Kepala Desa di Manggarai Barat Apresiasi Warga yang Mengkritiknya, Janji Tuntaskan Pengerjaan Bak Air yang Jebol Saat Uji Coba

“Pemerintah desa dan masyarakat harus bersatu membangun desa,” kata Huzaifa Sion, Kepala Desa Nanga Bere, Kecamatan Lembor Selatan

Baca Juga

Floresa.co- Seorang kepala desa di Kabupaten Manggarai Barat mengapresiasi warga yang mengkritiknya dan berjanji menuntaskan pengerjaan bak air yang jebol saat uji coba.

Huzaifa Sion, Kepala Desa Nanga Bere, Kecamatan Lembor Selatan menyebut kritik warganya sebagai “bagian dari partisipasi masyarakat” demi kebaikan desa.

“Pemerintah desa dan masyarakat harus bersatu membangun desa,” katanya kepada Floresa.

Kepala desa itu menjadi sorotan usai jebolnya bak air berukuran 4×4 meter di Dusun Kewitu pada 6 Januari saat mengetes daya tampung dengan mengalirkan air ke dalamnya. 

Warga menyebut pengerjaannya asal-asalan karena para pekerja langsung menaikkan batu bata tanpa mengecornya terlebih dahulu.

Warga juga menilai para pekerja dipilih bukan berdasarkan kemampuan, tetapi atas dasar “faktor kedekatan” karena mereka adalah “tim pemenangan politik” kepala desa.

Huzaifa mengatakan, ia menerima kritikan warganya yang memberikan ide-ide konstruktif kepada pemerintah desa. 

Ia juga berterima kasih kepada Floresa yang ia sebut menyajikan laporan “dengan arif dan bijaksana” karena “memuat informasi dari masyarakat sekaligus tanggapan pemerintah desa.”

“Ini semua salah satu tugas yang mulia untuk kebaikan masyarakat desa,” ungkapnya.

Janji Tuntaskan Perbaikan Bak

Huzaifa mengatakan saat ini pembangunan bak baru sedang berlangsung.

Pemerintah desa, kata dia, sedang fokus mengerjakan bak itu dan warga juga berpartisipasi dengan “secara sukarela menyumbangkan tenaga.”

Huzaifa mengaku sepekan usai jebolnya bak air itu, ia telah mengeluarkan kocek pribadi untuk memperbaikinya. Ia bahkan sampai “berutang pasir dan semen.”

Huzaifa mengaku awalnya berencana hanya merenovasi bak yang jebol. Namun, warga khawatir renovasi bakal bikin jebol bak untuk kedua kalinya, apalagi volume airnya besar.

“Padahal, saya sudah suruh tukang senior untuk memperbaiki bak itu,” kata Huzaifa.

Ia mengaku sempat berencana membangun bak baru berukuran 2×2 meter, berbeda dari gambar awal dan Rencana Anggaran Biaya [RAB] yang menunjukkan bak harus berukuran 4×4 meter. 

Warga dan BPD tak keberatan dengan ukuran, katanya, “yang penting kualitasnya bagus.”

Namun, ia tengah mengukur ulang di lokasi pembangunan bak ketika ditelepon Sipri P. Mantur, Camat Lembor Selatan.

“Pak Camat mengingatkan supaya pembangunan bak sesuai RAB,” katanya.

Camat Sipri telah mengonfirmasi kepada Floresa meminta Huzaifa membangun bak baru sesuai RAB itu.

Bantah Melakukan Korupsi

Proyek pembangunan bak ini merupakan tahap ketiga dalam program pengadaan air minum bersih skala desa. 

Total dana pembangunan bak sebesar Rp286.034.400 yang bersumber dari dana desa tahun anggaran 2023, demikian informasi pada papan proyek.

Warga yang pertama kali melaporkan kasus ini kepada Floresa mengaku belakangan mereka mendapati dana proyek yang tercantum dalam RAB sebesar Rp323.415.400, dan karena itu menduga ada ketidakberesan.

Huzaifa mengklarifikasi bahwa terjadi perubahan RAB pada November 2023, sementara papan informasi proyek dipasang Agustus 2023.

Perubahan anggaran itu, katanya, “dipicu penambahan volume pekerjaan” yang belum sempat dimasukkan di dalam RAB.

Ia juga menjelaskan perihal tudingan warga terkait perbedaan anggaran proyek air minum bersih di desanya pada tahap satu dan dua, berturut-turut Rp275 juta pada 2021 dan Rp250 juta pada 2022. 

Angka itu ia sebutkan dalam sebuah pemberitaan Floresa pada 11 Agustus 2023.

Belakangan ia dipersoalkan warganya karena klaimnya berbeda dengan anggaran yang tercantum dalam RAB sebesar Rp305.069.191 pada 2021 dan Rp257 juta pada 2022. Salah seorang warga yang berbicara dengan Floresa menduga pemerintah desa telah melakukan korupsi.

Huzaifa berkata, ia benar menyampaikan angka anggaran demikian kepada Floresa. Namun, ia menyebut ternyata angka itu keliru.

Saat diwawancara, kata Huzaifa, ia sedang dalam perjalanan, sehingga berkata “saya belum bisa menjelaskannya.

Tetapi, kata dia, dia diberitahu wartawan: “tidak apa-apa, seingat bapa, kira-kira berapa anggarannya?”

“Saya menjawab, banyak maaf kalau ingatan saya tidak pas. Kata teman media itu, tidak apa-apa, bapa perkirakan saja,” ungkapnya.

Merespons permintaan itu, kata Huzaifa, ia mengatakan “seingat saya, anggaran 2021 berjumlah Rp275 juta dan pada 2022 anggarannya berjumlah lebih dari Rp250 juta.”

Penjelasan itulah, kata dia, yang menjadi sasaran kritikan terhadapnya.

Ia menjelaskan setelah membaca berita itu, “saya sempat klarifikasi” dengan menjelaskan angka pasti, setelah mengecek anggaran Pendapatan Belanja Desa [APBDes].

Ternyata, seharusnya anggaran 2021 sebesar Rp305.069.191 dan lebih dari Rp257 juta pada 2022.

Klarifikasi itu, kata dia, juga ia teruskan ke grup WhatsApp “IPDN NISAR” yang beranggotakan warga desa. 

Ia mengaku “saya mengajak masyarakat untuk melihat papan informasi APBDes yang ada di kantor desa terkait jumlah anggaran yang sebenarnya.”

“Tetapi, kata dia, ada masyarakat yang belum melihat dan membaca APBDes yang dipasang di kantor desa,” sehingga ada laporan baru dugaan ketidakberesan, merujuk pada kekeliruan jumlah anggaran yang ia sampaikan kepada Floresa.

Ia menunjukkan kepada Floresa dokumen RAB dan APBDes yang memuat anggaran tahap satu dan dua proyek pengadaan air bersih. Tampak bahwa anggaran yang tertera dalam dokumen itu sesuai dengan penjelasannya maupun warga.

Huzaifa berkata, desanya mengambil kebijakan mencantumkan informasi penggunaan anggaran desa pada papan informasi publik dan setiap akhir tahun diselenggarakan musyawarah serah terima pekerjaan antara pemerintah, Badan Permusyawaratan Desa [BPD], dan masyarakat.

“Dalam kegiatan dana desa setiap tahun, BPD selalu mengawasinya,” ungkapnya. 

Ia mengaku “baru menjadi kepala desa selama lebih dari satu tahun terakhir,” tetapi sebelumnya “saya sudah menjadi perangkat desa” mengisi posisi bendahara. 

Pada 2021, kata dia, kepala desa dijabat oleh seorang pejabat sementara bernama Simon Ruben dan pada 2022 oleh Kosmas Judin.

Di tengah sorotan terhadapnya, Huzaifa berkata, kritikan-kritikan warga membantu pemerintah untuk berpikir tentang desa karena “kami tidak luput dari kesalahan.”

Ia berkata perlu mendengarkan semua kritik dan saran dari warga karena “ini sudah menjadi tanggung jawab saya untuk melanjutkan pemerintahan dan pembangunan desa.”

Editor: Ryan Dagur

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini