Proyek Irigasi di Manggarai Barat oleh Kontraktor yang Pernah Masuk Daftar Hitam; Masa Kontrak Habis, Ratusan Hektar Sawah Terancam Gagal Tanam

Proyek ini seharusnya selesai pada Desember 2023. Kontraktor pelaksana punya rekam jejak buruk saat mengerjakan proyek di Bali

Baca Juga

Floresa.co – Petani di salah satu lokasi persawahan di Kabupaten Manggarai Barat terancam gagal tanam karena proyek irigasi ke lahan mereka tidak kunjung usai, meski masa kontrak kerja sudah habis.

Kontraktor pelaksana proyek itu adalah sebuah perusahaan berbasis di Sulawesi Selatan yang memiliki rekam jejak bermasalah.

Ancaman gagal tanam itu dihadapi para petani di Desa Nggorang, Kecamatan Komodo, sekitar 15 kilometer arah timur Labuan Bajo.

Lahan para petani di Nggorang merupakan salah satu lokasi proyek rehabilitasi Sub Daerah Irigasi Wae Mese, selain tiga desa lainnya yang juga berada di Kecamatan Komodo, masing-masing Watu Nggelek, Compang Logo, dan Golo Bilas.

Luas areal persawahan di Sub Daerah Irigasi Wae Mese itu mencapai 781,75 hektare milik 906 petani, merujuk data Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Manggarai Barat.

Rofinus Rin, seorang warga Desa Nggorang yang berbicara kepada Floresa pada 17 Januari mengatakan proyek dengan sumber dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara [APBN] itu mulai dikerjakan pada Maret 2023 dan ditargetkan selesai akhir Desember 2023. 

Pemerintah menunjuk Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II yang berbasis di Kupang, ibu kota Nusa Tenggara Timur sebagai penyelenggara proyek. Wilayah kerja balai ini  mencakup Wilayah Sungai Flores  di Pulau Flores, Wilayah Sungai Benanain dan Wilayah Sungai Noelmina di Pulau Timor.

Proyek itu merupakan bagian dari program Satuan Kerja Perluasan Jaringan Pemanfaatan Air Nusa Tenggara II, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Berpagu Rp24,8 miliar, pengerjaannya di bawah tanggung jawab PT Tunas Tehnik Sejati, kontraktor berbasis di Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan.

Musim Tanam Tertunda

Rofinus berkata, dalam sosialisasi dengan Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II pada April 2023, terdapat kesepakatan saluran irigasi dikeringkan pada 1 Juni 2023 dan dibuka selambat-lambatnya awal Januari 2024.

Yang kemudian terjadi, kata dia, “para pekerja lalai sehingga proyek itu mandek.”

Ia mengatakan, para pekerja yang pernah berkomunikasi dengannya beralasan pengerjaan macet karena “faktor cuaca.”

Pengerjaan yang tertahan, kata Rofinus, membuat petani belum lagi bisa membajak sawah hingga menjelang akhir Januari, yang lumrahnya menandai permulaan masa tanam.

Dalam situasi normal, “petani biasanya membajak sawah dua kali setahun,” katanya.

Sementara kini “sudah memasuki musim tanam satu” yang semestinya bisa panen April atau Mei. 

“Tanamnya terlambat sedikit saja, artinya kami baru bisa panen sekitar Juni,” katanya, sementara musim tanam dua lazimnya bermula pada Mei atau Juni. 

Para petani, kata Rofinus, pernah mengadukan molornya pengerjaan itu kepada Bupati Manggarai Barat, Edistasius Endi serta Kepala Dinas Pertanian, Laurensius Halo. 

“Laurensius bilang, ‘kami akan bersurat ke pemerintah provinsi,’” kata Rofinus, yang memang kemudian terealisasi. 

Merespons surat Dinas Pertanian, pada 3 Januari 2024 Satuan Kerja Perluasan Jaringan Pemanfaatan Air Nusa Tenggara II mengirimkan balasan dengan Nomor: 01.02/ SNVTPJPANT.II/IRWA II/ 01. 

Surat itu, kata Rofinus, berisi pemberitahuan perpanjangan masa kerja rehabilitasi irigasi hingga 90 hari.

Hal itu memicu protes warga, menilainya sebagai “keputusan sepihak pemerintah provinsi.”

Rofinus menjelaskan, karena itu petani mendesak Kepala Desa Nggorang, Bonifasius Mansur segera mengalirkan kembali irigasi ke persawahan mereka.

Dalam sebuah pertemuan pada 9 Januari terkait sosialisasi perpanjangan masa pengerjaan irigasi itu yang melibatkan aparatur desa dan petani, kata Rofinus disepakati bahwa  “pada 1 Februari saluran irigasi harus kembali dibuka, terlepas selesai atau tidaknya proyek.” 

Ia mengatakan, petani berharap kesepakatan benar-benar terwujud lantaran mereka sudah menunda-nunda membajak sawah. 

Rofinus sempat menunjukkan dua buah foto kepada Floresa, menampilkan kondisi terkini lahannya, juga saluran irigasi terdekat.

Berbulan-bulan tak disiangi, tampak sawah Rofinus telah sesak oleh rumput liar.

Rofinus mengaku luas lahan sawahnya sekitar dua hektare, yang menghasilkan 100 karung gabah berukuran 100 kilogram sekali panen. 

Ia dua kali panen dalam setahun dengan rata-rata jumlah karung yang sama.

Sementara sebagiannya untuk konsumsi keluarganya, kata dia, sebagian lagi untuk dijual, yang biasanya menunggu saat harga tinggi di pasaran.

Kepala Desa Nggorang, Bonifasius Mansur mengatakan geram dengan molornya pengerjaan proyek itu yang berdampak pada  400 kepala keluarga di desanya.

“Keterlambatan yang berlarut-larut hanya memperparah derita para petani,” katanya seperti disitir dari laporan Bajotoday.com pada 20 Januari.

Apa Kata Kontraktor?

Andris Kido Dena, Kepala Cabang PT Tunas Tehnik Sejati mengaku molornya pengerjaan irigasi tersebut karena lambatnya proses tutup air irigasi yang baru dilakukan pada Juni 2023 sehingga pengerjaannya hanya 180 hari kerja. 

Padahal, kata dia, di dalam kontrak yang ditandatangani pada Februari 2023, pengerjaan proyek irigasi Wae Mese memakan waktu selama 300 hari kerja. 

“Kemarin itu pengerjaannya sisa lebih dari tiga persen. Kami optimistis akhir bulan ini selesai,” ungkapnya kepada Bajotoday.com.

Ia menjelaskan, volume pengerjaan proyek rehabilitasi jaringan irigasi itu sepanjang 14 kilometer, dimulai dari titik bendungan Wae Mese hingga ke Kampung Nanga Nae. 

Dalam laporan Tajukflores.com pada 20 Januari, Andris mengklaim “yang kami selesaikan sekarang Kampung Marombok, sedangkan yang masih tersisa adalah pemasangan beton di samping jalan di Watu Langkas serta penambahan konstruksi di bendungan.”

Ia tidak memerinci penambahan konstruksi yang dimaksud.

Ia mengklaim, selama proyek berjalan, mereka dihadapkan pada berbagai “kendala teknis hingga tekanan dari warga.” Ia tidak merinci terkait kendala teknis dan tekanan dari warga itu.

Meski demikian, kata dia, ia berjanji proyek tersebut akan selesai dikerjakan pada akhir bulan ini.

Kontraktor Pernah Masuk Daftar Hitam

PT Tunas Tehnik Sejati, yang beralamat di Jl. Bali Ateka, No.7 Makassar merupakan perusahaan yang memiliki rekam jejak bermasalah saat mengerjakan sebuah proyek di Bali.

Laporan Balipost.com pada 24 April 2019 menyebutkan Dinas Pekerjaan Umum, Tata Ruang, Perumahan Rakyat, dan Kawasan Permukiman Kabupaten Bangli, Bali pernah memasukkan perusahaan ini ke dalam daftar hitam.

Saat itu, perusahaan tersebut dianggap gagal menuntaskan proyek pembangunan jembatan Metra-Kedui di Kecamatan Tembuku, Kabupaten Bangli.

Pengerjaannya proyek itu molor dari tenggat waktu. Sempat diberi perpanjangan waktu selama 90 hari, kontraktor hanya mampu melanjutkan hingga 56,45 persen dari total pengerjaan.

Menurut data yang diakses Floresa dari Layanan Pengadaan Secara Elektronik [LPSE] Kabupaten Bangli, pagu anggaran proyek itu sebesar Rp6.790.000.000 dengan nilai kontrak Rp5.296.200.226.

Laporan Balipost.com pada 14 Januari 2019 menyebutkan hingga masa kontrak berakhir, realisasi proyek itu baru sebatas pembangunan fondasi kepala jembatan di kedua sisi, “yang belum lagi tuntas.” 

Andre, seorang pekerja mengaku proyek itu dikerjakan selama empat bulan yang lantas dihentikan “karena kontraktor sudah tidak memiliki uang untuk menuntaskannya.”

Sementara seorang buruh asal Pulau Sumba mengaku ia dan sekitar 20 pekerja lainnya tidak menerima upah selama tiga bulan.

Editor: Anastasia Ika

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini