian dikendalikan pemerintah pusat, sehingga yang terjadi kemudian tidak menjawab kebutuhan riil masyarakat di wilayah lain.

Karena itu, kata dia, pembangunan di Labuan Bajo hanya dinikmati oleh orang dari luar dan pemodal-pemodal besar, “sementara orang Manggarai Barat sendiri hanya jadi penonton.”

Bupati Manggarai Barat, Edistasius Endi tidak merespons permintaan wawancara oleh Floresa untuk artikel ini. Dia hanya membaca pesan via WhatsApp.

Pada 2021, kabupaten itu meminjam dana dari PT Sarana Multi Infrastruktur, senilai Rp250 miliar.

Namun, dana itu hanya cukup untuk pengerjaan 18 paket proyek infrastruktur. Dua di antaranya untuk peningkatan jalan di dalam kota Labuan Bajo.

Nuhar, Kepala Desa Matawa mengatakan, bagi mereka infrastruktur jalan menjadi amat penting untuk bisa menggerakkan ekonomi.

Ia berkata, andai saja pembangunan jalan di wilayah pedalaman juga bisa didanai oleh dana pemerintah pusat, seperti halnya yang terjadi di Labuan Bajo, akses ke Golo Mori dan sebagainya, akan ada cerita lain untuk nasib mereka.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini