Tak Ingin Jembatan Kembali Hanyut Dibawa Banjir, Warga di Manggarai Barat Perbaiki dengan Bopong Kayu dari Hutan 

Menurut warga, pemerintah kerap “umbar janji” akan memperbaiki strukturnya

Baca Juga

Floresa.co- Warga suatu kampung di Manggarai Barat bergotong royong memperbaiki jembatan yang bertahun-tahun tak diperhatikan pemerintah.

Kabar inisiatif yang berlangsung pada 29 dan 30 Januari itu dibagikan oleh Koko, warga Dusun Purek, Desa Pacar, Kecamatan Pacar lewat unggahan Facebook.

Dua buah foto yang ia bagikan di grup “Mabar Demokrasi” memperlihatkan sejumlah laki-laki tengah membopong kayu besar yang, menurut Koko, diambil dari hutan sekitar.

Beberapa lainnya mengatur balok-balok kayu pada badan jembatan sepanjang kira-kira lima meter itu.

“Banyak janji-janji manis, tapi semua tak terpenuhi,” tulisnya pada penggalan keterangan foto-foto unggahannya.

Berbicara kepada Floresa pada 30 Januari, Koko mengatakan jembatan itu menghubungkan Dusun Purek dan Dusun Pacar, yang dipisahkan sebuah kali bernama Wae Pentor. 

Ia menjelaskan saat ini “kondisi jembatan itu sangat buruk karena kerap hanyut tersapu banjir setiap kali hujan lebat.”

Selama ini, kata dia, pemerintah kabupaten maupun desa “sering umbar janji untuk memperbaiki jembatan itu”, yang tak juga tampak realisasinya.

Mereka lalu berinisiatif memperbaiki jembatan supaya pejalan kaki, pengendara sepeda motor dan mobil dapat lebih tenang melewatinya.

Gotong royong bukan sekali ini saja mereka lakukan. “Bisa dua kali dalam setahun warga Dusun Purek memperbaiki jembatan itu,” kata Koko.

Warga Dusun Purek sedang membuat jembatan sederhana menggunakan papan dan kayu yang bersumber dari hutan sekitar. (Dokumentasi warga)

Minim Infrastruktur Dasar

Jembatan merupakan salah satu infrastruktur mendasar di kampung-kampung pedalaman Manggarai Barat. 

Ketika warga merasa pemerintah minim perhatian terhadap fungsi jembatan, sejumlah di antaranya lalu memutuskan bahu-membahu memperbaikinya. 

Cerita tentang Dusun Purek yang merindukan infrastruktur dasar mewakili banyak kerinduan dari wilayah lain di pedalaman Manggarai Barat.

Pada 20 Januari, Rafiq, seorang warga di kampung yang tercakup dalam Desa Golo Sengang, Kecamatan Sano Nggoang itu membagikan dua buah foto lewat unggahan Facebook.

Kedua foto yang dibagikan di grup “Jurnal Mabar” itu memperlihatkan kondisi jalan di kampungnya yang belum ditingkatkan menjadi lapisan penetrasi atau lapen.

Rafiq yang berbicara kepada Floresa pada 24 Januari mengatakan pada musim hujan, jalan di kampungnya “begitu sulit” dilintasi kendaraan karena rusak. 

Jalan itu, kata dia, menghubungkan tiga kampung di desanya, masing-masing Leheng, Cereng, dan Ceremba.

“Jangankan kendaraan roda empat, kendaraan roda dua saja agak susah [lewat],” katanya.

Kondisi jalan di Kampung Cereng, Desa Golo Sengang, Kecamatan Sano Nggoang. (Dokumentasi warga)

Selain itu, warga jadi kesulitan membawa hasil panen ke pasar. Mereka harus bolak-balik rumah dan pasar demi mengangkut semua panenan yang harus segera dijual.

Di tengah kesulitan ini, kata dia, pemerintah kabupaten hingga desa “seakan-akan tutup mata” bahkan sejak warga mengusulkan peningkatan lapen.

Ia mengatakan usulan peningkatan jalan pernah disampaikan warga dalam forum Musyawarah Desa, namun “sampai hari, ini perubahan itu tak kunjung datang.” 

Laporan Okebajo.com pada 24 Januari menyebutkan sejumlah warga Kampung Wae Racang, Desa Persiapan Nanga Lidu, Kecamatan Sano Nggoang “terpaksa” menggotong Siti Ijah, seorang ibu berusia 50 tahun yang membutuhkan perawatan medis di atas keranda bambu. 

Menurut laporan itu, Siti menderita nyeri ulu hati, sesak napas dan perutnya membesar sejak sepekan sebelumnya.

Warga menggotong Siti dari Kampung Wae Racang sampai di Kampung Naga, pusat pemerintahan Desa Matawae yang sejauh tujuh kilometer.

Warga Kampung Wae Racang, Desa Persiapan Nanga Lidu, Kecamatan Sano Nggoang gotong royong menggotong Siti Ijah yang membutuhkan perawatan medis. (Dokumentasi Okebajo.com)

Tahun ini Desa Nanga Lidu dipersiapkan mekar dari Desa Marawae. 

Zaenudin, seorang Staf Desa Matawae yang bertugas mengurus administrasi Desa Persiapan Nanga Lidu mengatakan pada musim hujan, ambulans maupun angkutan umum sulit melintas masuk kampung Wae Racang akibat kerusakan ruas jalan.

Muhammad Iskandar yang tinggal di Angkor, dusun tetangga Wae Racang bercerita ruas jalan yang menghubungkan kedua kampung itu “masih kuno”. 

Listrik belum masuk dusun, yang membuat warga harus bertahan dengan lampu pelita atau lampu sen.

Sementara itu di Angkor, kampung yang dihuni sekitar 50 keluarga, “warga sudah lama merindukan pembangunan jalan,” kata Iskandar.

Warga bukannya diam saja. Mereka berkali-kali menyampaikan usulan pembangunan jalan ke pemerintah dalam pelbagai rapat hingga skala kecamatan.

“Setiap rapat itu masyarakat selalu menyampaikan keluh kesah. Tapi tidak ada realisasi,” kata Iskandar.

Beberapa bulan lalu, demi mendapat perhatian pemerintah dan publik, ia mengunggah kondisi jalan di kampungnya lewat video di Facebook  menampilkan dua pengendara sepeda motor yang kewalahan melewati jalan ke kampung itu dan sejumlah warga yang sedang menarik pikap yang hendak masuk ke kampung itu.

Muhamad Nuhar, 44 tahun, Kepala Desa Matawae berkata, kelima dusun di wilayahnya – Angkor, Naga, Mbala, Wae Racang, dan Ndajot – memang terisolasi.

Jalan beraspal hanya sampai di perbatasan menuju Dusun Naga, tempat kantor desa berada.  Namun, jalan itu juga sudah rusak parah, katanya.

Nuhar mengatakan desanya berada di antara gunung, bukit, dan lereng. Luas wilayahnya hampir setara dengan suatu kecamatan. Dusun Naga dengan dusun-dusun lain, katanya, berjarak hingga mencapai sembilan kilometer.

Hal ini menyulitkan pemerintah desa melakukan peningkatan infrastruktur jalan, kata Nuhar.

Ia menjelaskan, sejauh ini dana desa hanya cukup untuk membuka jalan ke dusun-dusun, belum sampai pada perbaikan jalan, seperti membuat lapisan penetrasi.

“Tiap tahun, kalau satu dusun dapat jatah pembangunan fisik, berarti tahun depannya pindah ke dusun lain. Dana desa kan dibagi-bagi. Apalagi saat ini persentase pembagiannya sudah diatur. Tidak bisa semua dana desa itu dialihkan ke infrastruktur,” katanya.

Editor: Anastasia Ika

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini