Floresa.co – Pada Juni 2023, Dewi Müller dan Karl Müller berkunjung ke sebuah dusun di pedalaman Kabupaten Manggarai Barat, Flores.
Kedatangan pasangan berbeda warga negara itu bagian dari rangkaian liburan ke Indonesia untuk merayakan 25 tahun pernikahan.
Mereka ke Dusun Dumar, Desa Lalong di Kecamatan Lembor Selatan karena merupakan kampung halaman kenalan mereka, Suster Lelia Surtina, SSpS, misionaris Indonesia yang sudah 20 tahun berkarya di Austria.
Pada saat yang bersamaan, Suster Lelia sedang berlibur di Dusun Dumar.
Lantas, dalam diri Dewi, yang berasal dari Yogyakarta, tercetus keinginan berkunjung ke Flores, sekaligus meminta imam Katolik setempat memberkati usia perak pernikahannya dengan Karl, warga negara Austria.
Saat di Bandara Internasional Komodo pada malam hari sekitar pukul 20.00 Wita, keluarga Müller dijemput oleh Suster Lelia.
Dari bandara di Labuan Bajo, ujung barat Pulau Flores itu, mereka langsung ke Dusun Dumar.
“Perjalanan darat dari Labuan Bajo ke Dumar kurang lebih dua jam,” kenang Dewi.
“Awalnya jalan masih bagus, beraspal, tetapi ketika masuk menuju tempat tinggal keluarga Suster Lelia, jalannya belum beraspal, batu-batu besar dan kondisi gelap.”
Usai melewati perjalanan yang melelahkan, ia terkesima dengan cara warga dusun menyambut mereka.
Ia mengaku sama sekali tidak menyangka kehadiran mereka disambut hangat keluarga Suster Lelia dan penduduk setempat dengan upacara adat.
Pada saat itu, Dusun Dumar yang dihuni 25 kepala keluarga, baru saja dialiri listrik.
Pada pagi hari, seusai sarapan singkong dan kopi Flores, Dewi dan suami mendapati kenyataan ketiadaan pasokan air langsung di desa tersebut.
Sumber mata air terdekat berjarak 10 kilometer dari dusun itu. Bahkan terdapat desa lain di sekitar yang tidak memiliki mata air sama sekali.
Dewi dan suami pun berjalan mendaki 2,5 jam bersama beberapa penduduk untuk melihat tiga mata air yang belum bisa dimanfaatkan maksimal.
“Mereka hanya menggunakan bambu yang dibelah dua sebagai pipa, dialirkan ke penduduk. Jadi, air yang sampai ke penduduk hanya tinggal sedikit karena air sudah bocor kemana-mana,” kisah Dewi yang tinggal di Kota Welsh, Austria.
Karl yang bekerja sebagai insinyur teknik mesin pun membantu mengkalkulasi kebutuhan biaya pembuatan pipa permanen untuk memperluas pasokan air dari lokasi mata air ke tempat tinggal penduduk.
“Jika ditotalkan dalam rupiah, kebutuhan untuk Dumar sekitar 60-70 juta”, katanya.
Sekembalinya dari Indonesia, keluarga Müller, dan Suster Lelia yang juga sudah kembali berkarya di Wina, ibukota Austria, lantas mengorganisir kegiatan amal sederhana.
Acara bertajuk Wasser des Lebens fur das Dorf Dumar/Insel Flores Indonesien [Air Kehidupan untuk Desa Dumar/Pulau Flores Indonesia] itu diadakan pada 17 Februari di Gereja St. Josef yang berada di dalam kompleks Orthopädisches Spital Speising, Wina, Austria. Rumah Sakit Ortopedi tersebut merupakan lokasi pelayanan Suster Lelia sejak tahun 2009.
Dalam acara tersebut, Suster Lelia menunjukkan kesederhanaan di kampung kecilnya melalui kumpulan foto, termasuk menampilkan pipa air hasil swadaya masyarakat yang sudah usang.
Acara juga diisi dengan undian berhadiah, tari-tarian asal Bali dan Nusa Tenggara Timur, musik dan lagu oleh para frater asal Pulau Flores.
Dewi yang memang menggeluti dunia masak-memasak juga menyuguhkan makanan khas Indonesia sebagai bagian dari penggalangan dana.
Gabrielle, warga Austria yang hadir dan ikut terlibat dalam acara amal tersebut mengaku sudah pernah dua kali datang ke Indonesia dan tinggal di Desa Dumar.
Kala itu, ia datang bersama dua anggota keluarganya, Johannes dan Carolina.
Gaby, sapaannya, mengaku sangat terkesan dengan keramahtamahan penduduk setempat. Ia juga melihat sendiri permasalahan air yang dialami warga desa tersebut.
“Itu desa yang sangat menarik, tetapi mata air jauh di atas gunung. Penduduk harus membawa air turun. Mereka punya pipa bambu, tapi sudah tua,” kata Gaby yang bekerja sebagai ahli gizi di Wina.
Kegiatan ini dihadiri oleh Duta Besar Indonesia untuk Austria, Damos Dumoli Agusman; Wakil Uskup sekaligus Pastor Militer di Keuskupan Burgenland-Austria Alexander Wessely; Kepala Pelayanan Pastoral Orthopädisches Spital Speising MMag. Klaus Rieger; dan Pastor Pendamping Keluarga Kristen Indonesia di Austria [KKIA], Romo Thomas Julivadistanto, yang berasal dari Ruteng, Kabupaten Manggarai.
Suster Lelia berterima kasih atas uluran tangan Dewi dan Karl, umat dan rekan di rumah sakit tempatnya bekerja, serta warga Indonesia di Austria yang peduli dengan Desa Dumar.
Donasi yang terkumpul sementara ini sebesar 4.339 Euro, sekitar Rp73 juta.
Donasi tersebut akan dibawa oleh Dewi dan Karl yang berencana kembali ke Flores pada November 2024 untuk merealisasikan misi mulia: membangun saluran air bagi keluarga di Desa Dumar.
Roswita Oktavianti merupakan mahasiswa Indonesia di Wina, Austria