Dari Rotok Hingga Nabit, Retribusi Pemanfaatan Tanah oleh PT PLN Tak Bisa Ditagih; Apa Pemicunya?

Pemkab Manggarai kehilangan potensi pendapatan lebih dari empat miliar yang seharusnya bisa masuk ke kas daerah

Floresa.co –  Sejak akhir 2011, Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi [PLTP] Ulumbu beroperasi. 

Sejak saat itu pula, PT Perusahaan Listrik Negara atau PT PLN [Persero] memanfaatkan aset tanah milik Pemerintah Kabupaten Manggarai [Pemkab] seluas 49.349 di Desa Wewo, Kecamatan Satar Mese untuk gardu listrik dari PLTP Ulumbu.

Meski setiap pemanfaatan aset daerah oleh pihak ketiga adalah sumber pendapatan daerah dari retribusi, tetapi tidak demikian dengan aset tanah yang digunakan PLN ini.

Musababnya, dari Bupati Christian Rotok, kemudian almarhum Kamelus Deno hingga Herybertus Nabit tak ada Perjanjian Kerja Sama pemanfaatan lahan itu.

Kepada para wartawan di Ruteng pada 21 Mei, Kepala Badan Pendapatan Daerah, Kanisius Nasak mengakui belum adanya perjanjian yang menjadi kelemahan untuk menetapkan retribusi terhadap aset tersebut.

Saya sebagai juru pungut belum bisa berani menetapkan Surat Ketetapan Retribusi Daerah [SKRD] terhadap aset itu karena belum ada kekuatan atau ikatan antara Pemkab Manggarai dan pihak PLN,” kata Kanisius.

Pihak PLN dan Pemkab Manggarai menggelar pertemuan pada 21 Mei di ruang kerja Sekretaris Daerah, membahas retribusi pemanfaatan aset tersebut.

Namun, dalam pertemuan  yang merupakan kelanjutan dari pertemuan-pertemuan serupa sejak 2021, Kanisius mengatakan “belum ada tanda-tanda realisasi pembayaran retribusi dari PT PLN.”

“Saya sebenarnya hanya mau kejar dari sisi retribusinya. Karena itu menjadi tupoksi [tugas pokok dan fungsi] saya,” ujarnya.

Soal perjanjian kerja sama dengan pihak PLN, kata Kanisius, merupakan domain Bagian Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Manggarai.

Berapa Nilai Retribusi yang Bisa Ditagih?

Pada 2024 ini, Pemkab Manggarai membidik Pendapatan Asli Daerah Rp115,57 miliar. Sebesar Rp14,40 miliar atau 12,46 persen diantaranya bersumber dari pendapatan retribusi.

Mestinya, pendapatan retribusi tahun ini bisa lebih tinggi, apabila Pemkab Manggarai bisa menagih retribusi dari PLN atas pemanfaatan tanah di Desa Wewo itu.

Soalnya, nilai retribusi aset tersebut relatif besar. Untuk 2024 saja mencapai lebih dari Rp500 juta.

Kanisius mengungkapkan, bila dihitung dari 2013, total nilai retribusi yang tidak dipungut atas pemanfaatan lahan tersebut mencapai Rp4.067.000.000.

Jumlah tersebut dihitung mengacu pada tiga peraturan daerah [Perda] terkait pajak dan retribusi daerah, yaitu Perda Nomor 7 tahun 2013, Perda Nomor 1 tahun 2021 dan Perda Nomor 6 tahun 2023.

Sesuai Perda Nomor 7 tahun 2013, tarif retribusi sewa tanah di Kecamatan Satar Mese untuk tempat usaha adalah Rp5.000 per meter persegi per tahun.

Dengan demikian, selama kurun 2013 hingga 2020 atau selama delapan tahun, total retribusi penyewaan lahan milik Pemkab Manggarai yang tak ditagih ke PLN mencapai Rp1.960.000.000.

Nilai tersebut diperoleh dengan membulatkan luas tanah menjadi 49.000 meter persegi. 

Selanjutnya, pada Perda Nomor 1 tahun 2021, tarif retribusi sewa tanah Pemkab Manggarai naik menjadi Rp10.000 per meter persegi per tahun. 

Dengan demikian, total nilai retribusi yang tak ditagih ke PLN selama dua tahun [2021-2023] sebesar Rp1.470.000.000.

Pada akhir 2023, Pemkab Manggarai menerbitkan Perda Nomor  6 tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Dalam Perda yang diundangkan pada 22 Januari 2024 itu, tarif retribusi sewa tanah di Kecamatan Satar Mese dan kecamatan lainnya di Manggarai naik menjadi Rp13.000 per meter persegi per tahun.

Dengan demikian, pada 2024 ini Pemkab Manggarai kembali kehilangan potensi pendapatan retribusi dari sewa lahan di Desa Wewo itu sebesar Rp637.000.000, bila hingga akhir tahun ini belum juga ada perjanjian kerja sama pemanfaatan lahan dengan PLN.

Kanisius mengatakan, bila perjanjian kerja sama antara Pemkab Manggarai dengan PLN sudah ada, maka “saya sudah bisa masuk dan bisa tagih.” 

“Namun, karena itu belum ada atau aset yang dimaksud belum mempunyai ikatan yang mengatur kewajiban para pihak sehingga belum bisa dilakukan penagihan retribusi,” ujarnya.

Ia mengatakan, rencananya Pemkab Manggarai dan PLN kembali menggelar pertemuan pada pertengahan Juli mendatang.

Ia pun berharap pertemuan itu nanti menghasilkan perjanjian kerja sama pemanfaatan lahan.

Apa Kata PLN?

Manager Komunikasi PT PLN [Persero] Unit Induk Wilayah NTT, Ita Yupukoni mengkonfirmasi adanya pertemuan antara PLN dan Pemkab Manggarai untuk membahas masalah retribusi ini.

Ia berkata, antara PLN dan Pemkab Manggarai masih mencari jalan keluar atas persoalan tersebut.

“Jujur, masih dicari yang pasnya itu bagaimana. Kalau memang itu PLN harus bayar, ya PLN bayar,” ujar Ita yang berbicara kepada Floresa pada 24 Mei.

“Mungkin ada pertemuan selanjutnya untuk duduk lagi membahas ini,” katanya.

Ia berkata, PLN selama ini sudah membayar kewajiban kepada pemerintah, baik pajak maupun retribusi untuk unit PLTP Ulumbu.

Retribusi yang belum dibayar, kata dia, untuk pemakaian aset di luar unit PLTP Ulumbu itu.

“Saya juga tidak tahu persis [penyebab belum bayar], tetapi yang saya dengar karena [aset tanah] itu belum ada sertifikat, sehingga kita juga kalau mau bayar, tentu ada legalitasnya,” ujarnya.

Sertifikat Masih Diurus

Tanah seluas 49.349 meter persegi untuk instalasi gardu listrik PLN di Desa Wewo itu merupakan tanah hibah dari masyarakat setempat ke Pemkab Manggarai.

Kepala Bagian Umum Setda Manggarai Fransiskus M. Beka mengakui perjanjian kerja sama pemanfaatan lahan itu dengan pihak PLN belum dibuat karena Pemkab Manggarai belum memiliki sertifikat atas tanah tersebut.

“Kalau informasi yang saya terima selama saya di Bagian Umum itu, kendalanya itu terkait sertifikat. Itu saja [kendalanya],” ujar Fransikus yang bergabung dengan Bagian Umum sejak November 2023.

Berbicara dengan Floresa pada 25 Mei, Fransiskus mengatakan proses sertifikasi saat ini sedang dilakukan.

“Maret atau April kemarin kita sudah serahkan ke BPN untuk sertifikat,” ujarnya.

Namun, ia tak mengetahui alasan sertifikasi tanah itu baru dilakukan saat ini.

Christian Rotok, mantan bupati Manggarai yang dihubungi Floresa terkait kendala dalam membuat perjanjian kerja sama dengan PLN ini, mengaku tak mengingat lagi masalah tersebut.

“Saya tidak ingat lagi,” ujarnya pada 24 Mei.

Rotok merupakan bupati Manggarai periode 2005 hingga 2010 dan 2010 hingga 2015. Saat kepemimpinannya, PLTP Ulumbu beroperasi.

Bupati Manggarai, Herybertus Nabit yang dikenal dengan tagline ‘perubahan’ tak menjawab pertanyaan Floresa, meski pesan via WhatsApp sudah dibaca.

Anjany Podangsa ikut berkontribusi dalam membuat laporan ini

Editor: Petrus Dabu

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

TERKINI

BANYAK DIBACA

BACA JUGA